http://regional.kompas.com/read/xml/2009/09/30/1521467/Enam.Orgil.dan.Sembilan.Pengemis.Terjaring.Razia. Enam Orgil dan Sembilan Pengemis Terjaring Razia GRESIK, KOMPAS.com — Sedikitnya enam orang gila dan sembilan pengemis bersama dua bayi terjaring razia Satuan Polisi Pamong Praja Gresik sejak Selasa (29/9) hingga Rabu (30/9). Tim razia menyisir jalan utama di Gresik mulai dari kawasan Bunder, Veteran, sampai sekitar pasar kota Gresik. Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Gresik Karno, Rabu (30/9), menyatakan, 17 orang gepeng terjaring, dua di antaranya adalah bayi yang diajak mengemis. "Di perempatan Kebomas terjaring enam pengemis dan dua bayi. Orang gila yang terjaring di pintu tol Bunder, Jalan Dr Wahidin Sudiro Husodo di bawah jalan tol, Randuagung, Sidomoro, masing-masing terjaring satu orang gila. Di kawasan pasar kota ada dua orang gila. Total ada enam orang gila dua diantaranya perempuan," kata Karno. Razia gelandangan, pengemis, dan orang gila merupakan tindak lanjut atas atas keluhan masyarakat terhadap maraknya jumlah gepeng dan orgil di kawasan Gresik. Razia itu sesuai Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 25 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Ketentraman dan Ketertiban Umum di Kabupaten Gresik. "Kami melaksanakan amanat tersebut," ujarnya. Satpol PP Gresik akan berkoordinasi dengan pihak terkait tindak lanjut keseluruhan hasil razia ini. "Kami akan koordinasikan dengan Dinas Kependudukan Pelayanan Pencatatan Sipil dan Sosial soal gepeng. Sedangkan untuk orgil kami berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan dan RSUD Ibnu Sina Gresik," paparnya. |
30 September 2009
Enam Orgil dan Sembilan Pengemis Terjaring Razia
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Wednesday, September 30, 2009
Digusur, Ratusan PKL Pasar Kampung Lalang Mengadu ke DPRD Medan
http://www.detiknews.com/read/2009/09/30/143151/1211902/10/digusur-ratusan-pkl-pasar-kampung-lalang-mengadu-ke-dprd-medan Rabu, 30/09/2009 14:31 WIB Digusur, Ratusan PKL Pasar Kampung Lalang Mengadu ke DPRD Medan Khairul Ikhwan - detikNews ilustrasi Selain mengadukan nasib, para PKL juga melakukan aksi di depan Gedung DPRD Medan, Rabu (30/9/2009). Aksi ini dilakukan menyusul tindakan Satpol PP Pemko Medan yang menertibkan lapak ratusan PKL yang berjualan di pinggir Jl Gatot Subroto, kawasan perbatasan wilayah Medan dengan Kota Binjai, Selasa (29/9/2009) malam sekitar pukul 23.30 WIB. Dalam aksinya, para PKL yang kebanyakan kaum ibu ini membawa poster berisi kecaman terhadap Pemko Medan. Mereka menilai, penertiban tidak bijak tanpa menyediakan lapak baru bagi pedagang. "Asal main gusur saja. Jadi kami mau jualan di mana? Mau makan apa anak kami?" kata Serly Gultom, salah seorang pedagang. Setelah berorasi sekitar tiga jam, perwakilan para PKL akhirnya diterima Wakil Ketua DPRD Medan, Denny Ilham Panggabean. Kemudian para PKL membubarkan diri. (rul/nik) |
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Wednesday, September 30, 2009
Menolak Ditertibkan, Ratusan PKL Blokade Jalan
http://berita.liputan6.com/daerah/200909/245745/Menolak.Ditertibkan.Ratusan.PKL.Blokade.Jalan.Menolak Ditertibkan, Ratusan PKL Blokade JalanRidwan Pamungkas29/09/2009 16:02Liputan6.com, Cirebon: Ratusan pedagang kaki lima (PKL) di Kota Cirebon, Jawa Barat, Selasa (29/9), memblokade Jalan Tentara Pelajar. Aksi ini mereka lakukan sebagai bentuk penolakan rencana penggusuran tenda-tenda PKL di depan sebuah mal di jalan tersebut. Para pedagang menilai, rencana pemindahan itu akan mematikan nasib para PKL. Mereka menduga ada kepentingan lain antara Pemerintah Kota Cirebon dan pengelola mal terkait rencana tersebut.Namun, penutupan jalan ini tak berlangsung lama karena dibubarkan petugas Satuan Polisi Pamong Praja. Kedatangan petugas Satpol PP ke lokasi kejadian dihadang para pedagang yang sejak pagi telah bersiaga. Saling dorong pun terjadi. Ketegangan sempat terjadi ketika petugas Satpol PP berusaha membongkar tenda mereka. Setelah dilakukan pembicaraan antara petugas Satpol PP, sejumlah anggota DPRD Kota Cirebon, dan perwakilan pedagang, pembongkaran dilanjutkan kembali. Namun, hanya tenda PKL yang tidak ada pemiliknya saja yang dirubuhkan. Kepala Satpol PP Kota Cirebon, Deddy Nurayadi, menjelaskan, penertiban akan dilakukan lagi tiga hari mendatang. Untuk para pedagang yang digusur, pihaknya telah menyiapkan lokasi baru di sekitar Stasiun Prujakan.(IAN/YUS) |
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Wednesday, September 30, 2009
Miskin, Tiga Balita Gizi Buruk
