31/03/08
Kuala Lumpur (ANTARA News) - Sebanyak tiga buruh WNI tewas di tempat kerja akibat terjatuh dari lantai 13 proyek pembangunan apartemen, di Kampung Sungai Saring, Bukit Antarbangsa, Kuala Lumpur, Sabtu, saat akan menambal semen.
Kepala polisi daerah Ampang, Abdul Jalil Hassan, sebagaimana dikutip Berita Harian, Senin, menjelaskan kejadiannya berlangsung kira-kira jam 10.00 saat mereka hendak menambal semen di sebuah proyek pembangunan apartemen berlantai 18.
Lift yang mengangkut ketiga pekerja itu berhenti di lantai 13 karena macet dan kemudian bergoyang dan jatuh bersama mereka. Ketiga pekerja asal Jawa itu jatuh dan kepalanya membentur tanah, sehingga langsung tewas di tempat.
Ketiga pekerja bernama Sriadi (36), Mastam (33), dan Suprapto (21) sudah bekerja selama satu tahun dalam proyek itu.
Mayat mereka kemudian dibawa ke Rumah Sakit Universiti Kebangsaan Malaysia (HUKM) untuk mendapatkan keterangan telah meninggal dunia karena kecelakaan kerja. (*)
COPYRIGHT © 2008
31 March 2008
Tiga TKI Tewas di Malaysia Akibat Terjatuh di Proyek Apartemen
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights See Linked Article di Monday, March 31, 2008
Label: BMI meninggal, Kuala Lumpur, Malaysia, TKI Mati di Malaysia
BNP2TKI dan Depnakertrans Tolak Wartawan
Kompas, Senin, 31 Maret 2008
Organisasi Buruh Internasional (ILO) Jakarta menyelenggarakan
pembahasan perbaikan sistem penempatan tenaga kerja Indonesia di Korea
Selatan yang melibatkan unsur pemerintah dari dua negara selama dua
hari di Jakarta, Sabtu dan Minggu (29 dan 30 Maret). Korea Selatan
diwakili pejabat Departemen Sumber Daya Manusia, sedangkan Indonesia
diwakili Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Badan Nasional
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Akan
tetapi, delegasi Indonesia ternyata menolak keikutsertaan wartawan
dalam lokakarya tersebut. Staf Hubungan Media ILO Jakarta Gita Lingga,
Sabtu (29/3), mengatakan, pihaknya sebenarnya mengizinkan wartawan
bisa mengikuti langsung lokakarya tersebut karena tidak ada keberatan
dari pihak Korsel. Namun, pejabat BNP2TKI dan Depnakertrans menolak
keterlibatan wartawan. "Jadi, kami minta maaf karena ternyata mereka
keberatan kalau ada wartawan mengikuti lokakarya ini," kata Gita.
(ham)
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Monday, March 31, 2008
4 Gadis Muda Korban PT Mahkota Dibawa ke Polda
4 Gadis Muda Korban PT Mahkota Dibawa ke Polda Jum'at, 28 Maret 2008 - 18:24 wib
JAKARTA - Empat calon tenaga kerja Wanita (TKW) yang menjadi korban penipuan PT Mahkota Ulfah Sejahtera dibawa ke Mapolda Metro Jaya. Empat korban yang diduga kuat akan dipekerjakan sebagai pekerja seks itu, ternyata masih berusia di bawah umur.
Dari 20 orang saksi korban usai penggerebekan di Jalan Iskandar Muda, Neglasari, Tangerang, empat orang gadis muda belia itu dibawa ke Mapolda Metro Jaya, Jalan Gatot Soebroto, Jakarta, Jumat (28/3/2008).
Keempat korban yang ditipu mentah-mentah oleh Balai Latihan Kerja gadungan itu yakni, Rosini (15) asal Karawang, Fitriani (16) asal Indramayu, Tami (16) asli Indramayu, dan Rina (16) asal Cianjur.
Selain meminta keterangan empat orang saksi korban itu, polisi juga menyita beberapa barang bukti dari kantor penyalur TKW itu. Barang bukti yang disita adalah surat keterangan dari kelurahan masing-masing daerah asal korban dan raport Sekolah Dasar (SD) para korban.
Sebelumnya diberitakan, polisi telah menggerebek perusahaan yang menampung 140 orang calon TKW. Setelah hampir dua bulan di training, ternyata tidak ada satu pun yang diberangkatkan. Bahkan, ada dugaan kuat mereka akan dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial.
(ism)
http://news.okezone.com/index.php/ReadStory/2008/03/28/1/95610/wiranto-tidak-persoalkan-kabinet-bayangan
Dari 20 orang saksi korban usai penggerebekan di Jalan Iskandar Muda, Neglasari, Tangerang, empat orang gadis muda belia itu dibawa ke Mapolda Metro Jaya, Jalan Gatot Soebroto, Jakarta, Jumat (28/3/2008).
Keempat korban yang ditipu mentah-mentah oleh Balai Latihan Kerja gadungan itu yakni, Rosini (15) asal Karawang, Fitriani (16) asal Indramayu, Tami (16) asli Indramayu, dan Rina (16) asal Cianjur.
Selain meminta keterangan empat orang saksi korban itu, polisi juga menyita beberapa barang bukti dari kantor penyalur TKW itu. Barang bukti yang disita adalah surat keterangan dari kelurahan masing-masing daerah asal korban dan raport Sekolah Dasar (SD) para korban.
Sebelumnya diberitakan, polisi telah menggerebek perusahaan yang menampung 140 orang calon TKW. Setelah hampir dua bulan di training, ternyata tidak ada satu pun yang diberangkatkan. Bahkan, ada dugaan kuat mereka akan dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial.
(ism)
You rock. That's why Blockbuster's offering you one month of Blockbuster Total Access, No Cost.
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Monday, March 31, 2008
Label: Buruh migran
Gizi Buruk Perparah Kondisi Bocah Thalasemia
indosiar.com, Banyumas - Seorang bocah penderita thalasemia dan gizi buruk yang masih berusia 6 tahun terancam tidak bisa lagi mendapatkan transfusi darah, karena tidak adanya Askeskin. Padahal kedua orang tua bocah ini tergolong tidak mampu dan hanya bekerja sebagai pemulung.
No Cost - Get a month of Blockbuster Total Access now. Sweet deal for Yahoo! users and friends.
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Monday, March 31, 2008
TKI Bojonegoro Meninggal di Qatar: Dinas Tenaga Kerja Akan Minta Hasil Visumnya
Senin, 31 Maret 2008
TEMPO Interaktif, Jakarta:Pihak Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bojonegoro, meminta lampiran hasil visum atas meninggalnya Qodi Bin Salikan,38 tahun. Tenaga kerja asal Desa Ngrandu, Kecamatan Kedungadem Kabupaten Bojonegoro ini, meninggal dunia di Qatar pada 8 Maret lalu.
Permintaan lampiran visum ini, sebagai langkah laporan, soal penyebab kematian TKI yang sehari-hari bekerja sebagai tukang kebun ini. Tetapi, laporan awal yang diterima pihak Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Bojonegoro menyebutkan, Qodi meninggal karena penyakit jantung. "Tetapi, kita tetap minta lembaran hasil visum, untuk laporan kematiannya," tegas Djoko Sartono, Kepala Seksi Penempatan TKI Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Bojonegoro pada Tempo, Senin (31/3) siang.
Dalam jadwal disebutkan, jenasah Qodi akan tiba pada Selasa (1/4) sekitar pukul 18.10 di Bandara Juanda, Surabaya. Saat ada penyerahan jenasah dari pihak Jasa Tenaga Kerja dan perwakilan Kedutaan Besar Indonesia di Qatar, pihak Dinas Tenaga Kerja setempat, akan langsung mempertanyakan lembaran visumnya.
Kedatangan jenasah Qodi ini, jadwalnya maju dari yang ditentukan sebelumnya. Jenasahnya sempat tersendat-sendat di Negara minyak ini sekitar 20 hari lamanya. TKI tersebut meninggal pada 8 Maret dan baru tiba di Bojonegoro pada Selasa (1/4) malam. Kabarnya, pengurusan jenasah tersendat karena menunggu proses administrasi.
Terhitung dari Januari hingga Maret 2008 ini, jumlah TKI meninggal dari Bojonegoro baru satu orang. Sedangkan tahun 2007 tercatat sebanyak empat orang. Di kabupaten ini, terdapat di 6 kecamatan kantung-kantungTKI, seperti Kedung Adem, Ngasem, Ngambon, Ngraho, Dander dan sebagian di Kalitidu.
Dalam catatan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Bojonegoro menyebutkan, jumlah TKI yang berangkat ke daerah Timur Tengah dari kabupaten ini, jumlahnya sekitar 300 orang. Jumlah ini kalah dibanding ke tujuan Negara-Negara di Asia Pacifik seperti Hongkong dan Singapura yang jumlahnya mencapai 350 orang. Sedangkan terbesar TKI asal Bojonegoro, ke Malaysia yang mencapai 2000 orang lebih. sujatmiko
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights See Linked Article di Monday, March 31, 2008
Label: Tempo Interaktif
Keberangkatan TKI Ilegal Ke Arab, Digagalkan Petugas
Special deal for Yahoo! users & friends - No Cost. Get a month of Blockbuster Total Access now
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Monday, March 31, 2008
Kasus TKI Di Brebes Dilaporkan Ke DPR
Kasus TKI Di Brebes Dilaporkan Ke DPR
Special deal for Yahoo! users & friends - No Cost. Get a month of Blockbuster Total Access now
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Monday, March 31, 2008
Label: Buruh migran
Mensos 37,1 Persen Masyarakat Miskin di Indonesia
Mensos 37,1 Persen Masyarakat Miskin di Indonesia
Menteri Sosial (Mensos) Bachtiar Chamsjah mengatakan, bencana merupakan salah satu penyebab terjadinya kemiskinan di Indonesia, disamping faktor lainnya.
"Masyarakat miskin di Indonesia saat ini sekitar 37,1 persen. Banyak faktor penyebabnya, salah satunya akibat terjadinya berbagai bencana di tanah air ini," katanya saat peletakan batu pertama pembangunan Islamic Centre dan Masjid Agung di Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu, Selasa.
Pemerintah terus berupaya secara maksimal guna mengentaskan kemiskinan itu, namun memang persoalan itu tidak mudah untuk dientaskan. Kemiskinan juga merupakan masalah dunia.
