27 November 2007
Jurnalnet.com: Saya ingin berbagi informasi tentang Satpol PP DKI Jakarta. Jika menyebut nama Satpol PP mayoritas dari kita tentu langsung teringat dengan penggusuran. Ya, mahluk-mahluk berseragam biru tua itu adalah ujung tombak Pemprov DKI dalam hal gusur menggusur. Tak jarang kita melihat langsung ataupun melalui tayangan TV, para Satpol PP ini malah lebih garang dibandingkan para aparat polisi atau TNI.
Nah, tadi malam sekitar pukul 19.31 WHTS (Waktu Handpone Teman Saya), saya melihat kejadian yang sangat-sangat menyedihkan hati saya. Ceritanya saya yang menemani teman saya menunggu bus melihat sebuah mobil patroli Satpol PP berjalan perlahan dan berhenti tepat di pinggir jalan Gedung Plaza Asia (dahulu Plaza Abda) di Jl Jend Sudirman.
Tak lama seorang lelaki (yang saya tahu merupakan penjual rokok asongan yang sering mangkal di dekat Plaza Asia) tergopoh-gopoh berlari mendekati mobil tersebut (pick up bernomor polisi B 9726 PQ plat merah). Dibawah terangnya lampu jalanan dan disaksikan beberapa pasang mata, si penjual asongan menyerahkan sesuatu kepada salah seorang anggota Satpol PP yang menyetir.
Saya tidak melihat jelas. Tapi dari sedikit yang menyembul dari genggaman tangannya saya bisa pastikan si penjual asongan memberikan benda yang selama ini saya kenal dengan nama......UANG/ DUIT/MONEY/ PITIH.
Kesimpulannya pedagang asongan ini mewakili teman-temannya sesama pedagang asongan dan gerobak makanan yang mangkal di samping Plaza Asia memberikan upeti kepada Satpol PP supaya tidak digaruk.
Saya dan teman saya (yang juga anggota milis ini) langsung lemas. Ada beberapa hal yang terlintas di benak kami berdua.
1. Penyalahgunaan kekuasaan di Indonesia memang parah. Bahkan Satpol PP aja bisa mencari celah untuk mencari keuntungan dari tugasnya melakukan penertiban.
2. Asongan itu kan orang miskin ya. Sementara Satpol PP juga. Kok ya orang miskin nginjek orang miskin juga. Bingung.
3. Saya sangat mendukung penertiban pedagang asongan. Jalan di Jend Sudirman kelihatan lebih indah memang tanpa adanya pedagang asongan/gerobak yang mangkal sesuka hati mereka. Tapi kalau ini bisa menjadi celah adanya korupsi dan pungutan liar, sebaiknya Pemprov DKI membuat tempat khusus yang resmi para pedagang tak hanya di samping Plaza Asia tapi juga di sepanjang Sudirman. Sebab suka atau tidak kehadiran mereka sangat dibutuhkan para pekerja kantoran yang jumlahnya sangat banyak tersebut.
4. Jadi makin malas liat Satpol PP.
dari tetangga sebelah
[Itah Inzaghi, Jakarta]
27 November 2007
Hebatnya Satpol PP DKI Jakarta
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Tuesday, November 27, 2007
23 November 2007
Dijual ke Lokalisasi, Novi Stres
detikcom, 23/11/2007
Sukabumi - Di usianya yang masih muda, Novianti (20), punya banyak impian. Namun sindikat perdagangan manusia merebut segalanya.
Gadis cantik itu kini sangat menderita. Dia selalu melamun dengan tatapan mata yang kosong. Bahkan tak jarang dia menjerit dan menangis tidak karuan, tak bedanya dengan orang yang lupa ingatan.
Semua itu terjadi setelah Novi menjadi korban perdagangan manusia Maret 2007 lalu. Dia dijual oleh seorang yang mengaku bernama Euis ke lokalisasi di Tanjung Balai, Karimun, Batam. Setiap malam dia dipaksa memuaskan nafsu belasan hidung belang.
