-->

Headlines

The Ecosoc News Monitor

06 October 2009

Membina Anak Jalanan Agar Tidak Ngemis dan Ngamen

http://www.surya.co.id/2009/10/05/membina-anak-jalanan-agar-tidak-ngemis-dan-ngamen.html

Membina Anak Jalanan Agar Tidak Ngemis dan Ngamen

Senin, 5 Oktober 2009 | 8:41 WIB | Posts by: jps | Kategori: Surabaya Raya | ShareThis

SURABAYA - SURYA- Keikhlasan Pieter Menjadi 'Juragan' Koran Surya. Kegembiraan nampak memancar dari raut muka mantan anak-anak jalanan itu. Mereka tidak mengira masa lalu yang dilewati di bawah lampu merah dan hanya meminta-minta, atau nggenjreng dari mobil ke mobil, kini sudah tak dilakukan lagi. Mereka kini jualan koran Surya dan main bola, disamping sekolah kejar paket.


Dibawah asuhan Pieter, 53, arek Suroboyo keturunan Belanda yang tinggal di Jl.Lombok 8 itu, tanpa terasa sudah mengentas hampir 200-an mantan anak-anak jalanan menjadi anak bangsa yang mau bekerja dan memiliki ketrampilan dan ijasah sekolah resmi.

"Saya tidak mengatakan ngamen atau ngemis itu jelek, tetapi saya menginginkan mereka mau bekerja keras dan mempunyai masa depan yang lebih baik dari pada apa yang sudah mereka jalani," tegas Pieter di tengah menyaksikan anak-anak asuhannya latihan sepak bola di Lapangan ITS, Minggu (4/10) siang.


Pieter yang juga pengurus Persebaya itu mengawali membina anak-anak jalanan tepatnya 16 Juni 2000. Ketika itu ekonomi Indonesia sedang hancur karena dampak reformasi yang tujuannya masih abu-abu itu. Hatinya menjadi semakin gundah ketika dari hari ke hari semakin banyak saja anak-anak kecil yang semestinya mendapat hak sekolah, justru berdiri diperempatan-perempatan jalan di Surabaya ini, mereka ngemis dan ngamen.

"Padahal semestinya mereka harus menikmati sekolah. Beruntung ada teman di PT. Philips, perusahaan lampu penerangan dari Belanda yang mau menyumbangkan dana CSR (Corporate Social Responsibility) nya untuk membina anak-anak itu," papar pria berambut putih itu.


Awalnya memang berat, maklum karena anak-anak itu selain tidak berpendidikan, juga sejak dini sudah terpaksa mengenal perlakuan kasar dan keras di jalanan sehingga untuk membuatnya kembali ke jalan yang benar, memiliki rasa kasih sayang dan tata karma, dibutuhkan kesabaran dan tauladan yang baik.

"Mereka kami berikan pendidikan resmi melalui kejar paket, kemudian untuk mengenalkan agar hidup itu adalah perjuangan dan manusia hidup harus bekerja, mereka kami suruh berjualan koran Surya.


Hasilnya untuk mereka sendiri, beberapa yang tidak punya tempat tinggal di Surabaya, tinggal di rumah saya, ada sekitar 20-an anak," lanjutnya seraya menunjuk satu per satu anak-anak asuhannya yang tinggal bersamanya.


Sementara untuk membina agar mental anak-anak asuhannya agar mempunyai rasa sportifitas tinggi dalam hidup, juga mempunyai daya saing prestasi yang baik dalam lingkungan, Yayasan Sosial Anak Bangsa mendirikan klub sepak bola dan sekolah sepakbola yang namanya juga Anak Bangsa, anggota divisi satu Persebaya.

"Namanya juga sama, Klub Anak Bangsa dan bersyukur anak-anak ini justru menunjukkan prestasi yang cukup bagus. Kami menjadi anggota Persebaya dan tahun ini juara untuk kelompok umur 12 dan 14 tahun," kata pria yang juga salah satu pendiri Yayasan Suporter Surabaya (YSS) itu.


Sembilan tahun telah berjalan aktifitas sosial yang dilakoninya itu menunjukkan pertumbuhan dan hasil yang lumayan. Jumlah anak asuh Anak Bangsa semakin hari semakin banyak, bahkan yang bergabung dalam klub sepak bola tidak hanya anak-anak asuhan Yayasan Sosial Anak bangsa tetapi juga dari kalangan umum. Ketulusan hati Pieter dan kawan-kawan pengurus yayasan pun menuai dukungan dari berbagai pihak, hanya dari pemerintahan saja Pieter mengaku tidak lagi menerima bantuan sosial.

"Banyak teman-teman yang menyumbang untuk kelangsungan pembinaan anak-anak jalanan ini, selain Philips juga donator lain, untuk klub sepakbolanya saya mendapat bantuan dari Proteam," jelasnya.


Tetapi Pieter masih juga sama seperti Pieter yang saya kenal dulu tahun 1994-an, ketika sama-sama membesarkan nama Persebaya di Liga Indonesia I, II dan III, sederhana dan rendah hati.


"Apalah arti saya ini, dalam hidup ini saya berprinsip hidup ini harus dengan keikhlasan dalam berbuat. Senyampang kita bisa berbuat, berbuatlah yang baik, marilah kita berbuat baik sebanyak-banyaknya untuk sesama. Kalau nunggu kaya dulu baru berbuat baik, biasanya lupa. Keenakan kaya jadi lupa untuk berbuat," kelakarnya.


Selain di Surabaya, anak-anak jalanan yang kini dibina Peiter dan kawan-kawan juga ada di Krian Sidoarjo dan Mojosari Mojokerto. Mereka rata-rata dibina melalui sepak bola dalam naungan klub Anak Bangsa, Maesa dan TNI-AL yunior dibawah asuhan pelatih Totok Risantono, Imam Rifai, Hamka, Mistok, Yusuf Money Samin Alkatiri, Sigit dan Eduard Mangilomi. /WAHJOEHARJANTO