-->

Headlines

The Ecosoc News Monitor

30 September 2009

Enam Orgil dan Sembilan Pengemis Terjaring Razia

http://regional.kompas.com/read/xml/2009/09/30/1521467/Enam.Orgil.dan.Sembilan.Pengemis.Terjaring.Razia.

Enam Orgil dan Sembilan Pengemis Terjaring Razia
Rabu, 30 September 2009 | 15:21 WIB

GRESIK, KOMPAS.com — Sedikitnya enam orang gila dan sembilan pengemis bersama dua bayi terjaring razia Satuan Polisi Pamong Praja Gresik sejak Selasa (29/9) hingga Rabu (30/9). Tim razia menyisir jalan utama di Gresik mulai dari kawasan Bunder, Veteran, sampai sekitar pasar kota Gresik. Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Gresik Karno, Rabu (30/9), menyatakan, 17 orang gepeng terjaring, dua di antaranya adalah bayi yang diajak mengemis.

"Di perempatan Kebomas terjaring enam pengemis dan dua bayi. Orang gila yang terjaring di pintu tol Bunder, Jalan Dr Wahidin Sudiro Husodo di bawah jalan tol, Randuagung, Sidomoro, masing-masing terjaring satu orang gila. Di kawasan pasar kota ada dua orang gila. Total ada enam orang gila dua diantaranya perempuan," kata Karno.

Razia gelandangan, pengemis, dan orang gila merupakan tindak lanjut atas atas keluhan masyarakat terhadap maraknya jumlah gepeng dan orgil di kawasan Gresik. Razia itu sesuai Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 25 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Ketentraman dan Ketertiban Umum di Kabupaten Gresik. "Kami melaksanakan amanat tersebut," ujarnya.

Satpol PP Gresik akan berkoordinasi dengan pihak terkait tindak lanjut keseluruhan hasil razia ini. "Kami akan koordinasikan dengan Dinas Kependudukan Pelayanan Pencatatan Sipil dan Sosial soal gepeng. Sedangkan untuk orgil kami berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan dan RSUD Ibnu Sina Gresik," paparnya.



Read More...

Digusur, Ratusan PKL Pasar Kampung Lalang Mengadu ke DPRD Medan

http://www.detiknews.com/read/2009/09/30/143151/1211902/10/digusur-ratusan-pkl-pasar-kampung-lalang-mengadu-ke-dprd-medan

Rabu, 30/09/2009 14:31 WIB
Digusur, Ratusan PKL Pasar Kampung Lalang Mengadu ke DPRD Medan
Khairul Ikhwan - detikNews

ilustrasi
Medan - Sekitar 200 pedagang kaki lima (PKL) Pasar Kampung Lalang digusur dari lapak jualannya. Mereka pun mengadukan nasib mereka ke DPRD Medan.

Selain mengadukan nasib, para PKL juga melakukan aksi di depan Gedung DPRD Medan, Rabu (30/9/2009).

Aksi ini dilakukan menyusul tindakan Satpol PP Pemko Medan yang menertibkan lapak ratusan PKL yang berjualan di pinggir Jl Gatot Subroto, kawasan perbatasan wilayah Medan dengan Kota Binjai, Selasa (29/9/2009) malam sekitar pukul 23.30 WIB.

Dalam aksinya, para PKL yang kebanyakan kaum ibu ini membawa poster berisi kecaman terhadap Pemko Medan. Mereka menilai, penertiban tidak bijak tanpa menyediakan lapak baru bagi pedagang.

"Asal main gusur saja. Jadi kami mau jualan di mana? Mau makan apa anak kami?" kata Serly Gultom, salah seorang pedagang.

Setelah berorasi sekitar tiga jam, perwakilan para PKL akhirnya diterima Wakil Ketua DPRD Medan, Denny Ilham Panggabean. Kemudian para PKL membubarkan diri.

(rul/nik)


Read More...

Menolak Ditertibkan, Ratusan PKL Blokade Jalan

http://berita.liputan6.com/daerah/200909/245745/Menolak.Ditertibkan.Ratusan.PKL.Blokade.Jalan.

Menolak Ditertibkan, Ratusan PKL Blokade Jalan  

Ridwan Pamungkas
29/09/2009 16:02
Liputan6.com, Cirebon: Ratusan pedagang kaki lima (PKL) di Kota Cirebon, Jawa Barat, Selasa (29/9), memblokade Jalan Tentara Pelajar. Aksi ini mereka lakukan sebagai bentuk penolakan rencana penggusuran tenda-tenda PKL di depan sebuah mal di jalan tersebut. Para pedagang menilai, rencana pemindahan itu akan mematikan nasib para PKL. Mereka menduga ada kepentingan lain antara Pemerintah Kota Cirebon dan pengelola mal terkait rencana tersebut.

Namun, penutupan jalan ini tak berlangsung lama karena dibubarkan petugas Satuan Polisi Pamong Praja. Kedatangan petugas Satpol PP ke lokasi kejadian dihadang para pedagang yang sejak pagi telah bersiaga. Saling dorong pun terjadi. Ketegangan sempat terjadi ketika petugas Satpol PP berusaha membongkar tenda mereka.

Setelah dilakukan pembicaraan antara petugas Satpol PP, sejumlah anggota DPRD Kota Cirebon, dan perwakilan pedagang, pembongkaran dilanjutkan kembali. Namun, hanya tenda PKL yang tidak ada pemiliknya saja yang dirubuhkan. Kepala Satpol PP Kota Cirebon, Deddy Nurayadi, menjelaskan, penertiban akan dilakukan lagi tiga hari mendatang. Untuk para pedagang yang digusur, pihaknya telah menyiapkan lokasi baru di sekitar Stasiun Prujakan.(IAN/YUS)


Read More...

Miskin, Tiga Balita Gizi Buruk

http://www.poskota.co.id/berita-terkini/2009/09/29/miskin-tiga-balita-gizi-buruk

Miskin, Tiga Balita Gizi Buruk

September 29, 2009 - 12:52
Kategori Berita Terkini, Daerah

SURABAYA(Pos Kota)-Miskin, tiga balita menderita gizi buruk kin dirawat di  RSU dr Soewandie Surabaya sejak Jumat lalu. Kondisi mereka berangsur-angsur membaik, namun 1 diantaranya masih sangat lemah.