"Pertama katanya dia mau diajak kerja di restoran di Jakarta. Tapi malah langsung dibawa ke Batam lewat Bandung," kata Popon, ibunda Novi, saat ditemui detikcom di rumahnya, di Kampung Cijambe Nyomplong, Desa Sukaresmi, Kecamatan Cisaat, Sukabumi, Jawa Barat, Jumat (23/11/2007).
Penderitaan Novi di Batam berakhir setelah dia kabur pada akhir April lalu saat lokalisasi tersebut mati listrik. Dia kemudian ditolong oleh petugas Satpol PP yang sedang beroperasi. Novi selanjutnya dibawa ke Dinsos setempat.
Kemudian berkat pertolongan International Organization of Migrant (IOM), Novi dibawa ke Jakarta dalam kondisi depresi berat. Gadis muda ini kemudian dirawat di RS Polri dr Soekamto, Kramatjati.
Setelah 2 minggu menjalani perawatan, Novi akhirnya diizinkan pulang. Namun demikian, dia tetap harus berobat jalan agar depresinya tidak kambuh.
"Tapi dua minggu lalu dia kumat lagi. Kami memang tidak pernah membawanya berobat jalan karena nggak punya uang," tutur Popon.
Saat ditemui detikcom, kondisi Novi sangat mengenaskan. Gadis ini kerap tersenyum dan marah-marah sendiri. Jika melihat pria, Novi segera masuk ke dalam rumah dengan mimik sangat ketakutan. ( djo / umi )
Yanti Rosdiana - detikcom
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights See Linked Article di Friday, November 23, 2007
Label: detikcom
120 calon TKI obrak-abrik kantor PJTKI
Wawasan, Jumat, 23 November 2007
TEMANGGUNG - Sebanyak 120 calon tenaga kerja Indonesia (TKI) dengan tujuan ke berbagai negara merasa tertipu janji PJTKI. Mereka yang sudah menderita kerugian materiil cukup besar tersebut menduduki kantor PJTKI PT AP di Jalan Dr Cipto Dalam 21B, Temanggung.
Para calon TKI sudah lama menunggu kapan diberangkatkan ke luar negeri, namun tak juga kunjung tiba meski tiap calon TKI sudah setor uang belasan juta rupiah.
Para calon TKI berasal dari Temanggung sendiri dan dari berbagai luar daerah seperti Surakarta, Magelang, Wonosobo, Purbalingga, dan Purwokerto. Oleh PJTKI yang hanya menyewa kios kecil tersebut, mereka dijanjikan akan ditempatkan di Amerika, Australia, Inggris, Norwegia dan Selandia Baru, sebagai tenaga perkebunan dan niaga.
Mereka mendatangi kantor PJTKI berupaya untuk meminta kembali uang yang sudah dibayarkan. Namun ketika mendatangi kantor, suasana kantor sepi dan tidak ada satu pun petugas dari PJTKI tersebut.
Merasa ditipu, mereka melakukan aksi corat-coret dan mengobrak-abrik seisi kantor tersebut hingga banyak kertas sobekan berserakan.
Menurut seorang calon TKI kepada Wawasan, kemarin, kedatangannya dan teman-teman lainnya ke kantor PJTKI sebenarnya hanya akan minta kembali uang yang sudah diserahkan beberapa bulan lalu. Sebab janji-janji dari PJKTI itu tak kunjung tiba.
"Kami mendaftar di PT tersebut sekitar bulam Maret 2007 lalu. Janjinya Juni 2007 diberangkatkan ke Australia sebagai tenaga kerja perkebunan. Namun hingga waktu yang dijanjikan tidak juga diberangkatkan. Saya telah setor 15 juta rupiah, " kata Erni (25), seorang korban asal Purbalingga.
Manis
Dia mengatakan dirinya tertarik dengan pendaftaran itu karena tergiur oleh perkataan manis saat mendatangi PJTKI tersebut. Padahal uang pendaftaran tersebut didapat dari hasil menjual seekor sapi.