http://www.poskota.co.id/berita-terkini/2009/09/29/miskin-tiga-balita-gizi-burukMiskin, Tiga Balita Gizi BurukSeptember 29, 2009 - 12:52 SURABAYA(Pos Kota)-Miskin, tiga balita menderita gizi buruk kin dirawat di RSU dr Soewandie Surabaya sejak Jumat lalu. Kondisi mereka berangsur-angsur membaik, namun 1 diantaranya masih sangat lemah. Menurut keterangan, ketiga balita ini menderita gizi buruk karena orangtua mereka miskin dan tidak mampu mencukupi kebutuhan gizi mereka. Misalnya seperti yang terjadi pada Sigo balita berumur 2 tahun asal Dukuh Pakis Surabaya ini tubuhnya tinggal tulang berbalut kulit, wajahnya pucat, dan matanya sayu. Beratnya hanya 5 Kg, padahal berat balita normal seusianya sekitar 10-15 Kg. panjang tubuhnya juga hanya 72 cm. Isa Ramayanti, ibu Sigo hanya bekerja sebagai buruh cuci. Penghasilannya Rp 25.000 per harinya.Anak Isa ada 4 orang dan tidak ada yang bersekolah. Ia mengaku tidak mempunyai uang untuk mencukupi gizi anaknya. Sigo anak bungsunya juga hanya diberinya makan nasi campur mie instant saja. Sementara itu, Indri satu diantara petugas rekam medik di RSU dr Soewandie mengatakan selain gizi buruk, ketiga balita itu juga menderita penyakit diare dan radang paru-paru. Pihak RS hanya akan mengobati penyakit diare dan radang paru-paru itu. Sedangkan mengenai gizi buruk akan ditangani oleh Puskesmas untuk dirawat sambil jalan. Untuk memberikan asupan gizi atau mengontrol gizi tiga balita itu, RSU dr Soewandie memberikan 50 cc susu formula khusus gizi buruk setiap 3 jam sekali kepada 3 balita itu.(nurqomar/B) |
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Wednesday, September 30, 2009
Derita Gizi Buruk Balita di Mojokerto
http://news.okezone.com/read/2009/09/29/340/260882/derita-gizi-buruk-balita-di-mojokertoDerita Gizi Buruk Balita di MojokertoSelasa, 29 September 2009 - 16:20 wibFoto: Tritus Julan (Koran SI) TUBUHNYA kurus kering. Tatapan matanya selalu kosong meski ada pemandangan mondar-mandir di depannya. Ramainya suasana di sekitar, tak banyak direspons Beni. Dari tangisan yang tak henti-hentinya itu, terlihat jika putra pertama pasangan Sutaji (40) dan Sumarni (33) ini merasakan kondisi yang tak sehat. |
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Wednesday, September 30, 2009
Tak Ada Biaya, Balita Gizi Buruk Dibawa Pulang dari RS
http://surabaya.detik.com/read/2009/09/29/182052/1211355/475/tak-ada-biaya-balita-gizi-buruk-dibawa-pulang-dari-rs Selasa, 29/09/2009 18:20 WIB Tak Ada Biaya, Balita Gizi Buruk Dibawa Pulang dari RS Tamam Mubarok - detikSurabaya Foto: Tamam Mubarrok Meski menggunakan kartu jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas), keluarga itu tetap membeli obat dengan biaya sendiri. "Saat di RSUD Mojosari maupun Gedeg, kami memang tidak dipungut biaya rawat inap. Tapi untuk obat, kami harus beli dengan biaya sendiri," kata Sumarni (33), ibu kandung Beni kepada detiksurabaya.com di rumah kakaknya, Desa Wringin Rejo, Kecamatan Sooko, Mojokerto, Selasa (29/9/2009). Beni sempat dirawat di RSUD Prof Dr Soekandar di Kecamatan Mojosari dan RSUD Ahmad Basuni di Kecamatan Gedeg. Kedua rumah sakit itu milik Pemkab Mojokerto. Namun menurut Sumarni, pelayanan di 2 rumah sakit itu, tidak seperti pasien umum. "Kami jarang ditinjau dokter," ungkapnya. Karena tidak ada biaya untuk membeli obat, keluarga lalu membawa pulang Beni dari rumah sakit. Menurut Sumarni, anaknya dinyatakan menderita gizi buruk. "Biaya hidup saat menunggu juga banyak. Karena tidak ada biaya, lebih baik saya bawa pulang saja," tuturnya. Sumarni bercerita saat lahir Beni memiliki berat badan 3,7 Kg. Berat badan itu kategori normal.. Namun selanjutnya, Beni sering sakit. Beni sering muntah dan buang air besar. Karena sakit yang diderita berat badannya tidak sebanding dengan usianya. Usia 13 bulan ini, berat badan Beni kurang dari 5 Kg. Padahal seusia Beni, berat badan ideal seharusnya 9 kilogram. Meski dirawat di rumah, Beni juga tidak mendapat asupan gizi yang cukup. Karena tidak mau mengonsumsi ASI, Beni terpaksa minum air putih dan air tajin atau sari beras yang dimasak. Bekerja serabutan dan lebih sering menganggur, Sutaji maupun Sumarni tak bisa memberi asupan gizi yang ideal buat anaknya. Keluarga miskin ini berharap ada bantuan dari Pemkab Mojokerto atau pihak lain, guna menunjang asupan gizi anaknya itu. (wln/wln) |
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Wednesday, September 30, 2009
Balita di Mojokerto Menderita Gizi Buruk
http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/09/29/20483032/Balita.di.Mojokerto.Menderita.Gizi.Buruk... Balita di Mojokerto Menderita Gizi Buruk Selasa, 29 September 2009 | 20:48 WIB Laporan wartawan KOMPAS Ingki RinaldiMOJOKERTO, KOMPAS.com - Seorang balita laki-laki bernama Deni Prasetyo (13 bulan) yang tinggal di Dusun Sambirejo, Desa Wringinrejo, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto diketahui menderita gizi buruk. Berat badannya pada Selasa (29/9) diketahui hanya sekitar lima kilogram, atau jauh di bawah standar berat badan rata-rata anak seusianya yang 11,5 kilogram. Deni yang merupakan anak pertama pasangan Sumarni (33) dan Sutaji (40) diketahui sudah mulai sakit-sakitan sejak dilahirkan. Sulasminingsih (38), salah seorang bibi Deni mengungkapkan bahwa kemenakannya itu memang relatif tidak beroleh asupan gizi yang cukup selama dalam masa pengasuhan. Sutaji, saat dihubungi menyatakan bahwa anaknya itu tidak memiliki kelainan selama berada dalam kandungan. Menurut Sutaji, Deni lahir dengan bobot normal 3,7 kilogram. Namun, selama dalam masa pengasuhan, Deni kemudian sakit-sakitan dengan penyakit diare serta muntaber yang kerap menyerangnya. Deni bahkan tercatat sudah dua kali dirawat di RSUD Prof Dr Soekandar Mojosari, dua kali di RSUD RA Basoeni Gedeg, dan satu kali di RSI Hasanah Mojokerto. Sutaji menambahkan, selama ini Deni diberi susu formula dari sejumlah merek susu untuk memenuhi kebutuhan gizinya.