Di sisi lain, sebagian anggaran nasional tersedot untuk membayar hutang beserta bunganya serta mensubsidi bahan bakar minyak (BBM).
"Dari total anggaran kita, sebesar Rp300 triliun di antaranya digunakan untuk subsidi BBM. Jika 10 tahun lalu kita merupakan negara pengekspor minyak, tapi kita untuk kebutuhan dalam negeri saja tidak cukup, sehingga terpaksa harus impor," katanya.
Kemudian pada tahun 1997, Indonesia mengalami krisis yang menyebabkan banyak bank yang bangkrut, pemerintah harus membayar bunga yang memang di "take over" oleh pemerintah. Belum lagi membayar hutang yang jumlahnya mencapai Rp160 triliun.
Pada 2008, Depsos hanya mendapatkan alokasi anggaran Rp2,3 triliun. Dana yang kecil itu akan digunakan seoptimal mungkin untuk membantu masyarakat, dari total anggaran itu sebesar Rp1 miliar digunakan untuk pemberian bantuan modal bagi 1.200 kelompok. Setiap kelompok mendapatkan Rp5 juta.
Menurut Menteri, bantuan yang diberikan pemerintah sifatnya hanya stimulan untuk memberikan motivasi kepada masyarakat sehingga lebih bekerja keras untuk maju.
"Saya selalu mengajak masyarakat untuk bekerja keras. Tidak ada bangsa yang maju tanpa kerja keras," katanya.
Terkait dengan penanganan bencana, pemerintah sangat konsen, baik dalam masa tanggap darurat maupun rehabilitasi.
Departemen Sosial (Depsos) telah membangun gudang logistik di berbagai daerah. Para bupati/walikota atas nama Mensos bisa mengeluarkan beras 100-200 ton dari gudang logistik itu ketika terjadi bencana.
Selain itu, juga telah dibangun sistem pendeteksi bencana (Ealy Warning System-EWS) di seluruh Indonesia. Perangkat tersebut mampu mendeteksi sejak awal terjadinya bencana terutama gelombang pasang tsunami.
Mensos juga meminta seluruh kalangan termasuk masyarakat agar senantiasa menjaga kelestarian hutan, terutama yang masih "perawan" seperti yang berada di Kabupaten Lebong. Sebanyak 70 persen wilayah kabupaten itu merupakan hutan lindung. (Ant/v)
Like movies? Here's a limited-time offer: Blockbuster Total Access for one month at no cost.
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Monday, March 31, 2008
Mengaku Membunuh, 7 WNI Dihukum 6 Tahun di Malaysia
Mengaku Membunuh, 7 WNI Dihukum 6 Tahun di Malaysia
Mahkamah Tinggi (Pengadilan Negeri) Negeri Sembilan, Rabu, menjatuhkan hukuman penjara enam tahun kepada tujuh WNI setelah mereka mengaku bersalah telah membunuh seorang lelaki pada 7 Oktober 2004.
Ke tujuh WNI itu ialah Selus Nahak 29 Thn, Egydius Seran 25 Thn, Egidius Sinatubas 29 Thn, Damianus Nenok 29 Thn, Adrianus Dereke 28 Thn, Bastian Yosef 33 Thn, dan Dona De Lopes 29 Thn telah mengaku pada hakim Abdul Alim Abdullah bahwa mereka telah membunuh Yusuf Ibrahim, demikian Harian Utusan Malaysia, Kamis.
Sebelumnya, mereka mengaku tidak mengaku membunuh korban dan menolak dikenakan pasal 302 mengenai pembunuhan jika terbukti maka bisa dihukum gantung sampai mati.
Tapi mereka berubah pengakuan setelah jaksa Malaysia Naziah Mokhtar merubah pasal tuduhannya menjadi pasal 304 (b) mengenai penyiksaan.
Para tertuduh dalam menghadapi persidangan diwakili para pengacaranya yakni Amrit Pal Singh, Maanor Yusoff, S Ramachandran, Gurdit Singh, S Paul dan Ramzani Idris.
Mahkamah menjatuhkan hukuman penjaran enam tahun kepada tujuh WNI terhitung sejak tanggal penangkapan.
Berdasarkan fakta di pengadilan, semua tertuduh itu telah didakwa terlibat dalam pembunuhan terhadap Yunus Ibrahim pada 7 Oktober 2004 yang berawal dari perkelahian di satu kawasan semak belukar di Yu Lee Trading, Kendong, Kota, Rembau, Negeri Sembilan.
Setelah itu, Polisi menahan Selus dan Egydius pada 10 Oktober 2004, sementara Egidius ditahan pada 14 Oktober 2004 dan Damianus, Adrianus dan Bastian ditahan sejak 24 Oktober 2004, dan Dona ditahan 1 November 2004.
Berdasarkan otopsi pakar rumah sakit Tuanku Ja'afar Dr Mohamad Azaini Ibrahim mendapati mengalami 11 luka-luka di bagian badan termasuk dua tikaman di dada kiri dan kanan.
Mayat ditemukan dalam keadaan terlentang dalam parit dan telah bau busuk ketika ditemukan masyarakat biasa yang kemudian melaporkan kejadian itu kepada polisi jam 00.05 waktu setempat.
JEPANG KEMBALI PENJARAkan WNI PELAKU PERDAGANGAN MANUSIA
Pengadilan Negeri Chiba, Jepang, kembali menjatuhkan vonis penjara bagi warga Indonesia, Rosita Yulia Patricia Rembeth (50) yang didakwa melakukan perdagangan manusia ke Jepang, dengan hukuman penjara selama 2,4 tahun serta denda 1,5 juta yen.
Demikian keterangan yang disampaikan kepala Konsuler KBRI Tokyo Amir Radjab Harahap di Tokyo, Kamis, usai menerima salinan keputusan Pengadilan Negeri Chiba terhadap Rosita.
Vonis tersebut juga menyatakan kemungkinan kerja paksa bagi mantan staf lokal Kedubes Jepang di Jakarta itu jika yang bersangkutan tidak mampu membayar denda.
Hakim Ketua yang memimpin sidang, Hoka Saka, juga memberikan kesempatan kepada Rosita untuk mengajukan banding dalam tempo dua minggu. Rosita sendiri menyatakan meminta waktu untuk berpikir dulu.
Vonis yang dijatuhkan terhadap Rosita, jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum Takagaki Yohei yang menuntut hukuman penjara selama 3,6 tahun
Hal-hal yang meringankan Rosita, seperti diungkapkan hakim, adalah terdakwa menyesali perbuatannya, memiliki anak yang harus ditanggung, serta telah dikeluarkan dari tempat kerjanya.
Sebelumnya Rosita bersama Carrand Christo Tangka (39) warga Indonesia lainnya dituduh menjadi otak pelaku perdagangan manusia bagi WNI untuk dibawa ke Jepang.
Keduanya ditahan imigrasi bandara Narita awal September 2007, menyusul kecurigaan pihak imigrasi setempat terhadap paspor Wagner yang diakui anak oleh Rosita saat itu.
Bersama keduanya ketika itu juga ikut tiga warga Indonesia lainnya. Namun kecurigaan pihak imigrasi terhadap paspor Wagner membuat keempat WNI lainnya yang sudah lebih dulu "bebas" dari pemeriksaan imigrasi tersebut kembali dikejar aparat imigrasi untuk kemudian dimasukkan dalam tahanan kepolisian.
Carrand, yang bekerja sebagai pramugara Garuda Indonesia, sudah lebih dulu dijatuhi hukuman penjara 2,8 tahun berikut denda sebesar 2 juta yen, juga kerja paksa jika tidak bisa membayar tuntutan denda tersebut.
Pengadilan Jepang menilai keduanya melakukan pelanggaran imigrasi Jepang karena terbukti memiliki motif memperoleh keuntungan dengan menerima sejumlah uang untuk memasukkan manusia ke Jepang secara tidak sah.
Baik Rosita maupun Tangka diduga sebagai bagian dari sindikat kejahatan internasional yang melibatkan mafia Jepang dan Indonesia. Namun keduanya juga dianggap hanya sebagai otak pelaku di lapangan saja, sementara otak sesungguhnya tidak terjamah hukum.
Dubes RI untuk Jepang Jusuf Anwar sendiri mengecam keras praktik perdagangan manusia atau "human trafficking" yang menjadikan warga Indonesia sebagai komoditas dagang, apalagi hal itu dilakukan oleh warga Indonesia sendiri.
"Aparat Indonesia perlu meningkatkan kerjasamanya dengan kalangan internasional, karena kejahatan ini juga sudah bersifat global yang melibatkan sindikat dari masing-masing negara," katanya.
Dubes Jusuf Anwar juga meminta kerja sama erat dilakukan bagi aparat di tanah air yang terkait dalam pengurusan dokumen data identitas penduduk. (Ant/i)
You rock. That's why Blockbuster's offering you one month of Blockbuster Total Access, No Cost.
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Monday, March 31, 2008
TKI di Korsel Inginkan Pelatihan Bahasa Diperbanyak
TKI di Korsel Inginkan Pelatihan Bahasa Diperbanyak
Hal tersebut terungkap dalam Lokakarya Nasional tentang "Peningkatan Kualitas Perekrutan dan Penyiapan TKI ke Korea" yang diselenggarkan Organisasi Buruh Internasional (ILO) di Jakarta, Sabtu.
Menurut Koordinator Projek Nasional ILO, Albert Bonasahat, lokakarya tersebut memang bertujuan untuk mencari tahu beragam hal yang bisa dilakukan guna meningkatkan kemampuan para pekerja asing, termasuk dari Indonesia, ketika mereka dipekerjakan oleh Departemen Tenaga Kerja Republik Korea.
"Berbagai hal yang akan dibahas adalah pelajaran yang didapat dari pengalaman para TKI berdasarkan hasil survei, status pelaksanaan Employment Permit System (EPS) atau Sistem Izin Kerja di Korsel dan mengembangkan rekomendasi dalam peningkatan sistem dan prosedur, baik di Korsel maupun di Indonesia," katanya.
Hasil survei yang dilakukan ILO dan Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia menemukan bahwa sekitar 90 persen TKI ingin agar waktu untuk pelatihan bahasa Korea pada pelatihan prakeberangkatan harus diperbanyak.
Hal tersebut juga terindikasi dari penemuan dalam satu kali tes Ujian Bahasa Korea atau Korean Language Test (KLT), TKI merupakan pekerja yang paling tinggi tingkat ketidaklulusannya dibanding pekerja dari negara lain yakni Filipina, Thailand, dan Vietnam.