Menurut keterangan, ketiga balita ini menderita gizi buruk karena orangtua mereka miskin dan tidak mampu mencukupi kebutuhan gizi mereka.

Misalnya seperti yang terjadi pada Sigo balita berumur 2 tahun asal Dukuh Pakis Surabaya ini tubuhnya tinggal tulang berbalut kulit, wajahnya pucat, dan matanya sayu. Beratnya hanya 5 Kg, padahal berat balita normal seusianya sekitar 10-15 Kg. panjang tubuhnya juga hanya 72 cm.

Isa Ramayanti, ibu Sigo hanya bekerja sebagai buruh cuci. Penghasilannya  Rp 25.000 per harinya.Anak Isa ada 4 orang dan tidak ada yang bersekolah. Ia mengaku tidak mempunyai uang untuk mencukupi gizi anaknya. Sigo anak bungsunya juga hanya diberinya makan nasi campur mie instant saja.

Sementara itu, Indri satu diantara petugas rekam medik di RSU dr Soewandie mengatakan selain gizi buruk, ketiga balita itu juga menderita penyakit diare dan radang paru-paru. Pihak RS hanya akan mengobati penyakit diare dan radang paru-paru itu. Sedangkan mengenai gizi buruk akan ditangani oleh Puskesmas untuk dirawat sambil jalan.

Untuk memberikan asupan gizi atau mengontrol gizi tiga balita itu, RSU dr Soewandie memberikan 50 cc susu formula khusus gizi buruk setiap 3 jam sekali kepada 3 balita itu.(nurqomar/B)



Read More...

Derita Gizi Buruk Balita di Mojokerto

http://news.okezone.com/read/2009/09/29/340/260882/derita-gizi-buruk-balita-di-mojokerto

Derita Gizi Buruk Balita di Mojokerto

Selasa, 29 September 2009 - 16:20 wib
Foto: Tritus Julan (Koran SI)

TUBUHNYA kurus kering. Tatapan matanya selalu kosong meski ada pemandangan mondar-mandir di depannya. Ramainya suasana di sekitar, tak banyak direspons Beni. Dari tangisan yang tak henti-hentinya itu, terlihat jika putra pertama pasangan Sutaji (40) dan Sumarni (33) ini merasakan kondisi yang tak sehat.

Untuk bayi seusianya, seharusnya Beni sudah bisa berjalan. Lantaran gizi buruk yang diderita, dia tak bisa melangkahkan kaki. Untuk bangun dari tidurnya pun, Beni tak mampu. Lemah dan seakan tak bertenaga dengan kondisi tubuh yang nyaris tanpa daging itu.

Sudah 10 bulan ini Beni mengalami gejala gizi buruk. Terlahir dengan berat 3,7 kilogram, berat badan Beni terus menurun. Apalagi, gizi buruk yang menimpanya itu diiringi dengan penyakit yang beragam. Muntah, batuk, pilek, dan diare selalu dialami. Selama 10 bulan itu pula Beni tak pernah lepas dari penyakit yang juga menjadi andil penurunan berat badannya.

Kondisi kesehatan Beni yang tak kunjung gemuk itu, tentu saja membuat kedua orangtuanya kebingungan. Dengan kondisi seperti itu, Beni susah makan. Dia hanya bisa bertahan dengan susu kedelai yang dirasa terlalu mahal untuk ukuran ekonomi keluarganya. "Makanan lainnya, dia muntah. Sampai siang ini, Beni belum makan," ungkap Sumarni, ibu kandung Beni, Selasa (29/9/2009) siang.

Rasanya, Beni sulit keluar dari kondisi ini. Dia terlahir dari keluarga tidak mampu, yang hanya bisa berobat dengan menggunakan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang layanannya serbaterbatas. Terbukti, meski telah lima kali keluar masuk rumah sakit, kondisinya tak juga membaik. "Empat kali di rumah sakit umum dan sekali di rumah sakit swasta. Tapi kondisi Beni tetap seperti ini," lirihnya.

Sutaji sendiri juga mengaku kebingungan dengan kondisi ekonomi yang membelitnya. Apalagi dengan kondisi anaknya yang butuh ekstra biaya untuk lepas dari gizi buruk. Penghasilan tak tetap sebagai tukang sepatu, kerap kali membuatnya mengurungkan niat untuk membeli susu kedelai yang menjadi santapan utama anaknya. "Kalau seperti ini, saya tak bekerja karena order sepi. Kebingungan kalau susu Beni habis," ungkap Sutaji.

Pusing memikirkan solusi, Sutaji hanya bisa berharap dengan doa yang selalu dipanjatkan. Juga harapan agar kondisi yang dialami anaknya itu bisa segera direspons pemerintah daerah setempat. Karena untuk berlama-lama di rumah sakit, mereka tak mampu membayarnya. "Padahal hanya dengan dirawat di rumah sakit, kami memiliki harapan kesembuhan. Semoga kami cepat mendapatkan jalan keluar," ucapnya penuh harap. (Tritus Julan/Koran SI/teb)



Read More...

Tak Ada Biaya, Balita Gizi Buruk Dibawa Pulang dari RS

http://surabaya.detik.com/read/2009/09/29/182052/1211355/475/tak-ada-biaya-balita-gizi-buruk-dibawa-pulang-dari-rs

Selasa, 29/09/2009 18:20 WIB
Tak Ada Biaya, Balita Gizi Buruk Dibawa Pulang dari RS
Tamam Mubarok - detikSurabaya



Foto: Tamam Mubarrok
Mojokerto - Seorang balita penderita gizi buruk, Beni Prastiyo berusia 13 bulan, dibawa pulang orang tuanya dari rumah sakit karena tidak ada biaya.

Meski menggunakan kartu jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas), keluarga itu tetap membeli obat dengan biaya sendiri.

"Saat di RSUD Mojosari maupun Gedeg, kami memang tidak dipungut biaya rawat inap. Tapi untuk obat, kami harus beli dengan biaya sendiri," kata Sumarni (33), ibu kandung Beni kepada detiksurabaya.com di rumah kakaknya, Desa Wringin Rejo, Kecamatan Sooko, Mojokerto, Selasa (29/9/2009).