|
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Wednesday, September 30, 2009
Gizi Buruk: Penanganan Figo Telat Setahun
http://www.surya.co.id/2009/09/30/gizi-buruk-penanganan-figo-telat-setahun.htmlGizi Buruk: Penanganan Figo Telat SetahunRabu, 30 September 2009 | 8:07 WIB | Posts by: jps | Kategori: Surabaya Raya | ShareThis SURABAYA - SURYA- Padahal Rajin ke Posyandu dan Puskesmas- Bocah gizi buruk Figo Ramadhan, 2, warga Dukuh Pakis Surabaya, ternyata sudah menderita sejak setahun lalu. Namun, penanganannya terlambat. Dia baru dilarikan ke RS pada 25 September 2009. Balita Gizi Buruk di RSU Dr Soewandhie 2009 : Balita Gizi Buruk Meninggal di RSU Dr Soewandhie 2009 : |
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Wednesday, September 30, 2009
Parkir Liar Semrawut
http://www.beritakota.co.id/berita/bodetabek/15753-parkir-liar-semrawut.html Parkir Liar Semrawut
|
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Wednesday, September 30, 2009
Kebakaran Hebat di Rawabebek Murni Musibah
http://www.beritakota.co.id/berita/kota/15767-kebakaran-hebat-di-rawabebek-murni-musibah-.html Kebakaran Hebat di Rawabebek Murni Musibah
|
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Wednesday, September 30, 2009
29 September 2009
Zulkifli Nurdin: Satpol PP Jangan Menggunakan Kekerasan
http://regional.kompas.com/read/xml/2009/09/21/02091319/Zulkifli.Nurdin.Satpol.PP.Jangan.Menggunakan.Kekerasan Zulkifli Nurdin: Satpol PP Jangan Menggunakan Kekerasan JAMBI, KOMPAS.com - Ratusan gelandangan dan pengemis (gepeng) di Kota Jambi, Minggu (20/9), mendapat uang sedekah dari Gubernur Jambi H Zulkifli Nurdin. |
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Tuesday, September 29, 2009
Ketika Balita Terpaksa Antre Sembako
http://www.detiknews.com/read/2009/09/21/135303/1207564/10/ketika-balita-terpaksa-antre-sembako- Senin, 21/09/2009 13:53 WIB Ketika Balita Terpaksa Antre Sembako Aprizal Rahmatullah - detikNews Foto TerkaitNina adalah salah satu dari puluhan bayi dan balita yang terpaksa diangkut petugas. Mereka terjebak di antara kerumunan massa yang sedang mengantre paket lebaran yang disediakan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo. Awalnya, mereka dibawa dan digendong sang Ibu saat berdesakan masuk di depan pintu gerbang Balaikota. Khawatir terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, petugas langsung berinisiatif mengangkut bocah-bocah tersebut ke halaman balai kota. "Ayo Ibu sini anaknya...anaknya...itu!" teriak salah seorang petugas Satpol, Senin, (21/9/2009). Nina dan belasan bocah lainnya akhirnya berhasil diangkut petugas masuk ke dalam. Beruntungnya tidak ada satu pun bayi yang luka maupun pingsan akibat antrean tersebut. Setelah masuk, bocah-bocah cilik ini diamankan dalam satu tempat, agar tidak hilang. Karena mereka terus menangis, Satpol PP yang sedang bertugas pun mendadak jadi pengasuh anak. Ribuan warga rela mengantre dan berdesak-desakan demi Rp 40 ribu dan paket sembako yang disediakan Gubernur DKI. Sebanyak 6000 paket telah disediakan dalam rangka hari Lebaran. Aksi ini juga diwarnai ricuh akibat massa saling dorong saat merangsek masuk ke dalam Balaikota. Belasan orang pingsan dan dua diantaranya dilarikan ke rumah sakit. Menurut Kepala Bagian Humas Pemprov DKI Jakarta Oyong Hanna Abidin, mestinya insiden ricuh ini tidak terjadi bila masyarakat tertib dalam mengantre. "Kalau masyarakat sabar pasti tidak seperti ini," ujar Oyong. Setelah menunggu cukup lama, Nina dan teman-temannya akhirnya berhenti menangis. Mereka akhirnya kembali dipertemukan dengan orang tua mereka. "Daripada ditinggal di rumah Mas, mending saya bawa saja," ucap sang Ibu saat ditanya mengapa anaknya dibawa mengantre. (ape/mad) |
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Tuesday, September 29, 2009
Satpol PP Jaga Pintu Masuk Pasar Jatinegara
http://www.poskota.co.id/berita-terkini/2009/09/24/satpol-pp-jaga-pintu-masuk-pasar-jatinegaraSatpol PP Jaga Pintu Masuk Pasar JatinegaraSeptember 24, 2009 - 11:31 JATINEGARA (POs Kota) - Puluhan pedagang Kaki-5 yang biasanya mangkal di depan pintu masuk Pasar Regional Jatinegara dan Pasar Grosir Jatinegara (PGJ) urung berjualan. Pasalnya, puluhan petugas Satpol PP kecamatan setempat, sejak Kamis (24/9) pagi sudah berjaga-jaga di lokasi dan melarang pedagang membuka lapak. Para pedagang yang datang ke lokasi tidak ada yang berani membuka lapak. "Wah, hari ini nggak bisa dagang deh. Saya mending mundur daripada nantinya barang dagangan saya disita petugas malah rugi berat," kata Syam, pedagang pakaian. Biasanya sejak pagi, puluhan pedagang sudah menggelar lapak di sepanjang pintu masuk pasar. Bahkan badan jalan depan PGJ juga ikut dipenuhi pedagang hingga ke jembatan penyeberangan. Namun kali ini pedagang terpaksa membungkus kembali barang dagangannya sebelum sempat dijual. Sejumlah pedagang mengaku sudah sejak Selasa (22/9) berjualan kembali usai Lebaran. "Hari ke tiga lebaran sudah ramai pembeli, makanya saya sudah buka lagi dan hanya libur saat hari pertama dan kedua Lebaran. Kalau nggak begini mau dikasih makan apa keluarga. Tapi kalau hari ini dilarang, ya mau bilang apa. Saya juga tau kalau di sini memang dilarang, makanya kalau ada petugas begini mending ngga usah buka dulu," papar Nirwan pedagang makanan dan minuman. Camat Jatinegara, Andri Yansyah, didampingi Wakil Camat Ali Murthado sejak pukul 06:00 sudah berada di lokasi bersama para petugas Satpol PP. "Kami hanya berjaga-jaga supaya lokasi yang dilarang berjualan ini tidak lagi dipakai pedagang berjualan," kata camat. Namun bila ada pedagang yang nekad tetap menggelar dagangannya, pihaknya tidak segan-segan menertibkan. "Di depan pintu masuk pasar ini kan dilarang berjualan tapi pedagang membandel sehingga bikin macet jalan," papar camat. Kemacetan Jl. Matraman Raya hingga Bekasi Timu Raya bukan hanya di trotoar dan badan jalan dipenuhi pedagang, tetapi banyak kendaraan pribadi yang juga parkir sembarangan. (dieni/sir) |
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Tuesday, September 29, 2009
Setor Uang ke Satpol PP Tiap Pekan, Pedagang Tetap Digusur