Survei tersebut juga memaparkan, biaya pelatihan prakeberangkatan paling mahal terdapat di Indonesia dengan biaya rata-rata 510 dolar AS dan yang terendah terdapat di Filipina sebesar 109 dolar AS.
Sedangkan biaya rata-rata pelatihan prakeberangkatan di Vietnam 290 dolar AS dan di Thailand 228 dolar AS. Hasil survei juga menyebutkan, sekitar 75 persen TKI mengharapkan agar waktu yang dihabiskan untuk mendiskusikan keselamatan kerja diperbanyak, dan sekitar 60 persen TKI mengimbau agar pembahasan tentang masalah teknik dan keterampilan kerja ditambah waktunya.
Survei yang menjaring 125 TKI itu juga menemukan bahwa TKI ternyata juga menunjukkan minat yang tidak terlalu besar untuk bergabung dengan serikat pekerja di Korsel. (*)
You rock. That's why Blockbuster's offering you one month of Blockbuster Total Access, No Cost.
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Monday, March 31, 2008
TKI Asal Bojonegoro Meninggal di Qatar
TKI Asal Bojonegoro Meninggal di Qatar
"Tetapi bagaimana caranya keluarga tidak tahu, hanya bisa mengadu ke Penyalur Tenaga Kerja Indonesia ( PJTKI ) yang menyalurkan dan Disnakertrans agar ikut membantu," kata salah seorang keluarganya, Sugeng, kepada ANTARa News, Sabtu (29/3 ).
Sugeng mengaku keluarganya di Desa Ngrandu Kec. Kedungadem, mendengar meninggalnya Qodi dari salah seorang TKI asal Indonesia yang juga bekerja di Qatar.
Setelah mendengar khabar itu, keluarga mengadu ke PJTKI yang memberangkatkan Qodi. Tetapi, karena hanya diminta menunggu selanjutnya keluarga mengadu ke Disnakertrans Bojonegoro, juga keluarga diminta menunggu.
"Proses bisanya pulang bagaimana, keluarga juga tidak tahu," katanya. Qodi meninggal 8 Maret 2007 lalu pukul 01.00 waktu Qatar.
Menurut Sugeng,. Keluarga tidak tahu pasti penyebab meninggalnya Qodi. Hanya informasi yang diterima Qodi meninggal karena sakit.
Namun katanya, jenasah Qodi belum bisa dipulangkan ke tanah air, karena masih harus divisum kepolisian setempat. Alasannya, ketika ditemukan meninggal di sakunya ada bubuk putih.
"Tetapi sebenarnya bukan bubuk terlarang, tetapi semacam jimat yang diberi orang pintar sebelum berangkat bekerja di Qatar," jelasnya.
Dari informasi yang diterima keluarga jenasah, Qodi meski sudah 20 hari meninggal masih belum dikuburkan dan masih disimpan di RS setempat.
Dijelaskan, Qodi berangkat menjadi TKI melalui sebuah PJTKI di Bojonegoro yang dipimpin Budiono Sudjono. Sesuai kontrak dia, bekerja setahun sebagai tukang kebun di Qatar sejak Juni 2007 lalu dan seharusnya kembali pada Juni 2008 ini.
"Bagi keluarga yang penting jenazahnya pulang dulu ke Bojonegoro. Soal asuransi dan sebagainya itu urusan belakang," katanya.(*)
Like movies? Here's a limited-time offer: Blockbuster Total Access for one month at no cost.
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Monday, March 31, 2008
Penyelundupan 18 gadis digagalkan
Postkota, Minggu 30 Maret 2008
PALEMBANG (Pos Kota) - Polda Sumsel menggagalkan penyeludupan 18 gadis asal Tangerang yang mau dipekerjakan di Suriah, Timur Tengah, Jumat (28/3) malam.
Polisi mencium aroma bisnis seks lewat internet. "Kami memperoleh informasi ada pengiriman TKW ilegal dari rekan di Tangerang dan akan lewat Sumatera Selatan, menggunakan bis sedangkan sponsornya Sri Umiyati duduk di belakang sopir," kata AKP FX Irawan, Kepala Yudisila Satpidum, Ditreskrim Polda Sumsel, Sabtu (29/3).
Gadis-gadis itu diangkut pakai Bis Lorena, akan menuju Pekan Baru dan selanjutnya akan dibawa ke Suriah. "Pengakuan para gadis itu akan diperjakan sebagai PRT dengan gaji Rp1-1,5 juta per bulan," kata Irawan. Hingga Sabtu (29/3), sponsor Sri Umiyati dan temannya Umar dari PT MAS masih menjalani pemeriksaan Polda Sumsel.
GADAIKAN SERTIFIKAT
Sementara di Lampung, gadis desa yang awalnya bercita-cita menjadi baby sitter di Singapura, justru menjadi PRT (pembantu rumah tangga). Indriyani, 21, gadis itu pun meminta orangtuanya memulangkannya ke Lampung Timur.
Oleh kedua orangtuanya lalu diupayakan pulang. Meski tak memiliki uang pasangan suami istri (pasutri) Andi Sunaryo,53, dan Royani,51, itu pun menggadaikan sertifikat rumah sebagai jaminan ganti rugi pihak perusahaan, namun ternyata gagal.
"Waduh, ibarat sudah jatuh tertimpa tangga," kata Sunaryo, ketika melapor ke polisi, Sabtu (29/3).
TAK BOLEH DIJENGUK
Anehnya, walau sudah pulang ke Indonesia ia tidak langsung bisa pulang ke tengah-tengah keluarganya. Ia justru ditaruh di penampungan TKW di kawasan Pengadean, Pancoran Pusat, Jakarta Selatan. Alasanya pihak keluarga harus mengganti kerugian Rp9 juta.
"Selama di penampungan kami tidak boleh menjenguknya. Untuk itulah saya menjaminkan sertifikat agar kami bisa berkumpul dengan anak kami," katanya.
Kepala Desa Wana Muhsinin mengatakan, peristiwa yang dialami warga ini sudah merupakan kasus yang ketiga, yang dialami TKI asal desa mereka. Bahkan saat ini ketiganya tidak jelas keberadaannya.
(gunawan/hasby/tommy/ds)
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Monday, March 31, 2008
Label: Buruh migran
30 March 2008
Warga Bongkar Gubuk-Gubuk Pemulung
Liputan6.com, Jakarta: Dalam ketakutan, seorang gadis cilik hanya bisa menangis dan memeluk ayahnya ketika puluhan orang mendatangi gubuknya di salah satu lokasi pembuangan sampah di Meruya Utara, Kembangan, Jakarta Barat, Ahad (30/3) siang. Namun Sakim, sang ayah, tidak dapat berbuat banyak. Meski dia dan istrinya berusaha bertahan, warga yang marah tetap merobohkan gubuk mereka.
Sakim adalah satu dari puluhan pemulung yang menghuni gubuk di tempat pembuangan sampah tidak resmi di Meruya Utara. Oleh warga, gubuk-gubuk yang berdiri sejak tujuh tahun silam itu dianggap merusak lingkungan. Padahal menurut Sakim, dia sudah membayar uang sewa lahan sebesar Rp 15 juta kepada seseorang yang mengaku pengelola lahan.
Tak semua gubuk dibongkar warga. Namun jika hingga Senin besok para penghuni tidak membongkar sendiri gubuknya, warga akan membongkar paksa seluruh gubuk.(BOG/Arofah Supandi)
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights See Linked Article di Sunday, March 30, 2008
Label: kemiskinan, Liputan6-SCTV, pemulung, Penggusuran
Police hunt Asian man for raping Indonesian maid
Arab Times, 29/3/2008
Kuwait : Police are looking for an Asian man for raping an Indonesian maid in Riqqa, reports Alam Al-Yawm.
The daily quoting a security source said the suspect took advantage of the absence of the family members and committed the crime.
In her statement the maid told police, the man asked her to help him to find some documents belonging to the sponsor and when she entered a room he raped her and escaped.
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights See Linked Article di Sunday, March 30, 2008
Label: Arab Times Kuwait, Buruh migran, In English, Kuwait, pemerkosaan, Polisi
Family of dead migrant worker wants body returned from Qatar
03/29/08 20:42
Bojonegoro, E Java (ANTARA News) - A family of an Indonesian worker identified as Qodi bin Salikin (38) who died in Qatar on March 8, 2008, wishes that his body be returned to Indonesia.
"We don`t know how to get his body back. We can only hope the manpower recruitment company and the manpower ministry can help send his body to Indonesia," Sugeng, a relative of the dead migrant worker, said here on Saturday.
He said that the family had received the information about the demise of Qodi from another Indonesian migrant worker in Qatar. Qodi reportedly died of an illness.
Qodi left for Qatar in June 2007 as a gardener.
"For the family, the most important thing is that his body is returned to Indonesia," Sugeng said.(*)
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Sunday, March 30, 2008
29 March 2008
Think of national interests, Suaram told
The Star Online, Saturday March 29, 2008
BANTING: Suara Rakyat Malaysia (Suaram) should take a more national approach to foreign worker issues and not attack the state government, says Selangor Mentri Besar Tan Sri Khalid Ibrahim.
Khalid said the state government’s proposal to collect RM9 monthly from all migrant workers in the state was aimed at setting up a fund to help provide re-training for local unemployed youths so they could land better jobs.
He said foreign workers living and working in Selangor enjoyed all the state's infrastructure, like good schools, health facilities and roads and the state was just calling for them contribute something in return.
Well done: Khalid presenting a certificate to top participant Mohd Shaari Md Lazit during the closing ceremony of the training course at Pulapes in Jugra Friday. —Bernama
“Suaram feels that bringing in foreign workers is one of the solutions to human rights problems but they should understand we have to help our own people, too.
“This is a democracy, so we can open up and discuss the matter,” he told reporters after officiating at the closing ceremony of the training for local authorities' enforcement officers at the Selangor Enforcement Training Centre (Pulapes) in Jugra here yesterday.
On Monday, Suaram executive director Yap Swee Seng hit out at the state government's proposal, calling it unjust as foreign workers received low wages and were often exploited by employers or recruitment agencies with non-payment, unjust deduction of salary, long working hours and unfair dismissals.
He added that migrant workers were barely surviving and probably in debt after paying exorbitant fees to come to work in Malaysia.
Khalid meanwhile said the RM4,000 in levy and agency charges migrant workers paid was too large a sum, and the state planned to call on the Federal Government to reduce the amount.