Beni sempat dirawat di RSUD Prof Dr Soekandar di Kecamatan Mojosari dan RSUD Ahmad Basuni di Kecamatan Gedeg. Kedua rumah sakit itu milik Pemkab Mojokerto. Namun menurut Sumarni, pelayanan di 2 rumah sakit itu, tidak seperti pasien
umum. "Kami jarang ditinjau dokter," ungkapnya.

Karena tidak ada biaya untuk membeli obat, keluarga lalu membawa pulang Beni dari rumah sakit. Menurut Sumarni, anaknya dinyatakan menderita gizi buruk.

"Biaya hidup saat menunggu juga banyak. Karena tidak ada biaya, lebih baik saya bawa pulang saja," tuturnya.

Sumarni bercerita saat lahir Beni memiliki berat badan 3,7 Kg. Berat badan itu kategori normal.. Namun selanjutnya, Beni sering sakit. Beni sering muntah dan buang air besar. Karena sakit yang diderita berat badannya tidak sebanding dengan usianya.

Usia 13 bulan ini, berat badan Beni kurang dari 5 Kg. Padahal seusia Beni, berat badan ideal seharusnya 9 kilogram. Meski dirawat di rumah, Beni juga tidak mendapat asupan gizi yang cukup. Karena tidak mau mengonsumsi ASI, Beni terpaksa minum air putih dan air tajin atau sari beras yang dimasak.

Bekerja serabutan dan lebih sering menganggur, Sutaji maupun Sumarni tak bisa memberi asupan gizi yang ideal buat anaknya. Keluarga miskin ini berharap ada bantuan dari Pemkab Mojokerto atau pihak lain, guna menunjang asupan gizi anaknya itu.

(wln/wln)

Read More...

Balita di Mojokerto Menderita Gizi Buruk

http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/09/29/20483032/Balita.di.Mojokerto.Menderita.Gizi.Buruk...

Balita di Mojokerto Menderita Gizi Buruk
ilustrasi
Selasa, 29 September 2009 | 20:48 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Ingki Rinaldi

MOJOKERTO, KOMPAS.com - Seorang balita laki-laki bernama Deni Prasetyo (13 bulan) yang tinggal di Dusun Sambirejo, Desa Wringinrejo, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto diketahui menderita gizi buruk. Berat badannya pada Selasa (29/9) diketahui hanya sekitar lima kilogram, atau jauh di bawah standar berat badan rata-rata anak seusianya yang 11,5 kilogram.

Deni yang merupakan anak pertama pasangan Sumarni (33) dan Sutaji (40) diketahui sudah mulai sakit-sakitan sejak dilahirkan. Sulasminingsih (38), salah seorang bibi Deni mengungkapkan bahwa kemenakannya itu memang relatif tidak beroleh asupan gizi yang cukup selama dalam masa pengasuhan.

Sutaji, saat dihubungi menyatakan bahwa anaknya itu tidak memiliki kelainan selama berada dalam kandungan. Menurut Sutaji, Deni lahir dengan bobot normal 3,7 kilogram.

Namun, selama dalam masa pengasuhan, Deni kemudian sakit-sakitan dengan penyakit diare serta muntaber yang kerap menyerangnya.

Deni bahkan tercatat sudah dua kali dirawat di RSUD Prof Dr Soekandar Mojosari, dua kali di RSUD RA Basoeni Gedeg, dan satu kali di RSI Hasanah Mojokerto. Sutaji menambahkan, selama ini Deni diberi susu formula dari sejumlah merek susu untuk memenuhi kebutuhan gizinya.   

 



Read More...

Gizi Buruk: Penanganan Figo Telat Setahun

http://www.surya.co.id/2009/09/30/gizi-buruk-penanganan-figo-telat-setahun.html

Gizi Buruk: Penanganan Figo Telat Setahun

Rabu, 30 September 2009 | 8:07 WIB | Posts by: jps | Kategori: Surabaya Raya | ShareThis

SURABAYA - SURYA- Padahal Rajin ke Posyandu dan Puskesmas- Bocah gizi buruk Figo Ramadhan, 2, warga Dukuh Pakis Surabaya, ternyata sudah menderita sejak setahun lalu. Namun, penanganannya terlambat. Dia baru dilarikan ke RS pada 25 September 2009.
Awal penderitaan Figo ini bisa dilihat di Kartu Menuju Sehat (KMS). Pada diagram KMS terlihat berat badan balita ini sudah mulai berada di bawah garis merah pada bulan ke 11 dan12.
Dari diagram itu juga terlihat bahwa berat badan anak nomor tiga Ny Isa Rohmayatin ini terus merosot pada bulan-bulan berikutnya. "Kalau melihat diagram ini, kondisi kesehatan anak ini seharusnya sudah dipantau secara ketat sejak usia 12 bulan," ungkap Direktur RSUD DR Soewandhie Didiek Riyadi sambil menunjukkan KMS Figo, Selasa (29/9).
Dari diagram juga terlihat bahwa orangtua Figo aktif memeriksakan bayinya setiap bulan. Tapi, anehnya, meski kondisi fisik terus menurun, tidak ada tindakan medis terhadap bocah kelahiran 22 Oktober 2007.
Ny Isa Rohmayatin, 31 ibu Figo, mengaku tidak bisa memenuhi semua kebutuhan gizi untuk anaknya. Dia hanya bisa menyuapi bayinya dengan nasi dan mi instan. Sang suami yang bekerja sebagai sopir tak pernah pulang, sehingga Ny Isa harus bekerja sendiri untuk menghidupi tiga anak yang masih kecil.
Hanya sebagai buruh cuci dan seterika, tentu saja penghasilan tak cukup untuk membelikan susu bagi anaknya. Itu sebabnya, pada usia dua tahun, berat badan Figo hanya 5 kilogram (seharusnya sekitar 12 kilogram), hanya bisa tengkurap (belum jalan), dan bicara tak lancar.
Namun, Ny Isa berusaha sekuat tenaga menjaga agar bayinya tetap sehat. Itu sebabnya dia rajin membawa Figo ke Posyandu atau Puskesmas setiap bulan. Figo dilarikan ke RSUD Dr Soewandhie oleh lurah dan Camat Dukuh Pakis yang mendatangi rumah kontrakan Ny Isa. "Saya harap dia bisa segera sembuh. Nanti kalau sembuh, saya akan buatkan dia kue ulang tahun. Gak tahu uangnya dari mana," ujar Ny Isa.
Pihak RS menyatakan Figo menderita marasmus kwashiorkor. Kondisinya sangat buruk, demikian juga tingkat pemenuhan kalori serta protein dalam tubuhnya. Ahli Gizi RSUD Dr Soewandhie Dewi Purwanti menyatakan Figo benar-benar mengalami gizi buruk.
Sedangkan penyakit bawaan yang dideritanya muncul karena kondisinya yang buruk. Selain mengalami diare, balita asal Dukuh Pakis itu juga diduga mengalami gangguan bronchitis. "Untuk memastikan kondisinya kami besok akan melakukan tes VCT," ujar Dewi.
Seperti diberitakan, Figo dan tiga bocah lain, Aldi, Fairus, dan Aisyah, dirawat di RSUD Dr Soewandhie karena mengalami gangguan gizi. Aldi adalah putra pasangan Ny Romlah-Yahya, warga Kedinding Lor II Surabaya. Sedangkan Fairus putra Abdul Halim warga Krampung III dan Aisyah putra pasangan Ny Rohayah-Agus warga Sidomulyo.
Karena kondisi membaik, Aldi dan Aisyah kemarin telah diizinkan pulang. "Kalau Figo dia memang gizi buruk, tapi kalau tiga lainnya mengalami gangguan gizi karena penyakit pemberat," ujar Didiek.
Figo Cs menambah panjang daftar pasien balita gangguan gizi di RSUD Dr Soewandhie pada 2009. Sejak Januari sampai September 2009 ada 245 pasien balita gangguan gizi dirawat di RS milik pemkot itu. Dari jumlah itu sepuluh di antaranya meninggal dunia. rey