Korban lain, Indra (27) asal Purwokerto menambahkan janji-janji yang ditawarkan PJTKI itu memikat. Tenaga kerja yang disalurkan akan digaji per minggu sebesar AUS$ 740, persyaratan mudah dan cepat diberangkatkan.
"Nyatanya hanya janji gombal," ketusnya.
PJTKI yang bersangkutan, lanjutnya membuka website di internet dengan alamat www.aditamaputraperkasa.indonetwork. net. Meski sekarang ini PJTKI tersebut sedang bermasalah, tapi website PT tersebut masih online.
"Saya berharap pada pencari kerja hendaknya jangan sekali-kali mendaftar lewat PT itu, meski website di internet masih online. Bisa-bisa nasibnya akan seperti saya dan teman-teman di sini yang jumlahnya 120 orang," ungkapnya.
Menurut informasi, dari 120 orang yang bernasib sial tersebut, telah ditarik biaya yang bervariasi antara Rp 10 juta hingga Rp 20 juta tergantung dari negara tujuan yang akan ditempati. her/ad
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights See Linked Article di Friday, November 23, 2007
Label: calo TKI, Jawa Tengah dan DIY, Penipuan, PJTKI, tanggapan masyarakat, Temanggung, Wawasan
20 November 2007
Stres Dideportasi dari Malaysia, Yuli Nekat Buka Rok
detikcom, 20/11/2007 13:19 WIB
Jakarta - Seorang perempuan muda meronta-ronta dan berteriak-teriak saat dibawa ke posko pemulangan TKI Tanjung Priok, Jakarta Utara. Wati alias Yuli stres dan bingung setelah dideportasi.
Foto: Yuli korban deportasi pemerintah Malaysia (ari saputra/detikcom)
Bahkan perempuan 23 tahun itu sempat mencoba menelanjangi diri dengan membuka roknya. Namun aksi nekat itu berhasil dicegah petugas.
"Saya bingung harus pulang ke mana. Orang tua saya sudah meninggal. Saya tidak punya keluarga lagi," kata Yuli sesenggukan, Selasa (20/11/2007).
Yuli yang berambut ikal sebahu itu pun menceritakan pengalaman tidak mengenakkan selama berada di Malaysia.
"Saya awalnya kerja di restoran terus dibawa orang, lalu surat-surat saya diambil dan saya dipukuli," kata perempuan asli Kendal, Jawa Tengah itu terisak.
Yuli adalah 1 dari 540 TKI ilegal yang dipulangkan dari Malaysia. Mereka dideportasi karena tidak memiliki surat izin bekerja di negeri jiran itu.
Selain rombongan Yuli, ada juga 330 TKI ilegal yang akan diturunkan di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Saat ini, mereka sedang transit di Tanjung Priok, Jakarta. ( ken / umi )
Ari Saputra - detikcom
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights See Linked Article di Tuesday, November 20, 2007
Label: detikcom, masalah BMI, stress
Perempuan Asal Bandung Meninggal Misterius di Arab Saudi
detikcom, 20/11/2007
Bandung - Yanti Binti Uto (28), TKW asal Kampung Ciputih RT 2 RW 5 Desa Karamatmulya Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung meninggal secara misterius di Arab Saudi. Tidak diketahui jelas penyebab kematiannya. Keluarga hanya diberi kabar jika Yanti bunuh diri pada April lalu di Kota Abha, Jeddah, Arab Saudi.
Menurut Kakek Yanti, Danu Saripudin, Kamis lalu (15/11/2007), rumahnya kedatangan perwakilan dari desa, Deplu, serta utusan dari PJTKI yang memberangkatkan Yanti, PT Binhasan Maju Sejahtera.