He also proposed that a centralised information system be set up to keep an accurate record of foreign workers in the state.
“I was among the people involved in the corporatisation of the system for foreign workers and I can show ways to keep tabs on even the illegal workers,” he said.
Khalid also said the Federal Government should not cast aside suggestions just because they came from opposition parties and should accept the good ones.
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights See Linked Article di Saturday, March 29, 2008
Label: Kebijakan, LSM, Malaysia, masalah BMI, Pemerintah, Suaram
Penumpang Pesawat Tujuan Arab Meningkat
Sabtu, 29 Maret 2008
TEMPO Interaktif, Jakarta: Maskapai penerbangan Uni Emirat Arab, Etihad Airways, mencatat peningkatan penumpang rute Jakarta-Abu Dhabi setelah dua tahun rute itu dibuka.
"Keterisian tempat duduk (load factor) mencapai 85 persen," kata Manager Etihad Airways untuk Indonesia, Robert Douglas, dalam siaran pers. Awal tahun ini, keterisian penumpang pulang pergi rute itu mencapai lebih dari 90 persen.
Etihad mulai melayani penerbangan antara dua ibu kota negara Maret 2006. Saat itu, frekuensi penerbangan baru empat kali seminggu. Seiring tingginya permintaan, sejak Agustus 2007, Etihad menyediakan layanan terbang setiap hari dengan pesawat Boeing 777-300.
Penerbangan Jakarta-Abu Dhabi merupakan rute langsung (direct flight), tidak melalui transit. Dari Jakarta, peswat berangkat pukul 16.15. Adapun dari Abu Dhabi, pesawat berangkat pukul 21.45 waktu setempat.
Robert mengatakan, pertumbuhan penumpang rute Jakarta-Abu Dhabi itu antara lain didukung sektor wisata.
Berkaitan dengan program kunjungan wisata yang dicanangkan pemerintah Indonesia, Etihad menjanjikan layanan prima antara Jakarta dan seluruh jaringan terbang Etihad di dunia.
Harun Mahbub
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights See Linked Article di Saturday, March 29, 2008
Label: Tempo Interaktif, transportasi, Uni Emirat Arab
TKI di Korsel Inginkan Pelatihan Bahasa Diperbanyak
29/03/08
Jakarta (ANTARA News) - Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Korea Selatan (Korsel) menginginkan agar pelatihan bahasa Korea dalam masa prakeberangkatan dapat diperbanyak sebagai salah satu langkah untuk meningkatkan efektivitas kerja TKI di Korsel.
Hal tersebut terungkap dalam Lokakarya Nasional tentang "Peningkatan Kualitas Perekrutan dan Penyiapan TKI ke Korea" yang diselenggarkan Organisasi Buruh Internasional (ILO) di Jakarta, Sabtu.
Menurut Koordinator Projek Nasional ILO, Albert Bonasahat, lokakarya tersebut memang bertujuan untuk mencari tahu beragam hal yang bisa dilakukan guna meningkatkan kemampuan para pekerja asing, termasuk dari Indonesia, ketika mereka dipekerjakan oleh Departemen Tenaga Kerja Republik Korea.
"Berbagai hal yang akan dibahas adalah pelajaran yang didapat dari pengalaman para TKI berdasarkan hasil survei, status pelaksanaan Employment Permit System (EPS) atau Sistem Izin Kerja di Korsel dan mengembangkan rekomendasi dalam peningkatan sistem dan prosedur, baik di Korsel maupun di Indonesia," katanya.
Hasil survei yang dilakukan ILO dan Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia menemukan bahwa sekitar 90 persen TKI ingin agar waktu untuk pelatihan bahasa Korea pada pelatihan prakeberangkatan harus diperbanyak.
Hal tersebut juga terindikasi dari penemuan dalam satu kali tes Ujian Bahasa Korea atau Korean Language Test (KLT), TKI merupakan pekerja yang paling tinggi tingkat ketidaklulusannya dibanding pekerja dari negara lain yakni Filipina, Thailand, dan Vietnam.
Survei tersebut juga memaparkan, biaya pelatihan prakeberangkatan paling mahal terdapat di Indonesia dengan biaya rata-rata 510 dolar AS dan yang terendah terdapat di Filipina sebesar 109 dolar AS.
Sedangkan biaya rata-rata pelatihan prakeberangkatan di Vietnam 290 dolar AS dan di Thailand 228 dolar AS. Hasil survei juga menyebutkan, sekitar 75 persen TKI mengharapkan agar waktu yang dihabiskan untuk mendiskusikan keselamatan kerja diperbanyak, dan sekitar 60 persen TKI mengimbau agar pembahasan tentang masalah teknik dan keterampilan kerja ditambah waktunya.
Survei yang menjaring 125 TKI itu juga menemukan bahwa TKI ternyata juga menunjukkan minat yang tidak terlalu besar untuk bergabung dengan serikat pekerja di Korsel. (*)
COPYRIGHT © 2008
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights See Linked Article di Saturday, March 29, 2008
Label: ANTARA News, Korea Selatan, masalah BMI, Pendidikan
Biaya Pelatihan Tenaga Kerja di Indonesia Paling Mahal
Sabtu, 29 Mar 2008
TEMPO Interaktif, Jakarta: Biaya pelatihan prakeberangkatan para tenaga kerja Indonesia ke Korea tercatat paling mahal di antara negara-negara Asia Tenggara. Data itu tercatat dalam hasil survey yang dilakukan oleh pemerintah Korea bersama-sama Organisasi Perburuhan Internasional (ILO).
Rata-rata setiap pekerja mesti mengeluarkan US$ 510 atau hampir Rp 5 juta untuk mengikuti pelatihan.
Bandingkan dengan biaya pelatihan yang dibayar pekerja asal Vietnam dan Thailand, yang masing-masing US$ 290 dan US$ 228. Sementara pekerja asal Filipina hanya menghabiskan US$ 109 sebelum bekerja di Korea.
Survei dilakukan terhadap 500 pekerja asing di Korea. Mereka berasal dari Indonesia, Filipina, Thailand dan Vietnam, dengan jumlah responden masing-masing negara berimbang.
"Responden adalah mereka yang bekerja di Korea melalui program EPS (Employment Permit System)," kata Geoffrey Ducanes, staf perwakilan ILO untuk wilayah Asia di sela lokakarya nasional bertajuk "Peningkatan Kualitas Perekrutan dan Penyiapan Tenaga Kerja Indonesia ke Korea", Sabtu (29/3).
Pengeluaran total pekerja asal Indonesia sebelum bekerja juga tercatat paling tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara tadi. Selain membayar biaya pelatihan, jumlah uang yang dihabiskan untuk membeli tiket pesawat, mengurus paspor dan visa, serta biaya kesehatan, mencapai US$ 1.300. Dalam hasil survei, jumlah itu bahkan bisa membengkak hingga US$ 3.000.
Menurut Ducanes, pembengkakan biaya terjadi, salah satunya, karena tenaga kerja harus membayar fee ke agennya. Sejumlah agen tenaga kerja swasta kerap memungut biaya tinggi untuk jasa yang mereka sediakan.
Agar terhindar dari pungutan yang tinggi oleh calo tenaga kerja, Ducanes menyarankan para calon pekerja sebaiknya menggunakan badan ketenagakerjaan pemerintah. Sebab, pemerintah akan menyalurkan mereka lewat jalur kerja yang berdasarkan kerja sama antarpemerintah semisal EPS.
Tapi, katanya, para pekerja biasanya tetap menggunakan jasa agen karena pemerintah kurang mensosialisasikan program itu. "Calon tenaga kerja kurang mendapat informasi," kata dia.
Di tempat yang sama, Direktur Pelayanan Penempatan Pemerintah BNP2TKI, Kustomo Usman, mengakui bila selama ini pengiriman tenaga kerja ke luar negeri lewat jalur pemerintah kurang tersosialisai. "Mereka banyak yang tidak tahu," katanya.
Dalam survei itu, tenaga kerja asal Indonesia tercatat yang paling banyak menggunakan agen tenaga kerja swasta. Sebagian dari mereka yang menggunakan jasa agen beralasan, bahwa aturan pemerintah terlalu rumit dan tidak jelas.
Survei itu juga menyebutkan, dibanding negara lain, pekerja Indonesia harus menunggu waktu lebih lama untuk bekerja setelah penandatangan kontak kerja.
Direktur Jenderal Biro Kerja Sama Internasional Korea Byoeng Gie Choi menduga keterlambatan itu terkait pengurusan administrasi tenaga kerja di Indonesia.
Kebutuhan tenaga asing di Korea, ia melanjutkan, sebenarnya cukup tinggi. Namun, pemerintah Korea tak menyediakan quota tertentu untuk tenaga asing dari masing-masing negara pengirim. Siapa yang lebih dulu datang ke Korea, kata Choi, dialah yang akan memperoleh pekerjaan. "Karena datangnya terlambat, akhirnya lowongan diisi oleh tenaga dari Filipina atau Vietnam," kata dia. Anton Septian
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights See Linked Article di Saturday, March 29, 2008
Label: Buruh migran, keuangan, Pendidikan, Tempo Interaktif
Marak, Penipuan Calon TKI ke Korsel
SUARA PEMBARUAN DAILY 29/3/2008
[JAKARTA]-Penipuan terhadap calon Tenaga Kerja Indonesia yang ingin bekerja ke Korea Selatan masih banyak terjadi di pelosok-pelosok desa. Para penipu yang berkedok sebagai pengurus yayasan atau perusahaan penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) itu memungut biaya mahal, berkisar Rp15 juta sampai Rp 60 juta per calon TKI.
Hal itu dikemukakan Direktur Lembaga Bantuan Hukum Buruh Mgran IWORK Yudho Sukmo Nugroho, di Jakarta, Jumat (28/3).
Dikatakan, maraknya penipuan itu akibat lemahnya pemerintah dalam mensosialisasi program penempatan TKI ke Korsel yang hanya dapat dilakukan oleh pemerintah. ''Penempatan TKI program antarpemerintah, sementara swasta tidak boleh terlibat,'' ujarnya.
Dikemukakan, program penempatan TKI ke Korsel hanya dilakukan dengan sistem kerjasama antar Pemerintah Indonesia dan Korsel atau Government to Government (G to G). Namun, sistem itu tidak tersosialisasi dengan baik sehingga terjadi ketidaktahuan pada tingkat masyarakat lapis bawah, terutama masyarakat pedesaan. Kelemahan itu dimanfaatkan oleh calo-calo perorangan dan lembaga untuk mengeruk uang dari masyarakat. Sudah banyak masyarakat yang menjadi korban. ''Kami mencatat dua yayasan dan perusahaan yang melakukan perekrutan ilegal itu,'' ujarnya.