Balita Gizi Buruk di RSU Dr Soewandhie 2009 :
Januari 32 pasien
Februari 24 pasien
Maret 29 pasien
April 28 pasien
Mei 25 pasien
Juni 20 pasien
Juli 26 pasien
Agustus 30 pasien
September 31 pasien

Balita Gizi Buruk Meninggal di RSU Dr Soewandhie 2009 :
Nama Alamat Waktu Meninggal
1. Chelsea Pogot Karya Bhakti Februari
2. Putri Tambak Asri I Februari
3. Farel Bulak Jaya VII Februari
4. Syahkirah Simomulyo Baru Maret
5. Aisyah Tenggumung Wetan Gerudan II Maret
6. Sifaul Jati Purwo IV 19 April
7. Alfiyah Kapasari VI 30 April
8. Iswatun Kampung Seng Komp III 1 Mei
9. Vika Kali Sari Sayangan I Juni
10. Suprianto Wonosari Lor I Juli




Read More...

Parkir Liar Semrawut

http://www.beritakota.co.id/berita/bodetabek/15753-parkir-liar-semrawut.html

Parkir Liar Semrawut
Rabu, 30 September 2009 03:38
Parkir liar di Kota Bekasi menjamur. Meski menimbulkan kemacetan dan kesemrawutan lalu lintas, keberadaannya seolah direstui. Pihak-pihak terkait pun tidak pernah menertibkannya.

KEBERADAAN areal parkir tidak resmi alias liar di sepanjang Jl Ahmad Yani, Kota Bekasi, membuat ruas jalan tersebut makin semrawut. Pasalnya, mobil dan sepeda motor yang diparkir di pinggir jalan tidak diatur dengan baik, sehingga mengganggu kelancaran arus lalu lintas di jalur padat tersebut.


BK/ERICKMAN MANURUNG
PARKIR LIAR: Puluhan, bahkan ratusan, unit sepeda motor dan mobil diparkir di areal parkir liar di Jl Ahmad Yani, Bekasi, tepatnya depan Kantor Samsat, Selasa (29/9). Kondisi itu mengakibatkan jalan tersebut semrawut dan arus lalu lintas terhambat.

Parkir liar menjamur di ruas jalan utama tersebut karena instansi terkait yang menangani perparkiran tidak berani bertindak tegas. Kesemrawutan arus lalu lintas semakin parah karena saat ini di sepanjang jalan tersebut masih dalam perbaikan. Apalagi mobil dan sepeda motor diparkir hingga nyaris ke tengah badan jalan. Ironisnya, kesemrawutan parkir liar paling parah justru terlihat di depan Kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat).

Selama ini, keberadaan parkir liar hanya menguntungkan juruparkir (jukir) liar, karena uang parkir tidak disetor ke pemerintah daerah. Padahal, mereka memungut uang atau memasang tarif Rp2.000 dari setiap pemilik mobil dan sepeda motor untuk sekali parkir. Sementara kendaraan yang dipakir di areal parkir sekitar kantor samsat dan lainnya setiap harinya mencapai ratusan unit.

Terkait keberadaan areal parkir liar, para pemilik sepeda motor dan mobil umumnya mengaku terpaksa memanfaatkan tempat parkir tersebut karena di sepanjang Jl Ahmad Yani tidak tersedia lahan parkir resmi. Apalagi, jukir yang mengelola areal parkir liar menyilakan mereka memarkir kendaraannya di tempat yang seharusnya bukan untuk parkir tersebut.

"Kalau ada larangan parkir, tidak mungkin kami memarkir kendaraan di tengah jalan ini, karena arus lalu lintas di jalur ini cukup padat, sehingga sangat berbahaya. Karena tidak ada lahan parkir lagi, maka dengan senang kami parkir di sini," aku Irwansyah saat ditemui Berita Kota di areal parkir liar dekat kantor Samsat, Selasa (29/9) siang.

Secara terpisah, Kepala Bidang Teknik Lalu Lintas Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bekasi Tri Adianto mengakui, tempat parkir di sepanjang Jl Ahmad Yani liar. Sebab itu, ia berjanji setelah pembangunan ruas jalan itu selesai, pihaknya akan menggembok kendaraan yang diparkir di sepanjang jalan tersebut.

"Tindakan itu kami lakukan karena sepanjang jalan utama (khususnya Jl Ahmad Yani) tidak untuk tempat parkir. Kalau masih ada kendaraan yang diparkir di sana, pasti kami gembok bannya. Kami sudah menyiapkan 16 buah gembok," ujar Irwansyah seraya menambahkan, pnggembokan roda mobil yang parkir sembarangan dimulai setelah pelebaran jalan selesai dilaksanakan. O hem
 

Read More...