http://www.tempointeraktif.com/hg/tata_kota/2009/09/26/brk,20090926-199457,id.htmlSetor Uang ke Satpol PP Tiap Pekan, Pedagang Tetap DigusurSabtu, 26 September 2009 | 14:20 WIB TEMPO Interaktif, Bogor - Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bogor dibantu aparat terkait menertibkan pedagang kaki lima di Jalan Pajajaran. Kehadirian petugas di sana membuat puluhan pedagang kaki lima terpaksa harus membenahi kembali dagangannya dan menyingkir dari kawasan tersebut.Penertiban yang dimulai pada Sabtu (27/9) pukul 11.00 diawali dari arah timur Jalan Pajajaran. Tidak ada penolakan dari para pedagang, nemun raut muka kesal dari para pedagang sangat kentara. Menurut salah seorang pedagang bernama Abid, kekesalan itu dikarenakan para pedagang setiap minggu harus membayar pungutan yang diminta oknum petugas. Namun pada kenyataannya tempat julan mereka tetap digusur. "Setiap minggu kita bayar 100 ribu rupiah ke petugas Satpol PP. Tapi kalau sudah begini kok tidak bertanggung jawab," ujar Abid. Kekecewaan yang sama juga dirasakan Enday. Seperti Abid, Enday yang berjualan talas setiap minggu harus menyisihkan pendapatannya untuk membayar lapak yang dipakainya sebagai tempat berjualan. Bahkan tidak hanya pada hari minggu saja, menurutnya, pada saat ramai petugas kerap meminta uang tambahan. "Belum lagi kalau ada acara di gedung (Gedung Balebinarum tidak jauh dari tempat penjual) mereka (petugas Satpol PP) juga suka minta jatah lagi," ujar dia. Meskipun tidak bisa berbuat banyak, ke depan para pedagang itu memilih tetap bertahan di lokasi tempat mereka berjualan. "Sementara sekarang mnyingkir dulu nanti berjualan lagi, kalau ngak kemanalagi kita cari makan," ujar Enday. Ketika dikonfirmasi keluhan pedagang, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bogor H.R Bambang Budianto SH membantah pihaknya mengutip pungutan kepada para pedagang. Bambang juga menegaskan seandainya ada oknum anak buahnya yang 'bermain' dirinya akan melakukan tindakan tegas. "Tidak benar kita melakukan pungutan, dan kalaupun ada anak buah saya yang melakukan akan ditindak tegas," ujar Bambang. DIKI SUDRAJAT |
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Tuesday, September 29, 2009
Pedagang Mangga Bentrok dengan Satpol PP
http://regional.kompas.com/read/xml/2009/09/28/17194294/Pedagang.Mangga.Bentrok.dengan.Satpol.PP Pedagang Mangga Bentrok dengan Satpol PP MALANG, KOMPAS.com — Sepekan setelah Lebaran, Pemerintah Kota Malang, Senin (28/9), mulai melakukan razia terhadap pedagang kaki lima, gelandangan, dan pengemis di sekitar alun-alun kota, serta di seputaran Pasar Besar Malang. Pelaksanaan razia sempat diwarnai perlawanan oleh seorang pedagang buah mangga di depan pasar. Petugas Satpol PP dan pedagang itu sempat dorong-mendorong dan nyaris adu pukul. Pasalnya, pedagang itu menolak untuk diminta pindah. Menurut Kepala Satpol PP Pemkot Malang Bambang Suharijadi, razia merupakan kegiatan rutin yang dilakukan. Tidak hanya seusai Lebaran. Dijelaskannya, selama masa libur Lebaran, Pemkot Malang sudah memberi kelonggaran untuk berdagang di areal yang sebenarnya terlarang itu. "Sekarang Lebaran sudah usai, tempat ini sudah harus bersih," katanya. Pemberian "kelonggaran" untuk berjualan di jalur macet (seputar pasar besar) dan mengganggu keindahan (alun-alun) itu, menurut Bambang, merupakan bentuk toleransi menjelang Lebaran. "Istilahnya biar kita dan PKL itu sama-sama Lebarannya," ujar Bambang. |
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Tuesday, September 29, 2009
Rumitnya Menangkap Brutus di Satpol PP
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/29/12010917/Rumitnya.Menangkap.Brutus.di.Satpol.PP Ngadeupaan Lincar Rumitnya Menangkap Brutus di Satpol PP Selasa, 29 September 2009 | 12:01 WIB Senin (28/9) pukul 09.30, saya melongok telepon seluler saya yang sejak Minggu malam tergeletak di meja televisi. Ada dua panggilan tak terjawab dari dua rekan saya. Segera saya telepon balik. Teman saya mengabarkan, Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandung bersiap-siap merazia pedagang kaki lima (PKL) di Alun-alun Bandung dan Pasar Baru. Info serupa saya terima pada Minggu menjelang tengah malam. Pagi itu saya segera sarapan dan menuju lokasi yang dimaksud. Tiba di Alun-alun Bandung, suasananya jauh berbeda dari biasanya. Tidak ada lagi PKL yang biasanya mengepung Alun-alun dan Masjid Raya Bandung. Satpol PP pun hanya mengangkut dua truk kios PKL. Padahal, jumlah PKL di Alun-alun mencapai 130 orang. Jika semua kena razia, kiosnya bisa mencapai 12 truk. "Mungkin PKL sudah mendengar akan ada razia, makanya sepi," kata Kurnaedi, Kepala Bidang Operasi Satpol PP Kota Bandung. Dua truk kios PKL yang terjaring itu ironis dengan persiapan Kurnaedi yang sudah menyiagakan delapan truk dan 210 anak buahnya. Mereka hanya keliling Alun-alun dan Pasar Baru sebelum akhirnya kembali ke markas. Sebagaimana para wartawan, para PKL selalu pasang telinga terkait dengan informasi jadwal razia Satpol PP. Mereka juga kerap saling kontak sesama PKL untuk mengetahui perkembangan keamanan. Jadwal razia mudah diendus karena PKL punya jaringan ke dalam Satpol PP. Tentu jaringan tersebut beranggota oknum Satpol PP yang mencari untung dari PKL. Menurut penuturan warga, termasuk seorang PKL, para PKL membayar iuran minimal Rp 4.000 per bulan kepada pengepul. Pengepul ini menyerahkan uang itu kepada oknum Satpol PP yang disebut komandan. Komandan inilah yang nanti membisiki PKL jika ada razia. Sindikasi seperti ini sudah lama terendus petinggi Satpol PP, termasuk Wali Kota Bandung Dada Rosada. Kepala Satpol PP Kota Bandung Ferdi Ligaswara berulang kali berjanji akan menertibkan anggotanya dan membina oknum yang merusak citra Satpol PP itu. Beberapa anggota Satpol PP dia tegur karena terbukti meminta uang dari PKL. Rupanya praktik serupa masih ada. Pertemanan memang tidak selalu baik, apalagi jika berteman dalam misi ketidakjujuran. Kita berharap semoga Satpol PP bersih dari "kucing" yang doyan berteman dengan "tikus." Si "kucing" ibarat Brutus yang mengkhianati lembaganya. (Mohammad Hilmi Faiq) |
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Tuesday, September 29, 2009
Bekas TKW di Hongkong Jadi PSK
http://www.poskota.co.id/berita-terkini/2009/09/29/bekas-tkw-di-hongkong-jadi-pskBekas TKW di Hongkong Jadi PSKSeptember 29, 2009 - 11:29 SURABAYA(Pos Kota)- Puluhan pelacur penghuni lokalisasi Harapan Gude Kabupaten Madiun, Jawa Timur mulai berdatangan setelah libur Lebaran. Nampak muka lama menghiasi lokalisasi terbesar di Madiun tersebut disamping beberapa muka baru. Hasil pendataan pihak Satpol PP Kabupaten Madiun tercatat sudah ada 58 penghuni yang datang. Dari 58 penghuni yang memenuhi lokalisasi tersebut terdapat 2 penghuni baru yang berasal dari Dungus Madiun. Parni salah seorang penghuni baru wisma ini mengaku sebelumnya ia bekerja sebagai TKW di Hongkong. Namun karena ia tidak memiliki uang untuk kembali ia memilih untuk bekerja sebagai PSK. "Gak punya uang Mas buat ke Hongkong, terpaksa jadi PSK,"ujarnya. Sementara itu dari data yang ada jumlah seluruh penghuni lokalisasi wisma Harapan Gude lebih dari 87 namun pihak Dinsos Kab Madiun tidak bisa memulangkan kelebihan penghuni ini karena daya tampung hanya sebesar 70 orang dengan alasan tidak adanya dana.(nurqomar/B) |
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Tuesday, September 29, 2009
Label: Hongkong
Perguruan Tinggi Harus Tekan Angka Pengangguran Intelektual!