Lebih lanjut, Yudho mengemukakan, meskipun kebijakan melibatkan Komite Korea, sebagai pelaksana penempatan TKI ke Korsel dengan melibatkan PPTKIS dan Yayasan-yayasan penyelenggara pelatihan dan Pendidikan TKI telah di cabut, namun kenyataannya banyak Yayasan yang masih beroperasi, sampai hari ini, melakukan perekrutan secara masif ke daerah-daerah.
Mereka memungut biaya sangat mahal dengan janji-janji palsu kemudahan bekerja di Korsel.. Untuk memuluskan usahanya, para penipu mengklaim bekerjasama dengan orang dalam Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) dan Badan Nasional Penempatan Tenaga Kerja Indonesia.(L-7)
________________________________
Last modified: 29/3/08
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Saturday, March 29, 2008
Label: Korea Selatan, Penipuan, Suara Pembaharuan Daily
Penertiban PJTKI; Register Tiap Tiga Tahun
RADAR TULUNGAGUNG, Jumat, 28 Mar 2008
TULUNGAGUNG - Puluhan Perusahaan Pengerah Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) mulai kemarin ditertibkan. Mereka diwajibkan melakukan registrasi surat izin operasional dari Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Tulungagung jika tidak ingin dianggap PJTKI illegal.
Tidak hanya itu. Seluruh tenaga perekrut calon TKI juga diharuskan membawa kartu tanda pengenal yang telah disahkan disnakertrans. ID Card tersebut wajib dipasang di dada saat staf perekrut saat berada di lapangan untuk menjaring calon TKI.
"Penertiban ini dimaksudkan untuk mempermudah pendeteksian jika ada PJTKI illegal beroperasi di Tulungagung," ujar Kepala Disnakertrans Bangun Harmanto saat melakukan pembinaan terhadap 51 perwakilan lembaga PJTKI se-Tulungagung.
Pertemuan digelar di Hall Hotel Malinda di Jalan Jayengkusumo, Tulungagung, mulai pukul 09.00 hingga 11.00. Aturan sebelumnya memungkinkan PJTKI memiliki izin yang berlaku seumur hidup. Untuk saat ini, surat izin yang diberlakukan mulai kemarin harus diregistrasi tiap tiga tahun sekali. Hal ini selain dimaksudkan untuk meminimalisir munculnya PJTKI fiktif atau ilegal, juga untuk menertibkan PJTKI yang mati suri. Memiliki surat izin, punya tenaga rekruiter tapi tidak memiliki obyek TKI untuk dikerahkan ke luar negeri.
Pemberlakuan izin secara periodik tersebut, menurut Bangun, mengacu PP no 19 tahun 2006 yang mulai diberlakukan tahun ini tentang tentang pengerahan tenaga kerja Indonesia keluar negeri. "Setelah menata ulang tata perizinan operasional PJTKI resmi, baru kami akan menertibkan PJTKI ilegal," imbuh Bangun.
Menanggapi acara tersebut, salah satu perwakilan PJTKI dari Campurdarat menyambut kritis. Mewakili rekan-rekannya yang lain, dia mengharap pemerintah lebih konsentrasi dalam melakukan pengawasan maupun penertiban terhadap aktivitas PJTKI ilegal. Pasalnya, jumlah mereka diduga jauh lebih banyak ketimbang PJTKI resmi yang ada di Tulungagung. "Mereka jelas menyalahi aturan, jadi jangan malah kami yang memiliki PJTKI legal yang terus ditertibkan," ujar Sofyan, wakil dari PT Bidar Putra Sukses mengomentari.
Kenyataan tersebut nyatanya juga diakui oleh Kasi Pentalata Disnakertras Supandri. Dia mengatakan jumlah TKI ilegal jauh lebih besar ketimbang jumlah yang terdata di Disnakertrans saat ini. Yaitu sekitar 18,929 ribu terhitung mulai tahun 2004 hingga sekarang. "Mungkin jumlahnya (TKI ilegal, red) mencapai 60 persen dari total TKI yang berangkat ke luar negeri," kata Supandri membenarkan. (des)
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights See Linked Article di Saturday, March 29, 2008
Label: disnakertrans, PJTKI, Radar Tulungagung
28 March 2008
Selangor Has Administrative Power Over Migrant Worker Levy, Says MB
March 28, 2008
KUALA LANGAT, March 28 (Bernama) -- Selangor Menteri Besar Tan Sri Abdul Khalid Ibrahim said today the state government has the "administrative authority" to impose on employers a monthly levy of RM9 for each migrant worker they employ.
He said this in response to Human Resources Minister Datuk Dr S. Subramaniam's statement yesterday that the Parti Keadilan Rakyat-DAP-PAS coalition government had no authority to amend legislation to impose the levy.
Abdul Khalid said the RM3,000 to RM4,000 charged by migrant worker agencies was high and that for the Selangor government this was not reasonable.
He said this after officiating at the closing ceremony for the basic training course for Selangor enforcement officers series 1/2008 at the Enforcement Training Centre in Jugra near here.
Abdul Khalid said the state government bore the brunt of the influx of foreign workers into Selangor as they had an impact on infrastructure facilities like health, education and roads.
"We want to show the federal government how to keep records on illegal workers by having the state levy. I will set up a centralised information system to keep correct records on those who come and work in the state," he said.
Abdul Khalid said he had experience in doing so as he was among those responsible for the computerisation of the Immigration Department at one time and that the state's efforts could help the federal government resolve problems it faced.
He said the federal government perhaps had difficulty accepting ideas from political parties other than those of the Barisan Nasional (BN) but (the federal government) must listen to the people's wishes channelled through other parties.
"If they can come up with a better idea, they should do so," Abdul Khalid said.
He said millions of ringgit were paid by foreign workers to recruiting agencies that brought them to the country and the Malaysian government collected a levy but eventually the agents concerned did not know where the workers were and this "flood of foreign workers" created problems for society.
Although migrant workers, especially the illegal ones, were eventually repatriated by the government, the problem did not seem to end as they returned to the country and the ones who benefited were the travel agents and migrant workers recruitment agencies, Abdul Khalid said.
On the protest voiced by Suara Rakyat Malaysia (Suaram) on the Selangor-levy plan, he said local non-governmental organisations (NGOs) like Suaram must place priority on national interests and not champion universal human rights and attack the state government for looking after its residents in their own homeland.
-- BERNAMA
See links:
Stop adding burden to Migrant Workers
Dealing With the New Selangor Mentri Besar’s “Boo-Boos”
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights See Linked Article di Friday, March 28, 2008
Label: BERNAMA, masalah BMI, masalah gaji/upah, Selangor
Sebanyak 535 WNI Dideportasi Melalui Entikong
Sebanyak 535 WNI Dideportasi Melalui Entikong
Kepala Kantor Imigrasi Entikong, Sugeng Harjanto, saat dihubungi, Kamis, mengatakan, pemulangan tersebut terutama karena ketiadaan paspor oleh warga negara Indonesia.
"Penyebabnya macam-macam. Mungkin saja ada yang masuk melalui jalan-jalan tikus di sepanjang perbatasan Kalbar dan Sarawak," kata Sugeng.
Ada juga yang melalui jalur resmi seperti PPLB Entikong, tetapi yang bersangkutan tidak memegang paspor karena disimpan oleh majikan sewaktu bekerja. "Saat ada pemeriksaan dari pihak berwajib Malaysia, tidak dapat menunjukkan identitas diri sehingga mereka terkategori pendatang tanpa izin," kata Sugeng.
Tidak menutup kemungkinan majikan bekerja sama dengan pihak berwajib setempat. Dalam kasus seperti itu, warga Indonesia sebagai pekerja akhirnya tidak mendapat bayaran selama bekerja dan harus menjalani proses hukum di Malaysia.
Secara keseluruhan, warga Indonesia yang dipulangkan melalui Entikong dari Malaysia pada 2007 tercatat sebanyak 1.482 orang. Sedangkan dari Brunei Darussalam sebanyak 21 orang dan terjadi pada Maret 2007.
PPLB Entikong setiap hari rata-rata melayani sekitar 650 orang warga Indonesia yang berangkat maupun datang dari Malaysia. Jumlah orang asing yang melalui jalur tersebut berkisar 60 orang.
Kantor Imigrasi Entikong menemukan enam kasus paspor dengan identitas ganda sejak penerapan paspor bio metrik oleh Departemen Hukum dan HAM pada Oktober 2007.
Terhadap kasus itu, Kantor Imigrasi melakukan pencekalan dan penangguhan minimal enam bulan. "Untuk kasus-kasus tertentu seperti paspor hilang karena kebakaran, ada mekanisme yang harus dilalui," katanya.
PPLB Entikong berjarak sekitar 300 kilometer sebelah timur Kota Pontianak. PPLB tersebut merupakan pintu resmi keluar masuk barang dan jasa ke Indonesia melalui jalur darat. (*)
Looking for last minute shopping deals? Find them fast with Yahoo! Search.
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Friday, March 28, 2008
TKW Asal Gunungkidul 10 tahun Disekap Majikan di Arab Saudi
TKW Asal Gunungkidul 10 tahun Disekap Majikan di Arab Saudi
Yogyakarta (ANTARA News) - Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Dusun Salaran, Ngoro Oro, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Rahayu (27) berhasil meloloskan diri, setelah sepuluh tahun disekap dan diperlakukan semena-mena oleh majikannya di Arab Saudi.
"Anak kami saat ini kondisinya masih syok dan belum mau diajak bicara sejak sampai di rumah empat hari lalu. Ia mengaku diperlakukan semena-mena oleh majikannya dan tidak boleh keluar rumah," kata Paimo (50) ayah Sri Rahayu, Kamis.
Menurut dia, sejak sepuluh tahun silam Sri Rahayu (27) yang pamit bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT) di Arab Saudi tidak diketahui nasibnya.
"Kami bersyukur akhirnya anak kami bisa pulang dengan selamat, karena sejak berangkat tidak pernah ada komunikasi, bahkan keluarga menganggap Sri Rahayu sudah meninggal," katanya.
Ia mengatakan, Sri Rahayu berangkat ke Arab Saudi bersama dengan Sartini yang saat ini nasibnya belum diketahui.