Kebakaran Hebat di Rawabebek Murni Musibah

http://www.beritakota.co.id/berita/kota/15767-kebakaran-hebat-di-rawabebek-murni-musibah-.html

Kebakaran Hebat di Rawabebek Murni Musibah
Rabu, 30 September 2009 00:16
MUSIBAH kebakaran yang menghanguskan 1.158 hunian milik warga Rawabebek di Jl Tanjungwangi, Penjaringan, Jakarta Uara mengundang tanda tanya besar. Sejumlah pihak menuding peristiwa tragis itu disengaja. Maklum, api dengan cepat merambat dari satu hunian ke hunian lainnya. Apalagi, saat itu sejumlah pemilik tengah mudik berlebaran. Di sisi lain petugas Sudin Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Pemkot Jakarta Utara terlambat tiba di lokasi.

Tudingan itu ditepis Walikota Jakarta Utara Bambang Sugiyono saat melakukan kunjungan untuk menyaksikan ribuan korban yang ditampung di sejumlah tenda, Selasa (29/9). "Peristiwa itu murni musibah, tidak dibuat-buat apalagi disengaja. Saya minta agar semua pihak tidak menebarkan isu yang tak bertanggung jawab atas peristiwa memilukan itu. Jangan membuat suasana menjadi semakin keruh, penderitaan korban saat ini butuh perhatian," kata Bambang.

Bambang menambahkan, isu yang menyeruak bahwa peristiwa tersebut dilakukan secara sengaja justru akan menambah beban psikologis bagi para korban yang sangat membutuhkan bantuan. Terutama anak-anak yang membutuhkan peralatan sekolah. Menyusul musibah ini, tandas Bambang, semua pihak sebaiknya ikut merehabilitasi trauma dan memberikan semangat kepada warga agar segera bangkit. Dengan demikian warga bisa tabah, ikhlas, dan menjalankan kehidupan lebih baik lagi. Bukan memperkeruh suasana dengan menebar isu yang membuat beban pikiran warga kian berat.

"Tujuan saya datang ke lokasi ini salah satunya untuk memberi semangat kepada para korban. Saya berharap dengan kedatangan jajaran Pemkot Jakut bisa memotivasi semangat para korban. Mereka harus ikhlas dan menjalani musibah dengan tabah," tandas Bambang.

Sementara beberapa korban kebakaran menyambut baik kedatangan jajaran pemkot. Para korban langsung mengungkapkan keluh kesahnya selama ditampung di sejumlah tenda. Dalam kesempatan tersebut warga meminta Walikota agar memberikan bantuan alat-alat sekolah dan kebutuhan balita.

"Saya berharap pemerintah memberikan bantuan berupa perlengkapan sekolah dan kebutuhan balita. Saat ini kami sangat membutuhkan seragam sekolah, buku, makanan bayi, susu serta perlengkapan bayi seperti popok dan sebagainya. Musibah kebakaran telah menghanguskan semua perlengkapan yang kami miliki," tutur Anah, warga RT 001/012 di hadapan walikota.

Sementara pantau Berita Kota, bantuan dari sejumlah pihak terus mengalir. Di sekitar lokasi juga telah disediakan posko kesehatan, dapur umum, dan mobil MCK. Bahkan sejumlah personel keamanan dari Satpol PP, kepolisian, dan Kodim berjaga-jaga di sekitar lokasi kebakaran. O dra

 

Read More...

29 September 2009

Zulkifli Nurdin: Satpol PP Jangan Menggunakan Kekerasan

http://regional.kompas.com/read/xml/2009/09/21/02091319/Zulkifli.Nurdin.Satpol.PP.Jangan.Menggunakan.Kekerasan

Zulkifli Nurdin: Satpol PP Jangan Menggunakan Kekerasan
Senin, 21 September 2009 | 02:09 WIB

JAMBI, KOMPAS.com - Ratusan gelandangan dan pengemis (gepeng) di Kota Jambi, Minggu (20/9), mendapat uang sedekah dari Gubernur Jambi H Zulkifli Nurdin.

Sebelum pelaksanaan shalat Id, para gepeng telah memadati pintu gerbang masjid sejak dini hari. Mereka berharap mendapatkan rezeki dari meminta-minta kepada para dermawan usai menunaikan ibadah shalat Idul Fitri.

Para gepeng yang terdiri atas berbagai usia tersebut memadati sepanjang jalan dan pelataran Mesjid Agung kebanggaan masyarakat Kota Jambi tersebut.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, Gubernur Jambi Zulkifli Nurdin usai melaksanakan shalat Id biasa memberikan uang kepada sejumlah gepeng yang berada di Mesjid Agung Al-Falah.

Ratusan amplop yang berisi uang sebesar Rp 20 ribu dibagi-bagikan kepada ratusan gepeng yang memadati pelataran mesjid, para gepeng nampak berjejalan menanti giliran pemberian amplop oleh para ajudan gubernur.

"Jangan dilihat dari nilainya, ini hari kemenangan di mana kita semua berbagi kegembiraan khususnya dengan para kaum duafa," ujar gubernur.

Melihat kegembiraan para gepeng, Zulkifli Nurdin nampak terharu, sesekali sembari menyalami para gepeng gubernur melontarkan kata-kata selamat Idul Fitri serta memohon maaf kepada seluruh masyarakat.

Menurut gubernur, fenomena gepeng memang menjadi dilema bagi masyarakat, meski keberadaannya dinilai mengganggu ketertiban dan kenyamanan lingkungan, namun di sisi lain sebagai umat manusia dan Muslim keberadaan gepeng juga harus dihormati, mereka juga bagian dari masyarakat dan umat beragama.

"Kita sebagai umat Muslim dan masyarakat wajib menolong sesama termasuk keberadaan gepeng. Mereka harus dibina dan jangan dipinggirkan begitu saja," tuturnya.

Zulkifli Nurdin berharap instansi terkait baik Dinas Sosial maupun Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dapat melakukan penertiban tanpa kekerasan dan diusahakan bagaimana memberikan pembinaan yang efektif agar mereka dapat menjalani hidup tanpa berlarut-larut menjadi seorang gepeng.