http://edukasi.kompas.com/read/xml/2009/09/25/14075095/Perguruan.Tinggi.Harus.Tekan.Angka.Pengangguran.Intelektual. Perguruan Tinggi Harus Tekan Angka Pengangguran Intelektual! Jumat, 25 September 2009 | 14:07 WIB KUPANG, KOMPAS.com — Perguruan tinggi memiliki peranan penting dalam pengentasan kemiskinan masyarakat, yaitu dengan menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Demikian hal itu dikatakan oleh rektor terpilih Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), periode 2009-2013, Pater Yulius Yasinto SVD, di Kupang, Jumat (25/9), saat membawakan materi seminar "Perguruan Tinggi (PT) Memasuki Milenium Baru". Dia mengatakan, dibanding tahun lalu, angka kemiskinan di NTT tahun ini mengalami penurunan, yaitu dari 27 persen menjadi 23,31 persen. Namun, angka kemiskinan tersebut masih tetap tinggi sehingga dibutuhkan komitmen bersama untuk mengentaskan masalah tersebut. "Angka kemiskinan di NTT menurun lebih dari empat persen," ujarnya. Dia menambahkan, perguruan tinggi memiliki peranan penting menyoal pengentasan kemiskinan, yaitu terkait dengan strategi menyiapkan SDM yang berkualitas. Karena itulah, perguruan tinggi di NTT harus mampu melakukan transformasi masyarakat dalam berbagai aspek melalui proses pendidikan. Peranan dalam pengembangan SDM untuk pengentasan kemiskinan tersebut, tambah Yulius, dibagi dalam dua tingkat, yakni praktis dan konseptual. Pada tingkat praktis, jelasnya, perguruan tinggi harus mampu menyediakan tenaga siap pakai untuk program-program pembangunan yang meningkatkan taraf hidup masyarakat. Sedangkan pada tingkat konseptual, perguruan tinggi harus bisa menghasilkan konsep-konsep inovatif dan kreatif dalam pembangunan dan menciptakan peluang kerja baru bagi masyarakat. Selama ini, tambah Yulius, tantangan perguruan tinggi dalam mengentaskan masalah kemiskinan adalah karena adanya keluhan dari masyarakat tentang lulusan yang tidak siap pakai atau kaya teori, tetapi miskin keterampilan. "Setiap tahun ribuan lulusan perguruan tinggi hanya menambah panjang barisan penganggur intelektual," katanya. Dengan demikian, lanjut Yulius, Unwira Kupang berkomitmen untuk menghasilkan lulusan yang siap pakai dan mandiri. Kondisi di NTT sudah mengharuskan seorang lulusan PT yang siap pakai untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan praktis. Dengan demikian, dibutuhkan manusia-manusia yang kreatif dan inovatif untuk membaca arah perubahan masyarakat dan tersedianya berbagai peluang baru. LTF Sumber : Ant |
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Tuesday, September 29, 2009
Aceh Butuh “Blue Print” 20 Tahun
http://beritasore.com/2009/09/28/aceh-butuh-blue-print-20-tahun/Aceh Butuh "Blue Print" 20 TahunBanda Aceh ( Berita ) : Anggota DPR RI Ferry Mursyidan Baldan menyatakan Provinsi Aceh membutuhkan "blue print" (cetak biru) untuk pembangunan 20 tahun, sehingga hasil yang dicapai akan lebih baik dibandingkan sebelum musibah tsunami 26 Desember 2004. "Pembangunan Aceh akan lebih fukos dan baik jika disertai adanya perencanaan yang matang melalui cetak biru tersebut," katanya dalam sebuah pertemuan dengan sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) di Banda Aceh, Sabtu [26/09]. Ferry Mursyidan Baldan bersama 19 anggota DPR RI yang tergabung dalam tim pemantau Undang Undang No.11/2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) juga menggelar pertemuan dengan sejumlah pejabat pemerintah di provinsi ujung paling barat di Indonesia itu. Menurut dia, sulit melihat tingkat keberhasilan pembangunan Aceh pasca konflik bersenjata dan musibah tsunami yang telah dilakukan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) dan pemerintah tanpa adanya cetak biru. "Pencapaian kemajuan pembangunan terhadap lima skala prioritas seperti bidang infrastruktur, pendidikan, kesehatan, pengentasan kemiskinan dan ekonomi sulit diukur tanpa adanya blue print tersebut," katanya menambahkan. Sebagian besar wilayah pesisir pantai provinsi berpenduduk sekitar 4,6 juta jiwa tersebut luluh-lantak akibat diterjang tsunami yang mengakibatkan juga sekitar 250 ribu jiwa penduduk dilaporkan meninggal dunia dan hilang. Karenanya, Ferry Mursyidan Baldan, menyatakan pemerintah juga perlu membuat keseragaman perencanaan pembangunan terhadap 23 kabupaten/kota di provinsi tersebut. Lima prioritas pembangunan Aceh pasca konflik dan tsunami itu merupakan amanah UUPA, dengan harapan bisa terlaksana dan dirasakan masyarakat daerah ini, ujar politisi Partai Golkar itu. "Saya yakin tidak akan muncul kecemburuan sosial bila berbagai program pembangunan dilakukan secara fokus sesuai kebutuhan di seluruh kabupaten/kota," katanya. Pemerataan kesempatan sebagai amanah UUPA dengan alokasi dana lumayan besar harus dimanfaatkan secara optimal bagi kesejahteraan masyarakat Aceh dibawah kepemimpinan Gubernur Irwandi Yusuf dan Wakil Gubernur Muhammad Nazar, ujarnya. ( ant ) |
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Tuesday, September 29, 2009
Kekerasan Terhadap Perempuan Capai 20 Ribu Kasus
http://www.tempointeraktif.com/hg/hukum/2009/09/28/brk,20090928-199773,id.htmlKekerasan Terhadap Perempuan Capai 20 Ribu KasusSenin, 28 September 2009 | 21:31 WIB TEMPO Interaktif, GARUT - Menteri Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta menyatakan kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga masih tinggi di Indonesia. Pada tahun ini, jumlah kasus yang tercatat melebihi angka 20 ribu kasus. "Kekerasan perempuan dan anak menjadi fokus kerja kami untuk menurunkannya," ujarnya di Gedung Pendopo Kabupaten Garut, Jawa Barat, Senin (28/9). SIGIT ZULMUNIR |