"Kondisi Sri Rahayu sekarang masih labil dan dia belum bersedia untuk ditemui siapa pun," katanya.
Sementara itu, Suwarno, kakak Sartini, mengatakan Sri Rahayu bersama Sartini berangkat ke Arab Saudi sekitar 1998.
"Namun sesampainya di Arab Saudi, keduanya berpisah karena pekerjaan sebagai PRT yang tidak satu rumah. Dalam kurun waktu sepuluh tahun itu keduanya tidak ada komunikasi," katanya.
Ia mengatakan, keluarga hanya berharap Sartini juga bisa pulang kembali ke rumah dengan selamat seperti Sri Rahayu.
"Segala upaya telah kami tempuh seperti ke agen penyalur tenaga kerja yang memberangkatkan mereka hingga ke paranormal, tetapi sampai saat ini belum ada hasil," katanya.
Kedua TKW asal Ngoro-oro itu bertolak ke Arab melalui jasa Perusahaan Pelaksana Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) pada 1998.
Keduanya tergiur tawaran salah seorang warga bernama Gandung yang dikenal sering mencarikan peluang kerja di Arab Saudi.
Sementara itu, Kepala Dusun Salaran, Suratmirah, mengakui kedua warganya memang sempat dinyatakan hilang sebagai TKW di Arab Saudi.
Suratmirah mendapat informasi dari beberapa warga yang sudah menengok Sri Rahayu bahwa TKW ini kabur dari rumah majikannya di Arab Saudi.
"Menurut kabar yang sempat disampaikan Sri Rahayu, kaburnya dari rumah majikan bermula saat pagar rumah majikan tengah diperbaiki. Tengah malam saat majikan lengah, ia kabur melalui pagar tersebut," katanya.
Sri Rahayu kabur hanya membawa pakaian yang saat itu dikenakannya serta satu selimut.
"Dalam pelariannya secara kebetulan Sri Rahayu mendapat pertolongan warga India yang mengantarnya sampai ke Kedutaan Besar RI (KBRI) Arab Saudi," katanya.
Setelah sempat ditampung selama 11 hari di KBRI Arab Saudi, Sri Rahayu akhirnya dipulangkan ke Gunungkidul.
Sementara itu, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Gunungkidul ketika dikonfirmasi masalah tersebut mengaku belum tahu.
"Kami belum mendapat informasi terkait TKW yang disekap, mungkin dia berangkat melalui PJTKI liar, sehingga menyulitkan kami memantaunya," kata Kepala Tata Usaha Disnakertrans Gunugkidul, Wahib, mewakili kepala dinas yang sedang libur.
Menurut Wahib, dalam arsip Disnakertrans Gunungkidul kedua nama TKW tersebut tidak ada. "Kami akan cek lagi dan melakukan koordinasi internal lebih dulu," katanya. (*)
Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile. Try it now.
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Friday, March 28, 2008
Label: Buruh migran
Menkominfo: Solidaritas Sosial Solusi Atasi Gizi Buruk
Menkominfo: Solidaritas Sosial Solusi Atasi Gizi Buruk
"Solidaritas sosial bisa dijadikan solusi untuk mengatasi kasus-kasus gizi buruk," katanya saat mengunjungi balita penderita gizi buruk di RS Soewandi Surabaya, Kamis.
Menurut dia, memperkuat rasa solidaritas sosial merupakan hal yang penting bagi kelangsungan hidup bersama dan bila terjadi kasus gizi buruk, maka persoalan tersebut bisa diatasi dengan cepat.
"Kalau ada kejadian berkaitan dengan gizi buruk, tentu ada tetangganya, atau orang dekat. Jadi persoalan ini bisa diatasi cepat," katanya
Namun demikian, lanjut dia, pelayanan puskesmas dan posyandu juga harus dioptimalkan.
Untuk itu, pihaknya terus menghimbau agar solidaritas sosial terus diperkokoh. Sehingga penanganan gizi buruk dengan cepat bisa diatasi dengan bantuan tetangga dan orang dekatnya.
Himbauan tersebut terus didengungkan mulai dari tingkat kabupaten/kota, kecamatan hingga ke kelurahan dan desa.
Sementara itu, Wakil Walikota Surabaya, Arief Afandi meminta peran dan pelayanan puskesmas serta pusat pelayanan terpadu(Posyandu) ditingkatkan dengan menambah jam kerjanya sampai sore atau malam hari.
"Jam kerja di Puskesmas dan Posyandu bila perlu ditambah agar penderita gizi buruk di tiap-tiap kecamatan bisa dideteksi sejak dini," katanya saat mendampingi Menkominfo Mohammad Nuh di RS Dr.Soewandi.
Menurut dia, dalam waktu dekat, sudah ada puskesmas di Surabaya yang buka sampai sore hari sebagai upaya memberikan kelayanan yang baik kepada masyarakat.
Berdasarkan catatan Dinkes Kota Surabaya, sepanjang tahun 2007 hingga awal tahun 2008 terdapat 9.557 balita di Surabaya yang mengalami gizi buruk.(*)
Looking for last minute shopping deals? Find them fast with Yahoo! Search.
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Friday, March 28, 2008
Selangor mahu caj pekerja asing RM9 sebulan
Berita Harian, 28/3/2008
SHAH ALAM: Kerajaan Selangor bercadang mengenakan caj sebanyak RM9 sebulan atau RM100 setahun terhadap kira-kira 1.5 sejuta pekerja asing yang bekerja dalam pelbagai sektor bagi menyelesaikan masalah belia tempatan menganggur di negeri itu.
Menteri Besar, Tan Sri Abdul Khalid Ibrahim, berkata wang yang dikutip daripada majikan pekerja asing itu akan digunakan sebagai dana untuk melatih belia tempatan dalam bidang kemahiran tertentu.
Beliau berkata, faktor utama belia tempatan di negeri itu terpaksa menganggur kerana banyak peluang kerja dibolot rakyat asing yang sanggup bekerja walaupun ditawarkan gaji rendah.
“Faktor pengangguran di Selangor kerana ada ramai pekerja asing yang bersaing dengan belia tempatan untuk mendapatkan pekerjaan. Penawaran buruh yang terlalu ramai ini menyebabkan gaji yang ditawarkan pun rendah.
“Kita akan cadangkan kepada kerajaan Pusat untuk memberi kuasa kepada Selangor mengetahui perkembangan buruh asing di negeri ini supaya kita boleh kenakan syarat terhadap majikan membayar RM9 sebulan atau RM100 setahun bagi setiap pekerja asing.
“Wang yang dikutip ini kita akan gunakan sebagai dana untuk melatih belia tempatan dalam bidang kemahiran tertentu,” katanya pada sidang media selepas mempengerusikan Mesyuarat Exco Mingguan pertamanya di sini, semalam.
Beliau berkata, syarat baru yang akan dilaksanakan itu mungkin menimbulkan tanggapan buruk badan bukan kerajaan (NGO) yang mungkin menuduh Selangor memeras pekerja asing.
Abdul Khalid berkata, belia tempatan sepatutnya diberi kemahiran dan keupayaan dalam bidang tertentu supaya golongan itu dapat memberi sumbangan positif kepada pembangunan ekonomi di Selangor.
“Selama ini banyak wang yang dikutip di Selangor disalah guna kerajaan Pusat. Kita akan guna caj yang dikutip ini untuk buat sesuatu yang baik kepada rakyat di Selangor,” katanya.
Dalam perkembangan lain, Abdul Khalid, mendakwa kerajaan Pusat gagal menguruskan dengan baik Zon Bebas Pelabuhan Klang (PKFZ) dan meminta Pusat menyerahkan PKFZ kepada kerajaan negeri.
Beliau mendakwa, sejumlah RM4.6 bilion yang dilaburkan Pusat untuk membangunkan PKFZ adalah tidak munasabah kerana kawasan industri itu sehingga kini gagal menarik pelabur asing dan gagal berfungsi sepenuhnya.
"Kerajaan negeri ada keupayaan dan kapasiti untuk ambil alih PKFZ dan kita ada banyak idea untuk menambah baik PKFZ," katanya sambil menambah, pengalaman sebagai bekas Pengerusi Kontena Nasional Berhad akan digunakan untuk membangunkan PKFZ.
Beliau mendakwa, syarikat P&O yang berpangkalan di Australia dan dimiliki pihak berkuasa Pelabuhan Dubai berminat untuk mengadakan kerjasama dengan kerajaan negeri bagi membangunkan PKFZ.
Kos bagi projek pembangunan (PKFZ) di Pulau Indah meningkat kepada RM4.632 bilion selepas Lembaga Pelabuhan Klang (LPK) memutuskan untuk memajukannya serentak bagi keseluruhan kira-kira 400 hektar kawasan itu.
Pada mulanya PKFZ dicadangkan untuk dilaksanakan dalam dua fasa membabitkan sebahagian tanah seluas kira-kira 200 hektar dengan kos pembangunan dianggarkan sebanyak RM400 juta.
Bagaimanapun, atas nasihat Jebel Ali Free Trade Zone (Jafza) yang ketika itu bertindak sebagai pengurus zon bebas berkenaan, LPK membangunkannya secara serentak membabitkan keseluruhan 400 hektar kawasan dengan kos RM1.845 bilion.
Selepas mengambil kira kos pembelian tanah, kos pembangunan bersama dengan kos faedah 7.5 peratus, yuran profesional 10 peratus dan kos-kos lain yang hanya dihadkan kepada 20 peratus jika digunakan, jumlah kos keseluruhan PKFZ dianggarkan berjumlah RM4.632 bilion.
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights See Linked Article di Friday, March 28, 2008
Label: masalah gaji/upah, Selangor
Kemiskinan Memicu Kasus Gizi Buruk
Kemiskinan Memicu Kasus Gizi Buruk
Liputan6.com, Purworejo: Kemiskinan dan ketidakmampuan orang tua menyediakan makanan bergizi bagi anaknya menjadi penyebab utama meningkatnya korban gizi buruk di Indonesia. Di Desa Kalikotes, Purworejo, Jawa Tengah, seorang bocah berusia dua tahun bernama Supariyati hanya bisa menangis menahan lapar dan haus. Sang bocah diduga kurang gizi akut atau busung lapar. Tak heran jika berat badannya cuma delapan kilogram.
Tidak hanya perut yang membesar, tulang belakang Supariyati juga bengkok akibat tertarik ke depan. Menurut sang ibu Bariyani, derita buah hatinya itu telah berjalan setahun terakhir. Berbagai usaha telah ditempuh, baik ke dokter atau pengobatan alternatif. Namun sang anak tak kunjung sembuh.