"Pak Suseno dari Deplu bilang kalau Yanti meninggal di Arab Saudi. Katanya bunuh diri. Mereka bertanya apakah jenazahnya mau dimakamkan di sana atau dibawa ke tanah air," ujar Danu saat ditemui wartawan di kediamannya, Kp Ciputih RT 2 RW 5 Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, Selasa (20/11/2007). Saat ini, kata Danu, jenazah Yanti masih berada di RS di Jeddah.
Saat ditanya bagaimana kronologi kematian Yanti, Danu mengaku pihak Deplu tidak bisa menjawab. "Mereka hanya bilang meninggal April lalu. Kami sekeluarga syok. Kenapa setelah 7 bulan meninggal baru dikasih tahu," kata Danu.Merasa curiga dan tidak puas atas keterangan dari pihak Deplu dan PJTKI, kata Danu, pihak keluarga meminta hasil visum jenazah Yanti.
Untuk pengurusan jenazah, lanjut dia, pihak keluarga memutuskan untuk menguburkannya di tanah air. "Prosesnya katanya bisa sampai tiga bulan," kata dia.
Berdasarkan dokumen dari PT Binhasan Maju Sejahtera, Yanti berangkat ke Arab Saudi pada tanggal 19 Mei 2006. Dia sempat tinggal di tempat penampungan selama 18 hari.
( ern / asy )
Erna Mardiana - detikcom
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights See Linked Article di Tuesday, November 20, 2007
Label: BMI meninggal, detikcom, Saudi Arabia
14 November 2007
Sri Lanka abuse 'rampant' in Gulf
BBC Front News
Wednesday, 14 November 2007, 07:20 GMT
Tales of torture and abuse have emerged from the Gulf
Gulf states are failing to curb serious abuses of Sri Lankan migrant workers employed as maids in their countries, a Human Rights Watch report has said.
The US-based group says abuse of maids is rampant in the United Arab Emirates, Saudi Arabia, Kuwait and Lebanon.
Employers routinely confiscate domestic workers' passports and confine them to the workplace, the rights group says.
The UAE has denied the charges, saying Human Rights Watch has ignored its efforts to improve workers' conditions.
More than 660,000 Sri Lankan women work abroad as maids, nearly 90% of them in the Gulf countries.
Abusive employers
The 131-page report - called Exported and Exposed - documents the serious abuses that domestic workers face at every step of the migration process.
Sri Lankan maids at Colombo airport (file pic)
Thousands of Sri Lankans head overseas for work each year
"Governments in the Gulf expose Sri Lankan domestic workers to abuse by refusing to guarantee a weekly rest day, limits to the workday freedom of movement and other rights that most workers take for granted," said Jennifer Turner, a women's rights researcher at Human Rights Watch.
"Too many abusive employers and unscrupulous labour agents get away with exploiting these workers without any real punishment."
The report is based on 170 interviews with domestic workers, government officials, and labour recruiters conducted in Sri Lanka and in the Middle East.
"Domestic workers typically labour for 16 to 21 hours a day, without rest breaks or days off, for extremely low wages of 15 to 30 US cents per hour," the report says.
'Reform laws'
Some domestic workers told Human Rights Watch how they were subjected to forced confinement, food deprivation, physical and verbal abuse, forced labour, and sexual harassment and rape by their employers.
"The Gulf countries need to do a lot more to stop abuse of domestic workers," Ms Turner said.
"The governments of Saudi Arabia, Kuwait and the UAE should extend labour laws to domestic workers, ensure their complaints can be heard and reform immigration laws so that workers aren't tied to employers."
The rights group has also urged the Sri Lankan government to improve regulation and monitoring of recruitment agents, as well as services for abused workers in consulates abroad.
The UAE has dismissed the charges.
In response, it said Human Rights Watch has "once again chosen to ignore many of the positive steps adopted by the UAE in recent months to improve conditions for temporary foreign workers in the country".
Many of HRW's recommendations have already been met or are in progress, the UAE's state news agency WAM quoted Anwar Gargash, minister of state for Federal National Council affairs, as saying.
Migrant workers make up the largest net foreign exchange earner for Sri Lanka.