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Tuesday, September 29, 2009
11,05% Masyarakat Sumut Hidup di Bawah Garis Kemiskinan
http://hariansib.com/?p=9410811,05% Masyarakat Sumut Hidup di Bawah Garis KemiskinanPosted in Medan Kita by Redaksi on September 29th, 2009 Medan (SIB) |
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Tuesday, September 29, 2009
Pascalebaran, Gepeng Banjiri Kota Bandung
http://www.republika.co.id/berita/78385/Pascalebaran_Gepeng_Banjiri_Kota_BandungPascalebaran, Gepeng Banjiri Kota Bandung By Republika Newsroom Senin, 28 September 2009 pukul 16:13:00 Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Bandung, Ferdi Ligaswara, menjelaskan, ribuan gepeng tersebut kebanyakan berasal dari Indramayu, Pekalongan, Tegal dan Brebes. Kedatangan mereka ke Kota Bandung, sambung dia, terjadi sejak pertengahan Bulan Ramadhan. Ferdi menjelaskan, dari awal, gepeng yang tiba di Kota Bandung tersebut memang berniat akan mencari uang di jalanan. Mereka, jelas dia, kebanyakan berasal dari kelompok masyarakat yang bermental pemalas. Dia menyatakan, Kota Bandung sebagai pusat kegiatan ekonomi di Jabar, dianggap sebagai ladang mata pencaharian. Ferdi menjelaskan, mereka tidak sadar bila kehadiran gepeng di Kota Bandung akan menambah persoalan sosial. Hasil pemeriksaannya ke sejumlah lokasi beroperasinya gepeng, sambung Ferdi, gepeng yang baru datang itu tergiur oleh ajakan temannya yang lebih dulu menjadi gepeng. Dia mengaku kesulitan melarang kedatangan gepeng tersebut. Mengingat, jelas Ferdi, mereka tiba di Kota Bandung seperti layaknya warga lain yang akan mencari kerja. Untuk itu, pihaknya menggelar operasi yustisi agar gepeng pendatang itu bias teridentifikasi. Kalau memang dari awal ketahuan akan menjadi gepeng, pihaknya tentu akan mengembalikannya. Pihaknya mengaku prihatin terhadap gepeng yang mayoritas berusia produktif. Selain itu, papar dia, secara fisik, mereka masih memungkinkan untuk menjadi pekerja biasa, selain menjadi gepeng. ''Kami minta jangan datang ke Bandung kalau hanya akan menjadi gepeng,'' ujar Ferdi kepada wartawan, Senin (28/9). Pihaknya menyatakan, dari sekian daerah di Jabar, Kota Bandung yang kerap menjadi incaran gepeng. san/ahi |
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Tuesday, September 29, 2009
Pengemis Juga Ingin Mudik...
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/17/04194536/Pengemis.Juga.Ingin.Mudik... LEBARAN Pengemis Juga Ingin Mudik... Kamis, 17 September 2009 | 04:19 WIB Jakarta mulai sepi ditinggalkan warganya mudik ke kampung halaman. Begitu juga dengan pengemis yang tinggal di "sentra pengemis" Kampung Lio, Kecamatan Beji, Depok, Jawa Barat, Selasa (15/9). "Saya ingin mudik, tetapi belum cukup modal. Akhirnya yang pulang istri saja. Dia bawa Rp 700.000 untuk dibagi buat keponakan di Losarang," kata Marta (60), pria yang matanya cacat sebelah. Sedianya Marta ingin mudik bersama istri untuk menengok tujuh keponakan yang mereka biayai hidupnya. Marta, yang kehilangan pekerjaan sebagai penggembala kambing, setahun terakhir menjadi pengemis di Jakarta setelah dirayu seorang teman dari Indramayu, Jawa Barat. Saat ditemui menjelang petang, Marta baru selesai mandi seusai "bekerja" keliling kampung. Marta bersama istrinya, Talem (50), mengontrak sebuah kamar semipermanen seharga Rp 150.000 per bulan. Meski enggan mengungkapkan berapa penghasilannya, Marta mengaku selama sebulan terakhir penghasilannya merosot. "Sekarang, penghasilan bekerja sehari hanya sekitar Rp 20.000 saja. Paling banyak Rp 50.000 setelah keliling kampung tiga sampai empat jam," ujarnya. Paceklik pendapatan juga diakui Atim (48), pengemis yang mengidap penyakit kusta. Atim mengaku saat ini pendapatannya turun drastis. "Biasanya bisa mendapat sekurangnya Rp 100.000. Sebetulnya kalau masih bisa macul (mencangkul), saya juga tidak mau bekerja seperti ini," kata Atim, asal Cikedung, Indramayu. Sehari-hari, Atim mencari nafkah di sekitar Stasiun Kereta Api Universitas Indonesia hingga di bawah terowongan UI. "Saya berangkat naik kereta dari Stasiun Depok, turun di Stasiun UI. Kalau jalan kaki sudah tidak kuat karena kondisi fisik cacat," kata Atim. Nasori (54), juragan lapak pemulung di Kampung Lio, membenarkan keterangan Marta dan Atim. "Tahun ini tidak seperti tahun lalu. Bisnis barang bekas hingga para pengemis juga lesu. Mungkin karena perputaran uang sudah habis untuk pesta demokrasi sehingga kita-kita tidak kebagian," tuturnya. Menurut Nasori, dalam keadaan normal, setidaknya seorang pengemis biasa menukarkan dan menitipkan uang kepadanya sekitar satu sampai dua juta rupiah per bulan. Uang itu diambil kalau mereka mau pulang kampung. Warga Depok dan Jakarta yang biasa melihat kehidupan di balik layar para pengemis menilai profesi pengemis menjanjikan kesejahteraan. Heru, seorang tukang ojek yang biasa mangkal di stasiun kereta, kerap mendapati pengemis menukar uang recehan dengan beberapa lembar uang kertas Rp 50.000 hingga Rp 100.000. "Kalau Mas mau tunggu di dekat Stasiun UI pada jam-jam tertentu, mereka menukar uang hasil mengemis dengan uang kertas Rp 50.000 hingga Rp 100.000-an. Bahkan, saya pernah bertemu pengemis tunanetra tukar uang recehan dengan empat lembar uang kertas Rp 100.000," kata