Menurut dokter di Rumah Sakit Umum Purworejo, pihaknya tak memiliki cukup alat untuk mendiagnosa penyakit korban. Tapi, menurut seorang ahli gizi, tak terlalu sulit mengecek kasus busung lapar.
Tidak hanya di daerah, di Ibu Kota kasus serupa juga bisa ditemui. Salah satunya menimpa Zahira, anak pasangan Saiful dan Suherti, warga Petamburan, Jakarta Pusat. Meski sudah berusia 16 bulan, berat badannya cuma 6,5 kilogram atau setengah dari berat idealnya yaitu 12 kilogram.
Selain tidak mendapat air susu ibu (ASI) eksklusif, Zahira juga tidak mendapat asupan gizi yang baik. Apalagi bayi perempuan itu juga menderita tuberculosis (TBC) yang semakin menyusutkan berat badannya. Pengobatan ke rumah sakit pun sering terlambat karena kurangnya pengetahuan tentang kesehatan.
Yang jelas, berkembangnya berbagai macam penyakit yang menyerang masyarakat, terutama warga miskin, tidak terlepas dari terbatasnya anggaran kesehatan. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2008 pemerintah mengalokasikan 2,3 persen untuk biaya kesehatan. Namun, sebagian besar dipakai untuk membayar gaji pegawai, sehingga biaya untuk membeli obat dan perlengkapan medis terbatas.(ADO/Tim Liputan 6 SCTV)
Looking for last minute shopping deals? Find them fast with Yahoo! Search.
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Friday, March 28, 2008
Maid not injured when she ran away, court told
The Star Online, Friday March 28, 2008
KUALA LUMPUR: Indonesian maid Nirmala Bonat did not have a swollen forehead when she ran away from her employer’s condominium, the Sessions Court was told.
Yim Pek Ha, 40, said Nirmala’s face was “never like that” when she ran away from her condominium in May 2004.
“I am not aware of her injuries. That is why when a security guard brought her back to us, I did not have any fear,” she told Judge Akhtar Tahir yesterday.
Questioned further by her lead counsel Jagjit Singh, Yim said she did not consider Nirmala a good maid because she did not carry out her daily chores well.
“Nirmala was lazy although her job was basically only cleaning,” she testified on the sixth day of her defence yesterday.
Yim is charged with three counts of causing grievous hurt to the maid at the Villa Putra condominium here. She is accused of using a hot electric iron to do so, as well as splashing hot water on Nirmala between January and April 2004.
Yim faces another charge of voluntarily causing hurt to Nirmala, 24, with a steel mug at the same place on May 17, 2004.
She also denied assaulting the maid with a hot electric iron and splashing hot water on her to teach her a lesson.
“I am not a revengeful person. By nature, I am a very patient and try to be a role model for my children,” she said.
Yim said she did not take Nirmala to a doctor when the maid banged her head on a wall because the blood had stopped and she said it was okay.
“We never called her agency because she asked us to give her a chance. We did not lodge a police report because a crime was not committed,” she said.
The hearing continues on April 14.
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights See Linked Article di Friday, March 28, 2008
Label: Bantuan Hukum, Buruh migran, In English, Kekerasan, Malaysia, Nirmala Bonat, The Star
US Urged to Review Saudi Student’s Case
Arab News, RIYADH, 28 March 2008 — Shoura Council Chairman Dr. Saleh Bin-Humaid has urged US authorities to review the case of Homaidan Al-Turki, a 37-year-old Saudi student who was found guilty in a Colorado state court of 12 counts of sexually assaulting his Indonesian maid.
“The Saudi people sympathize with Homaidan Al-Turki and they closely follow up his case,” the Shoura chief said and hoped for a speedy end to the issue. He also emphasized the Kingdom’s respect for American justice.
Al-Turki, a former Ph.D. student at the University of Colorado, maintains that he did not sexually assault the woman, whose identity has not been disclosed due to the nature of the alleged crime, and has accused US officials of persecuting him for “traditional Muslim behavior.”
Bin-Humaid took up the issue of Al-Turki during a meeting with US Homeland Security Secretary Michael Chertoff in Riyadh on Wednesday. The talks, according to the Saudi Press Agency, focused on political, economic and educational issues as well as parliamentary relations.
Chertoff said the US judicial system aims to establish justice for all, adding that it would not do any injustice to foreigners. “Both sides have agreed to strengthening their strategic and historic relations.”
Al-Turki, who had been a graduate student in Colorado for nine years, was sentenced in August 2006 to 20 years for the rape charges and eight years for theft of the maid’s wages. The federal charges of not renewing the maid’s work visa, falsely imprisoning the woman and holding the woman’s passport to ensure she didn’t flee were dropped after federal prosecutors decided the 28-year-sentence by the state court was sufficient. Al-Turki is appealing the verdict.
Al-Turki’s wife Sarah Al-Khonaizan returned to the Kingdom in September 2006 after serving two months in prison related to labor violations: Paying the maid less than $2 a day for more than four years, and withholding this wage, too. Al-Khonaizan claims the maid willingly wanted her employers to hold her salary, a claim denied by the plaintiff.
Hamad Al-Khonaizan, Sarah’s brother, blamed anti-Muslim sentiment for Al-Turki’s prosecution, saying that a key factor for his imprisonment was that he was preaching Islam.
“Homaidan had trust in the American justice system and on the democratic nature of the country,” Hamad said in a statement. “The country that he studied in and where he excelled in school was not fair toward him. They searched for a means to bring him down and tried many ways until they found the weapon that they could use against him, which was the Indonesian maid.”
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights See Linked Article di Friday, March 28, 2008
Label: Amerika Serikat, Arab News, Bantuan Hukum, Buruh migran, In English, pemerkosaan
27 March 2008
Tertibkan Badan Hukum dan Perorangan yang Merekrut CBMI ke Korea !
Siaran Pers
Lembaga Bantuan Hukum Buruh Migran
Institute for Migrant Workers
Tertibkan Badan Hukum dan Perorangan yang Merekrut CBMI ke Korea !
Kejahatan Terhadap Buruh Migran sama dengan Pelanggaran HAM
Kian parahnya krisis kesejahteraan yang d itandai kenaikan harga bahan-bahan pokok dan minimnya lapangan pekerjaan membuat banyak orang memilih bekerja di Luar negeri menjadi Buruh Migran. Salah satunya tawaran bekerja di Korea, yang memang sangat menggiurkan, dengan iming-iming upah yang tinggi membuat banyak orang tergoda dan rela melakukan apa saja untuk bisa bekerja disana. Kondisi ini dimanfaatkan oleh Badan hukum yang berbentuk Yayasan-yayasan dan PT yang sebenarnya hanya berizin sebagai yayasan untuk mendidik dan melatih keterampilan Calon Buruh Migran (CBMI) dan perusahaan pengerah tenaga kerja swasta (PPTKIS) serta Calo Perorangan, yang kemudian melakukan perekrutan dengan menarik biaya yang sangat besar antara 15 – 60 Juta. Seperti yang dilakukan oleh Yayasan Bannua Bina Nusantara dan PT Bina Mitra setia.
Program Pemerintah Indonesia dalam pengiriman BMI ke Korea yang dilakukan lewat sistem kerjasama antar Pemerintah Indonesia dan Korea atau Government to Government (G to G), pada prakteknya tidak disosialisasikan secara luas kepada masyarakat, sehingga banyak masyarakat yang menjadi korban penipuan Badan hokum berupa yayasan dan PT dan perorangan yang melakukan perekrutan secara gelap. Memang kebijakan pembentukan Komite Korea sebagai pelaksana penempatan BMI ke Korea yang melibatkan PPTKIS dan Yayasan-yayasan penyelenggara pelatihan dan Pendidikan bagi BMI telah di cabut, tapi pada kenyataannya banyak Yayasan yang masih beroperasi sampai hari ini melakukan recruitment secara massif ke daerah-daerah dengan menarik biaya yang mencekik dengan janji-janji palsu kemudahan bekerja. Bahkan beberapa diantara Yayasan mengklaim bekerjasama dengan “orang dalam” dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan BNP2TKI untuk memuluskan tin dakan penipuan tersebut
Tindak kejahatan penipuan besar-besaran ini terjadi akibat minimnya sosialisasi yang dilakukan pemerintah tentang Mekanisme bekerja di Korea yang legal dan benar kepada masyarakat. Pemerintah juga telah melakukan pembiaran terhadap tidak kejahatan ini dengan tidak melakukan penertiban dan pemberantasan terhadap Yayasan-yayasan dan PPTKIS yang melakukan perekrutan illegal untuk bekerja di Korea. Itu artinya secara tidak langsung Pemerintah ikut berperan serta dalam tindakan kejahatan penipuan besar-besaran yang dilakukan oleh Badan hokum (Yayasan, PT dll) nakal tersebut.
Untuk itu kami dari Lembaga Bantuan Hukum Buruh Migran Institute For Migrant Workers Menuntut :
- Tertibkan dan Berantas Yayasan yang berkedok Yayasan pendidikan dan Keterampilan bagi CBMI tapi ternyata melakukan perekrutan ke Korea.
- Sosialisasikan Informasi yang benar kepada Masyarakat CBMI bagaimana menjadi Buruh migrant yang aman dan legal di Korea.
- Proses secara Hukum para pemilik Yayasan Nakal yang melakukan Penipuan terhadap CBMI
- Tolak Komoditisasi Buruh Migran
- Berikan Perlindungan Menyeluruh Kepada Buruh Migran
Jakarta, 27 Maret 2007
Yuni Asriyanti, S.H.I Yudho Sukmo Nugroho, S.H
Direktur IWORK Liaison Unit Jakarta Direktur LBH-BM IWORK
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Thursday, March 27, 2008
Label: IWORK, Korea Selatan, masalah BMI
Govt urged to help NTB worker facing death penalty in Malaysia
The Jakarta Post, Mataram -- The West Nusa Tenggara (NTB) administration and relatives of an Indonesian migrant worker facing the death penalty in Kuching, East Malaysia, have urged the central government to provide legal aid for the defendant.
Edy Saputra, a 20-year-old from Simpang Kanir village, Seteluk, West Sumbawa, is being detained at Kuching prison and has been given the death penalty for murder. He has been in Malaysia since he was 14.