"Saya harap penertiban gepeng tidak mengedepankan kekerasan dan pemaksaan namun bagaimana kita menghormati sesama. Ke depan kami akan mencoba mencari solusi bagaimana memberikan pembinaan yang efektif kepada para gepeng," katanya. tuturnya.

Kota Jambi memang menjadi salah satu tujuan utama bagi para gepeng khususnya dari luar Provinsi Jambi, karena itu, dalam melakukan penertiban, petugas harus selektif dan bisa melakukan pendataan, jika gepeng yang terjaring berasal dari luar Jambi, mereka akan dikembalikan ke daerah asal.

"Namun sebelumnya dicoba dibina terlebih dahulu, jika memang bisa kenapa harus dipulangkan ke daerah asal, jika tetap menjadi gepeng, baru dikembalikan ke daerah asalnya," tambahnya.



Read More...

Ketika Balita Terpaksa Antre Sembako

http://www.detiknews.com/read/2009/09/21/135303/1207564/10/ketika-balita-terpaksa-antre-sembako-

Senin, 21/09/2009 13:53 WIB
Ketika Balita Terpaksa Antre Sembako
Aprizal Rahmatullah - detikNews

Jakarta - Nina (5), terus berteriak memanggil nama ibunya. Anak kecil ini tak henti-hentinya menangis setelah petugas Satpol PP menggotong tubuhnya ke dalam halaman balai kota DKI Jakarta.
 
Nina adalah salah satu dari puluhan bayi dan balita yang terpaksa diangkut petugas. Mereka terjebak di antara kerumunan massa yang sedang mengantre paket lebaran yang disediakan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo.
 
Awalnya, mereka dibawa dan digendong sang Ibu saat berdesakan masuk di depan pintu gerbang Balaikota. Khawatir terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, petugas langsung berinisiatif mengangkut bocah-bocah tersebut ke halaman balai kota.
 
"Ayo Ibu sini anaknya...anaknya...itu!" teriak salah seorang petugas Satpol, Senin, (21/9/2009).
 
Nina dan belasan bocah lainnya akhirnya berhasil diangkut petugas masuk ke dalam. Beruntungnya tidak ada satu pun bayi yang luka maupun pingsan akibat antrean tersebut.
 
Setelah masuk, bocah-bocah cilik ini diamankan dalam satu tempat, agar tidak hilang. Karena mereka terus menangis, Satpol PP yang sedang bertugas pun mendadak jadi pengasuh anak.
 
Ribuan warga rela mengantre dan berdesak-desakan demi Rp 40 ribu dan paket sembako yang disediakan Gubernur DKI. Sebanyak 6000 paket telah disediakan dalam rangka hari Lebaran.
 
Aksi ini juga diwarnai ricuh akibat massa saling dorong saat merangsek masuk ke dalam Balaikota. Belasan orang pingsan dan dua diantaranya dilarikan ke rumah sakit.
 
Menurut Kepala Bagian Humas Pemprov DKI Jakarta Oyong Hanna Abidin, mestinya insiden ricuh ini tidak terjadi bila masyarakat tertib dalam mengantre. "Kalau masyarakat sabar pasti tidak seperti ini," ujar Oyong.
 
Setelah menunggu cukup lama, Nina dan teman-temannya akhirnya berhenti menangis. Mereka akhirnya kembali dipertemukan dengan orang tua mereka.
 
"Daripada ditinggal di rumah Mas, mending saya bawa saja," ucap sang Ibu saat ditanya mengapa anaknya dibawa mengantre.

(ape/mad)



Read More...

Satpol PP Jaga Pintu Masuk Pasar Jatinegara

http://www.poskota.co.id/berita-terkini/2009/09/24/satpol-pp-jaga-pintu-masuk-pasar-jatinegara

Satpol PP Jaga Pintu Masuk Pasar Jatinegara

September 24, 2009 - 11:31
Kategori Berita Terkini, Jaktim

JATINEGARA (POs Kota) - Puluhan pedagang Kaki-5 yang biasanya mangkal di depan pintu masuk Pasar Regional Jatinegara dan Pasar Grosir Jatinegara (PGJ) urung berjualan. Pasalnya, puluhan petugas Satpol PP kecamatan setempat, sejak Kamis (24/9) pagi sudah berjaga-jaga di lokasi dan melarang pedagang membuka lapak.

Para pedagang yang datang ke lokasi tidak ada yang berani membuka lapak. "Wah, hari ini nggak bisa dagang deh. Saya mending mundur daripada nantinya barang dagangan saya disita petugas malah rugi berat," kata Syam, pedagang pakaian.

Biasanya sejak pagi, puluhan pedagang sudah menggelar lapak di sepanjang pintu masuk pasar. Bahkan badan jalan depan PGJ juga ikut dipenuhi pedagang hingga ke jembatan penyeberangan. Namun kali ini pedagang terpaksa membungkus kembali barang dagangannya sebelum sempat dijual.

Sejumlah pedagang mengaku sudah sejak Selasa (22/9) berjualan kembali usai Lebaran. "Hari ke tiga lebaran sudah ramai pembeli, makanya saya sudah buka lagi dan hanya libur saat hari pertama dan kedua Lebaran. Kalau nggak begini mau dikasih makan apa keluarga. Tapi kalau hari ini dilarang, ya mau bilang apa. Saya juga tau kalau di sini memang dilarang, makanya kalau ada petugas begini mending ngga usah buka dulu," papar Nirwan pedagang makanan dan minuman.

Camat Jatinegara, Andri Yansyah, didampingi Wakil Camat Ali Murthado sejak pukul 06:00 sudah berada di lokasi bersama para petugas Satpol PP. "Kami hanya berjaga-jaga supaya lokasi yang dilarang berjualan ini tidak lagi dipakai pedagang berjualan," kata camat.

Namun bila ada pedagang yang nekad tetap menggelar dagangannya, pihaknya tidak segan-segan menertibkan. "Di depan pintu masuk pasar ini kan dilarang berjualan tapi pedagang membandel sehingga bikin macet jalan," papar camat.

Kemacetan Jl. Matraman Raya hingga Bekasi Timu Raya bukan hanya di trotoar dan badan jalan dipenuhi pedagang, tetapi banyak kendaraan pribadi yang juga parkir sembarangan.

(dieni/sir)



Read More...