Heru seraya geleng-geleng kepala. Samian, pengemudi taksi yang ditemui di Jakarta Selatan, juga mengaku sering melihat anak-anak jalanan yang kerap meminta uang kepada pengguna jalan sedang memainkan ponsel berfitur canggih. Lebih seru lagi keterangan Vivi, seorang warga Menteng, Jakarta Pusat. "Tukang minta-minta yang biasa mangkal di dekat rumahku kemarin mengaku habis merenovasi rumahnya senilai Rp 70 juta," kata Vivi. Namun, tudingan penghasilan melimpah dari mengemis ditampik Atim dan Marta. Menurut mereka, penghasilan mengemis hanya sekadar untuk menyambung hidup dan selebihnya membantu keuangan keluarga besar di kampung halaman. "Makanya, kami tetap ingin mudik selepas Lebaran. Mudah-mudahan ada rezeki cukup untuk ongkos pulang," kata Marta yang diamini Atim. Keberadaan pengemis di Jakarta dan sekitarnya memang kontroversial. Toh, mereka juga manusia biasa yang tetap ingin pulang ke tempat mereka berasal, seperti jutaan warga Jakarta lainnya yang memiliki profesi terhormat.(Iwan Santosa) |
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Tuesday, September 29, 2009
Gelandangan Serbu Kota Banjarmasin
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2009/09/18/36646 18 September 2009 | 18:45 wib | Nasional Gelandangan Serbu Kota BanjarmasinBanjarmasin, CyberNesws. Gelandangan dan pengemis (Gepeng) menjelang Lebaran 1430 Hijriah namapk mulai berdatangan ke Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel). ( Ant / CN08 ) |
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Tuesday, September 29, 2009
Jakarta Lengang, Pengemis Meningkat
http://berita.liputan6.com/ibukota/200909/244749/Jakarta.Lengang.Pengemis.MeningkatJakarta Lengang, Pengemis MeningkatDonvito Samartha19/09/2009 13:10Liputan6.com, Jakarta: Tak seperti hari biasanya yang selalu padat kendaraan dan macet, suasana jalan-jalan utama di Ibu Kota lengang. Sebut saja, ruas Jalan Raya Thamrin dan Sudirman, Jakarta Pusat, Sabtu (19/9) siang, justru amat lengang dari hiruk pikuk mobil maupun sepeda motor yang biasa melintasi wilayah ini. Hal yang tidak jauh berbeda juga terlihat dari pusat perniagaan serta perkantoran di Jalan Sudirman. Sebab, sebagian besar perkantoran di wilayah ini meliburkan karyawannya. Suasana berbeda terlihat di Jalan Gatot Subroto yang terlihat cukup ramai lancar. Sepinya beberapa ruas jalan dan pusat perniagaan serta perkantoran karena sejak Jumat kemarin para pekerja mulai libur menyambut Hari Raya Idulfitri. Meski begitu, sepinya Jakarta tak membuat para pengemis menghentikan kegiatannya. Seperti di lampu merah Tanahabang, Jakpus. Para pengemis di kawasan ini tidak segan menghampiri pengendara kendaraan dan meminta uang. Meski telah ditertibkan, mereka tak juga jera. Bahkan, jumlahnya cenderung meningkat menjelang Lebaran. Selengkapnya simak video berikut.(BOG/AND) |
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Tuesday, September 29, 2009
Puluhan Pengemis Musiman Geruduk Lapangan Gasibu
http://regional.kompas.com/read/xml/2009/09/20/08094182/Puluhan.Pengemis.Musiman.Geruduk.Lapangan.Gasibu Puluhan Pengemis Musiman Geruduk Lapangan Gasibu BANDUNG, KOMPAS.com — Puluhan pengemis musiman menyerbu Lapangan Gasibu, Bandung, untuk mengais rezeki kepada warga yang melaksanakan shalat Idul Fitri 1430 Hijriah di lapangan tersebut.. Di Lapangan Gasibu, Minggu (20/9), puluhan pengemis anak-anak hingga orangtua tampak menyerbu warga seusai pelaksanaan shalat Idul Fitri. |
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Tuesday, September 29, 2009
Mereka Tetap Mengadu Nasib di Istiqlal...
http://megapolitan.kompas.com/read/xml/2009/09/20/10014741/Mereka.Tetap.Mengadu.Nasib.di.Istiqlal... Mereka Tetap Mengadu Nasib di Istiqlal... Minggu, 20 September 2009 | 10:01 WIB JAKARTA, KOMPAS.com — Kendati Pemerintah Provinsi Daerah DKI Jakarta telah mengeluarkan peraturan daerah yang melarang warga memberikan sedekah kepada pengemis, dan bahkan menindak beberapa orang yang melanggar, mereka tetap nekat mengadu nasib di Masjid Agung Istiqlal, Jakarta, Minggu (20/9). Lihat saja. Puluhan pengemis berada di dalam dan luar kompleks masjid yang berseberangan dengan Gereja Katedral tersebut. Ratna (50), seorang pengemis asal Sukabumi, mengaku telah datang ke Masjid Istiqlal sejak pukul 05.00 pagi. Setelah mengemis lebih dari empat jam, Ratna mengaku perolehan tahun ini berkurang dibandingkan tahun lalu. Namun, toh Ratna telah mengantisipasi hal ini. "Tahun ini, saya membawa anak saya untuk ngemis. Jadi lumayan kalau digabungin," katanya. Sukur (55), pengemis asal Sukabumi, mengatakan, larangan mengemis tidak berpengaruh signifikan terhadap "omzet" mengemis tahunannya di Istiqlal. "Tetap banyak yang ngasih," ujar Sukur tanpa mau menyebutkan angka perolehannya. Selain mengemis, Ratna, Sukur, dan beberapa teman mereka berencana ingin "berburu" sedekah di acara-acara open house sejumlah politisi dan pejabat. Mereka mengaku akan segera meninggalkan Ibu Kota seusai Lebaran nanti. |
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Tuesday, September 29, 2009
Gubernur Jambi Bagi Angpau Ratusan "Gepeng"
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2009/09/19/36729 21 September 2009 | 08:59 wib | Daerah Gubernur Jambi Bagi Angpau Ratusan "Gepeng"Jambi, CyberNews. Ratusan gelandangan dan pengemis (gepeng) di Kota Jambi, Minggu, mendapat "angpau" atau uang saku dari Gubernur Jambi H Zulkifli Nurdin, angpau tersebut diserahkan usai sholat Ied di Mesjid Agung Al-Falah Kota Jambi. ( Ant / smcn ) |