Head of the provincial manpower and transmigration office Imbang Sahruddin said Governor Serinata delivered an official letter to the Foreign Affairs Minister, Indonesian Embassy in Kuala Lumpur and the Consulate-General in Kuching to hire lawyers to accompany the defendant in court sessions.
Edy's father, Muhammad Saleh, expressed his hope the government would help his son because he knew nothing about the case. He admitted, however, to receiving a diplomatic note last September informing him of his son's case but he did nothing in response at the time.
Imbang accompanied Saleh and his wife, Ondawati, to Kuching on Monday to give Edy moral support.
Edy is one of more than 20 Indonesian migrant workers facing the death penalty on murder and drug charges in Malaysia.
Imbang said, according to confidential sources, Edy was involved in a fatal clash with the owner of a house where he was hiding from his employer.
Malaysia last Saturday repatriated 41 migrant workers from the province for having no working documents or for having expired visas.
The 41 were part of 795 migrant workers deported by Malaysian authorities in the past three months.
A. Hakim, a 51-year-old deportee, said he was arrested for having no passport or working visa. He said before he and others were deported, they were detained for months.
"I entered Malaysia with a passport and working visa, which I later lost at work," he said.
The provincial administration gives deportees up to Rp 125,000 to go back to their home villages but is yet to take measures to prevent locals from entering Malaysia illegally.
Endang Susilowati, chairperson of the Panca Karsa Foundation providing advocacy for migrant workers, called on relevant authorities to simplify the complicated procedure and phase out red tapes so migrant workers with required documents could depart more easily.
Panca Nugraha
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights See Linked Article di Thursday, March 27, 2008
Label: hukum mati, Malaysia, masalah BMI, The Jakarta Post
Penderita Gizi Buruk di Bone Meninggal
Liputan6.com, Makassar: Taswin, bocah penderita gizi buruk di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, Selasa (18/3), meninggal. Putra pasangan Nasrul dan Syamsiah tersebut sempat dirawat empat jam di Rumah Sakit Andi Tenriwaru, Kabupaten Bone. Namun nyawanya tidak dapat diselamatkan. Orang tua bocah berusia enam tahun itu kecewa karena lambannya penanganan tim dokter.
Taswin dibawa ke rumah sakti dalam keadaan kritis. Korban sudah empat tahun menderita gizi buruk. Kondisi kesehatannya terus memburuk lantaran sang ayah yang bekerja sebagai penarik becak tidak mampu menyiadakan asupan nutrisi dan gizi bagi sang anak.
Sebetulnya, Nasrul dan Syamsiah sudah memperbaiki kondisi Taswin dengan rutin membawanya ke pusat kesehatan masyarakat atau puskesmas. Sayang, kondisi Taswin mungkin luput dari perhatian petugas puskesmas ataupun Dinas Kesehatan setempat. Setidaknya, ini terlihat dari bantuan makanan bergizi bagi korban yang sudah terhenti sejak dua tahun silam.
Kematian Taswin menambah panjang daftar balita dan anak-anak yang meninggal karena menderita gizi buruk. Baru pekan silam, seorang nakan di daerah Bone juga meninggal akibat menderita gizi buruk.(BOG/Iwan Taruna dan Rizal Randa)
Never miss a thing. Make Yahoo your homepage.
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Thursday, March 27, 2008
Kondisi Penderita Gizi Buruk Memprihatinkan
Kondisi Penderita Gizi Buruk Memprihatinkan
Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile. Try it now.
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Thursday, March 27, 2008
Dinkes Kabupaten Bone Data Penderita Gizi Buruk
Dinkes Kabupaten Bone Data Penderita Gizi Buruk
Liputan6.com, Bone: Petugas Dinas Kesehatan Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, Jumat (21/3) siang, mendata penderita bizi buruk di beberapa kawasan kumuh. Di Keluarahan Tanete Raittang, petugas menemukan Widya. Kondisi Widya sangat memprihatinkan. Selain gizi buruk, dia juga menderita hidrocepalus.
Tidak jauh dari rumah Widya, petugas menemukan Reski yang juga menderita gizi buruk. Lantaran kondisi Reski memprihatinkan, petugas langsung membawa ke ke Rumah Sakit Tenriawaru, Bone.
Jumlah penderita gizi buruk yang ditemukan petugas mencapai 24 orang, dua di antaranya meninggal. Penyebabnya adalah karena buruknya pemahaman orang tua terhadap asupan gizi sang anak.(BOG/Iwan Tarunda dan Rizal Randa)
Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile. Try it now.
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Thursday, March 27, 2008
Penyebaran Kasus Gizi Buruk Meluas
Penyebaran Kasus Gizi Buruk Meluas
Liputan6.com, Medan: Penderita gizi buruk di Tanah Air semakin menyebar. Jika sebelumnya gizi buruk banyak ditemukan di wilayah Indonesia Timur, kini kasus tersebut terjadi di Indonesia Barat, termasuk Pulau Sumatra dan Jawa yang notabene perekonomiannya lebih maju.
Mutia, misalnya. Memasuki usia dua tahun, dia seharusnya sudah bisa melakukan berbagai aktivitas. Namun gizi buruk membuat bocah ini hanya bisa tergolek tidak berdaya. Kaki warga Desa Suka Makmur, Deli Serdang, Sumatra Utara, ini amat kurus sehingga tidak mampu menahan tubuhnya untuk berdiri.
Kondisi badannya juga tak kalah mengenaskan. Kondisi seperti ini sudah lama dialami Mutia. Jika tidak segera ditangani, ia terancam lumpuh permanen. Kondisi Mutia tak terlepas dari keadaan ekonomi orang tua gadis cilik ini. Sang ayah hanya sebagai pengumpul barang bekas yang juga harus menghidupi delapan anak lainnya.
Hal serupa dialami Lestari. Bayi berusia lima bulan ini harus harus mengenakan selang infus karena kondisinya mengkhawatirkan. Selain menderita gizi buruk, Lestari yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Djojonegoro, Temanggung, Jawa Tengah, juga menderita infeksi saluran pernapasan.
Saat lahir, bayi warga Desa Kemiri Ombo ini berat badannya 2,9 kilogram. Karena makanannya tidak terjaga, berat badan Lestari terus turun. Saat ini bobot tubuhnya hanya 2,5 kilogram. Padahal berat badan ideal anak seusianya minimal harus mencapai enam kilogram.
Gizi buruk juga dialami Arista Widya Rosidah. Nasibnya sangat memprihatinkan karena ia juga mengalami pengecilan kepala. Arista kini hidup di Boyolali, Jawa Tengah, dengan orang tua angkat setelah dibuang orang tua kandungnya. Sama seperti penderita gizi buruk lainnya, Arista sehari-hari tidak pernah diberikan susu dan dibawa ke dokter karena keterbatasan biaya. Orang tua angkatnya hanya berprofesi sebagai loper koran.(YNI/Tim Liputan 6 SCTV)
Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile. Try it now.
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Thursday, March 27, 2008
Kembar Tiga Bergizi Buruk Ada di Bone
Liputan6.com, Bone: Tangisan tiga bayi kembar penderita gizi buruk asal Bone, Sulawesi Selatan, seolah ingin merenungi nasibnya yang tak juga membaik sejak dilahirkan dua bulan lalu. Nuraisyah, Nurhaedah, dan Nuraeni, putri kembar tiga dari seorang penarik becak harus dirawat intensif di Rumah Sakit Tenriawaru, Bone, akibat gizi buruk.
Looking for last minute shopping deals? Find them fast with Yahoo! Search.
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Thursday, March 27, 2008
Puluhan TKI Tanpa Dokumen Gagal Berangkat
27/03/2008 Liputan6.com, Jakarta: Keberangkatan 50 tenaga kerja Indonesia ke Arab Saudi digagalkan tim kriminal khusus Kepolisian Daerah Metro Jaya, Rabu (26/3), karena tidak memiliki dokumen yang sah. Para TKI asal Jawa Tengah yang sebagian besar wanita ini disalurkan melalui dua perusahaan pengerah jasa tenaga kerja, yaitu PT Bajri Putra Mandiri dan PT Avida Alfia Duta yang berdomisili di Jakarta Timur.
Rencananya mereka akan dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga. Namun, hingga saat keberangkatan mereka belum memiliki dokumen yang sah.
Hingga dini hari tadi para TKI ilegal tersebut masih berada di Markas Polda Metro Jaya guna menjalani pemeriksaan. Polisi juga masih mencari pemilik PJTKI yang memberangkatkan mereka.(ADO/Deden Yulianes)
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights See Linked Article di Thursday, March 27, 2008
Label: keberangkatan, Liputan6-SCTV, masalah BMI
Khalid plans to charge migrant worker fee, Suaram protests
NST Online, 2008/03/26
Employers of foreign workers in Selangor may soon have to contribute either RM9 a month or RM100 a year per worker into a trust which will fund skills training programmes for local youths.
Menteri Besar Tan Sri Khalid Ibrahim said the objective of the move is to decrease the state's reliance on foreign workers by equipping the next generation of locals with relevant skills.
"The move will benefit employers in the long run."
ANOTHER LINK
Khalid said the state will propose the move to the federal government and will seek to establish and manage the trust.
"Youth are our most important resource and we want to ensure that they are both equipped and given the opportunity to contribute to the economy."
Khalid who was speaking to the press after chairing his first executive council meeting yesterday, said the move would also counter unemployment among locals.
There are between 1.5 million and 2 million foreign workers in Selangor.
In an imediate reaction, Suara Rakyat Malaysia (Suaram) took to task the Selangor government for its plans to collect a monthly fee from migrant workers in the state.
Its executive director Yap Swee Seng called on Khalid not to implement the plan to collect RM10 a month from migrant workers.
He also advised Khalid to consult civil society organisations before making any policy decisions in the future.
Yap said the migrant workers community was one of the most exploited and marginalised groups in society.
"They receive low wages and are often exploited by employers or recruitment agencies. By taxing those who are barely surviving, an extra heavy burden is added on them and their families," he said in a statement.
On Khalid's statement that the money collected would be used to set up a retraining fund for unemployed youths and in a long run reduce the reliance on migrant workers, Yap said it was scandalous for the state government to use the money for such purposes.
"Even if the monthly fee is to be paid by their employers, we are concerned that eventually this fee will be deducted from the workers," he said.
Yap said Parti had espoused the principle of justice but taxing the poor migrant workers to assist unemployed local youths did not measure up to the principle and spirit of justice.
By : Neville Spykerman
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Thursday, March 27, 2008