The country has a huge unemployment problem, and often cannot dictate terms to richer nations.
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights See Linked Article di Wednesday, November 14, 2007
Label: Buruh migran, In English, TimurTengah
12 November 2007
TKI Ilegal Sumbang Remittance Terbesar
Radar Jember
12 November 2007
LUMAJANG - Kiriman uang dari para tenaga kerja Indonesia (remittent) yang masuk ke Lumajang September lalu senilai Rp 44,7 miliar. Sebagian besar remittent tersebut ternyata dikirim oleh TKI di Malaysia.
Bahkan sebagian besar di antaranya ditengarai TKI ilegal. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Lumajang, Ismail mengatakan, pada 2005 jumlah remittent tersebut sebesar Rp 51 miliar. Lalu turun menjadi Rp 31 miliar pada 2006. "Namun tahun ini naik lagi menjadi Rp 44,7 miliar," kata Ismail.
Menurut Ismail, tahun ini kiriman paling besar terjadi pada Mei dengan nilai sebesar Rp 9 miliar. "Pada bulan-bulan tersebut kan memang waktunya bayar sekolah. Jadi banyak TKI yang mengirimi uang untuk biaya pendaftaran sekolah anak-anaknya," ujarnya.
Pada September, lanjut Ismail, angka pengirimannya tergolong besar sampai Rp 4 miliar. Ini terkait bulan puasa serta menjelang Lebaran, sehingga banyak yang mengirimi uang ke anggota keluarganya.
Terkait dugaan bahwa sebagian besar yang mentransfer uang ke Lumajang adalah TKI ilegal, Ismail tidak membantah. "Itu bisa jadi. Kami tidak bisa mendeteksi ilegal atau tidak. Pasalnya, yang tercatat di disnakertrans jumlahnya cukup terbatas," jelasnya. Pihaknya menunjukkan jumlah TKI yang terdaftar di kantornya hanya 214 orang pada 2007. (vid)
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights See Linked Article di Monday, November 12, 2007
Label: Buruh migran, In English, lumajang, Radar Jember, remittance
11 November 2007
Malaysia Tak Bermaksud Lecehkan Indonesia
Suara Pembaharuan Daily
10 November 2007
[JAKARTA] Berbagai masalah yang kerap mengusik hubungan Indonesia-Malaysia diharapkan tidak merenggangkan pertalian antartetangga ini, tetapi semakin mempererat kerja sama yang memberi manfaat untuk rakyat kedua negara. Lagi pula, tidak ada maksud Malaysia untuk melecehkan Indonesia.
"Satu dasar sikap Malaysia, kami tetap menginginkan hubungan yang erat dengan Indonesia," tandas Duta Besar Malaysia untuk Indonesia, Dato' Zainal Abidin Zain, saat berbincang-bincang dengan jajaran redaksi SP, Jumat (9/11).
Hubungan keduanya telah berkali-kali dihadapkan pada masalah pelik, seperti persoalan tenaga kerja Indonesia (TKI), pendatang tanpa izin, sengketa wilayah, asap hingga pembalakan liar.
Menurut Dato' Zainal, semua ini kembali kepada kita apakah bersedia membiarkan isu-isu itu merusak hubungan keduanya.
Selain itu, ada insiden-insiden yang menimpa warga negara Indonesia (WNI) di Malaysia seperti penyiksaan TKI, kekerasan oleh pasukan RELA, dan insiden istri diplomat Indonesia, yang telah memberi kesan bahwa publik Malaysia bersikap merendahkan WNI.
Dalam hal ini, Dato' Zainal meminta agar perilaku individu warga Malaysia yang tidak berkenan dibedakan dengan sikap pemerintah. Memang Pemerintah Malaysia berusaha meningkatkan standar prosedur operasi pasukan RELA, tetapi tidak ada keinginan merendahkan martabat warga Indonesia.