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Tuesday, September 29, 2009
Diserbu Pedagang Liar, SPBU Datangkan Brimob
http://regional.kompas.com/read/xml/2009/09/23/08524029/Diserbu.Pedagang.Liar..SPBU.Datangkan.Brimob Diserbu Pedagang Liar, SPBU Datangkan Brimob Laporan wartawan Sonora Liliek Setyowibowo CIREBON, KOMPAS.com — Untuk mengantisipasi pedagang liar, pengemis, dan parkir liar, pihak stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU) di Km 227 ruas Tol Palikanci, Desa Situpatok, menambah petugas keamanan. Hal ini dilakukan karena pada saat terjadi arus mudik sebelum Lebaran, SPBU di seberangnya "diserbu" pedagang liar. Menurut Dadang, Kepala Sub Bagian Lalu Lintas dan Kamtib Jasa Marga Palikanci, SPBU yang biasanya dijaga satu orang petugas keamanan, sejak tadi malam ditambah empat anggota Brimob. Sebelumnya, petugas Jasa Marga sempat menghalau masyarakat yang akan berjualan di sekitar SPBU. Namun, petugas justru dibalas dengan lemparan batu. Menurut Dadang, posisi SPBU memang tidak berpagar, jadi langsung terhubung dengan permukiman. |
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Tuesday, September 29, 2009
PKL Tetap Ngeyel Jualan Di Tepi Pantai
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2009/09/27/37031 27 September 2009 | 15:21 wib | Daerah PKL Tetap Ngeyel Jualan Di Tepi PantaiBantul, CyberNews. Meski dilarang jualan di pinggir pantai Parangtritis, namun tampaknya larangan itu tak berlaku bagi pedagang kaki lima (PKL). Buktinya, selama liburan lebaran ini masih banyak pedagang yang tetap jualan di tempat tersebut. ( Sugiarto / CN13 ) |
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Tuesday, September 29, 2009
Masih Suasana Lebaran, Satpol PP Bentrok dengan PKL
http://berita.liputan6.com/daerah/200909/245329/Masih.Suasana.Lebaran.Satpol.PP.Bentrok.dengan.PKLMasih Suasana Lebaran, Satpol PP Bentrok dengan PKLPatria dan Agus Raharja25/09/2009 19:08 Liputan6.com, Cimahi: Kendati masih dalam situasi Lebaran, petugas Satuan Polisi Pamong Praja bentrok dengan para pedagang kaki lima (PKL) di Kota Cimahi, Jawa Barat, Jumat (25/9) siang. Ini terjadi saat petugas hendak menertibkan para pedagang di Jalan Cimindi, Baros, Leuwi Gajah, dan lokasi lain. Puluhan pedagang yang kepergok melakukan pelanggaran karena berjualan di daerah terlarang harus menerima nasib, yaitu barang dagangannya digusur dan dihancurkan. Namun, sebagian pedagang berusaha mempertahankannya. Alhasil, perang mulut dan saling dorong pun tak terhindarkan. Petugas beralasan, penertiban ini dilakukan untuk mengantisipasi maraknya PKL yang diperkirakan semakin banyak pascalebaran.(UPI/YUS) |
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Tuesday, September 29, 2009
Digusur Setelah Lebaran, Pedagang Koja Mengadu ke DPRD
http://megapolitan.kompas.com/read/xml/2009/09/16/15122228/Digusur.Setelah.Lebaran..Pedagang.Koja.Mengadu.ke.DPRD.. Digusur Setelah Lebaran, Pedagang Koja Mengadu ke DPRD
JAKARTA, KOMPAS.com - Sekitar lima ratus pedagang Lorong 104 atau Sentra Usaha Kecil Permai Koja, Jakarta Utara, berdemonstrasi di Kantor DPRD DKI Jakarta, Rabu (16/9) di Jakarta Pusat. Mereka meminta agar rencana penggusuran yang bakal dilaksanakan pascalebaran ditunda. "Kami menuntut penghentian penggusuran pasar sebelum ada lokasi pemindahan yang disepakati pedagang. Lokasi pemindahan juga harus dapat dijangkau oleh konsumen agar kami dapat berjualan dengan baik," kata Syamsul Rizal, Ketua Pengurus Keluarga Besar Forum Komunikasi Pedagang Tradisional Sentra Usaha Kecil. Menurut Syamsul, perwakilan pedagang sudah menanyakan kepastian rencana penggusuran pada Wali Kota Jakarta Utara Bambang Sugiyono. Mereka dipastikan akan digusur Rabu (23/9) mendatang. Lorong 104 adalah salah satu gang di Jalan Yos Sudarso, Jakarta Utara. Musa, salah satu pedagang, mengatakan, mereka sudah berdagang di kawasan itu sejak 1960-an. Pada tahun 2000, Pemprov DKI Jakarta membangun tenda raksasa untuk menaungi para pedagang. Pada tahun 2002, (mantan) Gubernur Sutiyoso meresmikan Lorong 104 sebagai sentra pedagang kaki lima dan dianggap sebagai katup ekonomi kota. Terdapat sekitar 700 orang pedagang yang menempati lorong selebar enam meter dan panjang sekitar 500 meter. Lorong itu tidak dapat dilalui kendaraan bermotor karena banyaknya jumlah pedagang. Kebijakan penggusuran diambil oleh Pemprov DKI karena Lorong 104 akan difungsikan lagi sebagai jalan. Rencananya, para pedagang akan dipindahkan ke Pasar Sindang, Pasar Kompleks, dan lokasi binaan di Lorong 103. Para pedagang yang datang ke kantor DPRD dengan menumpang 22 unit Metro Mini itu menolak relokasi yang ditawarkan Pemerintah Kota Jakarta Utara. Menurut Syamsul, lokasi-lokasi penampungan itu sepi dan mereka bakal bangkrut jika harus berdagang di lokasi-lokasi itu. Para pedagang diterima beberapa anggota DPRD DKI Jakarta. Ketua Fraksi PKS, Nurmansjah Lubis mengatakan, Pemprov sebenarnya sudah menyiapkan penampungan baru di Lorong 103. Namun, jumlahnya masih belum sebanding d engan jumlah pedagang. Di sisi lain, para pedagang menolak relokasi di lokasi binaan Lorong 103 karena ukurannya dianggap terlalu sempit, 1,5 meter kali 1,5 meter. Menurut Nurmansjah, lokasi penampungan harus disiapkan secara matang sebelum penggusuran dilakukan.
|
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Tuesday, September 29, 2009
Sen, Sep 28, 2009
Aceh