Setor Uang ke Satpol PP Tiap Pekan, Pedagang Tetap Digusur

http://www.tempointeraktif.com/hg/tata_kota/2009/09/26/brk,20090926-199457,id.html

Setor Uang ke Satpol PP Tiap Pekan, Pedagang Tetap Digusur

Sabtu, 26 September 2009 | 14:20 WIB

TEMPO Interaktif, Bogor - Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bogor dibantu aparat terkait menertibkan pedagang kaki lima di Jalan Pajajaran. Kehadirian petugas di sana membuat puluhan pedagang kaki lima terpaksa harus membenahi kembali dagangannya dan menyingkir dari kawasan tersebut.

Penertiban yang dimulai pada Sabtu (27/9) pukul 11.00 diawali dari arah timur Jalan Pajajaran. Tidak ada penolakan dari para pedagang, nemun raut muka kesal dari para pedagang sangat kentara. Menurut salah seorang pedagang bernama Abid, kekesalan itu dikarenakan para pedagang setiap minggu harus membayar pungutan yang diminta oknum petugas. Namun pada kenyataannya tempat julan mereka tetap digusur.

"Setiap minggu kita bayar 100 ribu rupiah ke petugas Satpol PP. Tapi kalau sudah begini kok tidak bertanggung jawab," ujar Abid.

Kekecewaan yang sama juga dirasakan Enday. Seperti Abid, Enday yang berjualan talas setiap minggu harus menyisihkan pendapatannya untuk membayar lapak yang dipakainya sebagai tempat berjualan. Bahkan tidak hanya pada hari minggu saja, menurutnya, pada saat ramai petugas kerap meminta uang tambahan.

"Belum lagi kalau ada acara di gedung (Gedung Balebinarum tidak jauh dari tempat penjual) mereka (petugas Satpol PP) juga suka minta jatah lagi," ujar dia.

Meskipun tidak bisa berbuat banyak, ke depan para pedagang itu memilih tetap bertahan di lokasi tempat mereka berjualan. "Sementara sekarang mnyingkir dulu nanti berjualan lagi, kalau ngak kemanalagi kita cari makan," ujar Enday.

Ketika dikonfirmasi keluhan pedagang, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bogor H.R Bambang Budianto SH membantah pihaknya mengutip pungutan kepada para pedagang. Bambang juga menegaskan seandainya ada oknum anak buahnya yang 'bermain' dirinya akan melakukan tindakan tegas. "Tidak benar kita melakukan pungutan, dan kalaupun ada anak buah saya yang melakukan akan ditindak tegas," ujar Bambang.

DIKI SUDRAJAT

Read More...

Pedagang Mangga Bentrok dengan Satpol PP

http://regional.kompas.com/read/xml/2009/09/28/17194294/Pedagang.Mangga.Bentrok.dengan.Satpol.PP

Pedagang Mangga Bentrok dengan Satpol PP
Senin, 28 September 2009 | 17:19 WIB

MALANG, KOMPAS.com — Sepekan setelah Lebaran, Pemerintah Kota Malang, Senin (28/9), mulai melakukan razia terhadap pedagang kaki lima, gelandangan, dan pengemis di sekitar alun-alun kota, serta di seputaran Pasar Besar Malang.

Pelaksanaan razia sempat diwarnai perlawanan oleh seorang pedagang buah mangga di depan pasar. Petugas Satpol PP dan pedagang itu sempat dorong-mendorong dan nyaris adu pukul. Pasalnya, pedagang itu menolak untuk diminta pindah.

Menurut Kepala Satpol PP Pemkot Malang Bambang Suharijadi, razia merupakan kegiatan rutin yang dilakukan. Tidak hanya seusai Lebaran.

Dijelaskannya, selama masa libur Lebaran, Pemkot Malang sudah memberi kelonggaran untuk berdagang di areal yang sebenarnya terlarang itu. "Sekarang Lebaran sudah usai, tempat ini sudah harus bersih," katanya.

Pemberian "kelonggaran" untuk berjualan di jalur macet (seputar pasar besar) dan mengganggu keindahan (alun-alun) itu, menurut Bambang, merupakan bentuk toleransi menjelang Lebaran. "Istilahnya biar kita dan PKL itu sama-sama Lebarannya," ujar Bambang.



Read More...

Rumitnya Menangkap Brutus di Satpol PP

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/29/12010917/Rumitnya.Menangkap.Brutus.di.Satpol.PP

Ngadeupaan Lincar
Rumitnya Menangkap Brutus di Satpol PP

Selasa, 29 September 2009 | 12:01 WIB

Senin (28/9) pukul 09.30, saya melongok telepon seluler saya yang sejak Minggu malam tergeletak di meja televisi. Ada dua panggilan tak terjawab dari dua rekan saya. Segera saya telepon balik.

Teman saya mengabarkan, Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandung bersiap-siap merazia pedagang kaki lima (PKL) di Alun-alun Bandung dan Pasar Baru. Info serupa saya terima pada Minggu menjelang tengah malam.

Pagi itu saya segera sarapan dan menuju lokasi yang dimaksud. Tiba di Alun-alun Bandung, suasananya jauh berbeda dari biasanya. Tidak ada lagi PKL yang biasanya mengepung Alun-alun dan Masjid Raya Bandung. Satpol PP pun hanya mengangkut dua truk kios PKL.

Padahal, jumlah PKL di Alun-alun mencapai 130 orang. Jika semua kena razia, kiosnya bisa mencapai 12 truk. "Mungkin PKL sudah mendengar akan ada razia, makanya sepi," kata Kurnaedi, Kepala Bidang Operasi Satpol PP Kota Bandung.

Dua truk kios PKL yang terjaring itu ironis dengan persiapan Kurnaedi yang sudah menyiagakan delapan truk dan 210 anak buahnya. Mereka hanya keliling Alun-alun dan Pasar Baru sebelum akhirnya kembali ke markas.

Sebagaimana para wartawan, para PKL selalu pasang telinga terkait dengan informasi jadwal razia Satpol PP. Mereka juga kerap saling kontak sesama PKL untuk mengetahui perkembangan keamanan. Jadwal razia mudah diendus karena PKL punya jaringan ke dalam Satpol PP. Tentu jaringan tersebut beranggota oknum Satpol PP yang mencari untung dari PKL.