Malaysia pun tidak bermaksud melecehkan Indonesia. "Untuk apa kami melecehkan Indonesia? Kami ingin membangun hubungan erat dengan Indonesia, apalagi sebagai sesama pendiri ASEAN," jelasnya.
Indonesia sangat penting bagi Malaysia. Di bidang pariwisata misalnya, turis asal Indonesia merupakan terbanyak kedua, setelah Singapura, di antara negara-negara ASEAN.
Demikian pula dalam pemakaian kata "Indon" yang terkesan merendahkan, Dato' Zainal menegaskan, pemerintah sudah berkali-kali mengimbau media massa setempat untuk tidak menggunakan kata itu lagi. Namun, dia tidak menampik masih ada wartawan dan editor yang tidak menghiraukan imbauan pemerintah.
Masalah Kependudukan
Ia juga menjelaskan penggantian MyCard. Pemerintah Malaysia telah meminta semua warga Malaysia agar menukar kartu biru yang lama dengan yang baru yang menggunakan cip pengaman, My Card.
Ini berlaku bagi warga asing yang memiliki kartu penduduk permanen (Permanent Resident/PR) warna merah yang juga diharuskan menggantinya dengan batas waktu 31 Desember 2007.
Diperkirakan ada 380.000 warga asing dari berbagai negara yang memegang kartu merah. Dari jumlah itu sekitar 70.000 dari Indonesia yang umumnya sudah menetap sejak tahun 1970-an dan 1980-an. "Jadi, bukan TKI. Karena TKI memiliki employment pass bukan kartu merah," ujarnya.
Kartu merah biasanya dimiliki warga asing yang menikah dengan warga negara Malaysia. Mereka masuk Malaysia melalui dokumen entry permit. Setelah beberapa lama tinggal di sana dikeluarkan permanent residence. Atau untuk kasus khusus diberikan Menteri Dalam Negeri seperti pelatih bulu tangkis Malaysia asal Indonesia. [Y-2/O-1]
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights See Linked Article di Sunday, November 11, 2007
Label: Buruh migran, hubungan diplomatik, Malaysia, SINDO
08 November 2007
Tersangka Pengirim TKI Ilegal di Kota Jambi Tidak Ditahan
Suara Pembaharuan Daily
08 November 2007
[JAMBI] Bambang (40) dan Hadi (45), dua warga Kota Jambi yang ditetapkan sebagai tersangka pengirim tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal tidak ditahan. Mereka hanya dijadikan tahanan luar. Hal tersebut dikatakan Kapoltabes Jambi, Kombes Pol E Daniyanto di Jambi, Rabu (7/11).
Kedua tersangka tidak ditahan karena memberikan jaminan tidak akan melarikan diri. Kemudian kedua tersangka juga tidak mempersulit pengusutan kasus pengiriman TKI ilegal yang mereka lakukan, katanya.
Dikatakan, berdasar-kan hasil pemeriksaan, kedua tersangka sudah sering mengirimkan TKI secara ilegal.
Namun, jumlah TKI yang dikirimkan hanya beberapa orang dan tidak pernah tercium petugas. Kedua tersangka melakukan pengiriman TKI tanpa memiliki izin dari Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) dan rekomen-dasi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jambi.
Pembekalan
Mereka juga tidak pernah melakukan pembekalan teradap para TKI yang mereka kirimkan ke luar negeri. Usaha pengiriman TKI yang dilakukan para tersangka tersebut melanggar UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri.
Kedua tersangka ditangkap ketika hendak mengirimkan 103 orang TKI ilegal asal Jember, Tuban, dan Madura, Provinsi Jawa Timur di Kota Jambi, Rabu (31/10).
TKI ilegal yang terdiri dari 51 orang perempuan dan 52 laki-laki itu yang sedianya dikirim kedua tersangka ke Malaysia sudah dikembalikan ke daerah asal masing-masing di Jawa Timur pekan lalu.
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights See Linked Article di Thursday, November 08, 2007
Label: Buruh migran, calo TKI, Jambi, SINDO