Menurut penuturan warga, termasuk seorang PKL, para PKL membayar iuran minimal Rp 4.000 per bulan kepada pengepul. Pengepul ini menyerahkan uang itu kepada oknum Satpol PP yang disebut komandan. Komandan inilah yang nanti membisiki PKL jika ada razia.

Sindikasi seperti ini sudah lama terendus petinggi Satpol PP, termasuk Wali Kota Bandung Dada Rosada. Kepala Satpol PP Kota Bandung Ferdi Ligaswara berulang kali berjanji akan menertibkan anggotanya dan membina oknum yang merusak citra Satpol PP itu. Beberapa anggota Satpol PP dia tegur karena terbukti meminta uang dari PKL.

Rupanya praktik serupa masih ada. Pertemanan memang tidak selalu baik, apalagi jika berteman dalam misi ketidakjujuran. Kita berharap semoga Satpol PP bersih dari "kucing" yang doyan berteman dengan "tikus." Si "kucing" ibarat Brutus yang mengkhianati lembaganya. (Mohammad Hilmi Faiq)



Read More...

Bekas TKW di Hongkong Jadi PSK

http://www.poskota.co.id/berita-terkini/2009/09/29/bekas-tkw-di-hongkong-jadi-psk

Bekas TKW di Hongkong Jadi PSK

September 29, 2009 - 11:29
Kategori Berita Terkini, Daerah

SURABAYA(Pos Kota)- Puluhan pelacur penghuni lokalisasi  Harapan Gude Kabupaten Madiun, Jawa Timur mulai berdatangan setelah libur Lebaran. Nampak muka lama menghiasi lokalisasi terbesar di Madiun tersebut disamping beberapa muka baru.

Hasil pendataan pihak Satpol PP Kabupaten  Madiun tercatat sudah ada 58 penghuni yang datang. Dari 58 penghuni yang memenuhi lokalisasi tersebut terdapat 2 penghuni baru yang berasal dari Dungus Madiun.

Parni salah seorang penghuni baru wisma ini mengaku sebelumnya ia bekerja sebagai TKW di Hongkong. Namun karena ia tidak memiliki uang untuk kembali ia memilih untuk bekerja sebagai PSK.

"Gak punya uang Mas buat ke Hongkong, terpaksa jadi PSK,"ujarnya.
Setiyawan Kasi trantip Pol PP yang melakukan pendataan membantah adanya warga baru di Gude."Tidak ada warga baru, mungkin karena masih banyak yang belum kembali,"ujar Setiyawan, Selasd(29/9).

Sementara itu dari data yang ada jumlah seluruh penghuni lokalisasi wisma Harapan Gude lebih dari 87 namun pihak Dinsos Kab Madiun tidak bisa memulangkan kelebihan penghuni ini karena daya tampung hanya sebesar 70 orang dengan alasan tidak adanya dana.(nurqomar/B)



Read More...

Perguruan Tinggi Harus Tekan Angka Pengangguran Intelektual!

http://edukasi.kompas.com/read/xml/2009/09/25/14075095/Perguruan.Tinggi.Harus.Tekan.Angka.Pengangguran.Intelektual.

Perguruan Tinggi Harus Tekan Angka Pengangguran Intelektual!
Jumat, 25 September 2009 | 14:07 WIB

KUPANG, KOMPAS.com — Perguruan tinggi memiliki peranan penting dalam pengentasan kemiskinan masyarakat, yaitu dengan menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas.

Demikian hal itu dikatakan oleh rektor terpilih Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), periode 2009-2013, Pater Yulius Yasinto SVD, di Kupang, Jumat (25/9), saat membawakan materi seminar "Perguruan Tinggi (PT) Memasuki Milenium Baru".

Dia mengatakan, dibanding tahun lalu, angka kemiskinan di NTT tahun ini mengalami penurunan, yaitu dari 27 persen menjadi 23,31 persen. Namun, angka kemiskinan tersebut masih tetap tinggi sehingga dibutuhkan komitmen bersama untuk mengentaskan masalah tersebut.

"Angka kemiskinan di NTT menurun lebih dari empat persen," ujarnya.

Dia menambahkan, perguruan tinggi memiliki peranan penting menyoal pengentasan kemiskinan, yaitu terkait dengan strategi menyiapkan SDM yang berkualitas. Karena itulah, perguruan tinggi di NTT harus mampu melakukan transformasi masyarakat dalam berbagai aspek melalui proses pendidikan.

Peranan dalam pengembangan SDM untuk pengentasan kemiskinan tersebut, tambah Yulius, dibagi dalam dua tingkat, yakni praktis dan konseptual. Pada tingkat praktis, jelasnya, perguruan tinggi harus mampu menyediakan tenaga siap pakai untuk program-program pembangunan yang meningkatkan taraf hidup masyarakat. Sedangkan pada tingkat konseptual, perguruan tinggi harus bisa menghasilkan konsep-konsep inovatif dan kreatif dalam pembangunan dan menciptakan peluang kerja baru bagi masyarakat.

Selama ini, tambah Yulius, tantangan perguruan tinggi dalam mengentaskan masalah kemiskinan adalah karena adanya keluhan dari masyarakat tentang lulusan yang tidak siap pakai atau kaya teori, tetapi miskin keterampilan.

"Setiap tahun ribuan lulusan perguruan tinggi hanya menambah panjang barisan penganggur intelektual," katanya.

Dengan demikian, lanjut Yulius, Unwira Kupang berkomitmen untuk menghasilkan lulusan yang siap pakai dan mandiri. Kondisi di NTT sudah mengharuskan seorang lulusan PT yang siap pakai untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan praktis. Dengan demikian, dibutuhkan manusia-manusia yang kreatif dan inovatif untuk membaca arah perubahan masyarakat dan tersedianya berbagai peluang baru.


LTF
Sumber : Ant


Read More...

Aceh Butuh “Blue Print” 20 Tahun

http://beritasore.com/2009/09/28/aceh-butuh-blue-print-20-tahun/


Aceh Butuh "Blue Print" 20 Tahun

Sen, Sep 28, 2009

Aceh

Banda Aceh ( Berita ) :  Anggota DPR RI Ferry Mursyidan Baldan menyatakan Provinsi Aceh membutuhkan "blue print" (cetak biru) untuk pembangunan 20 tahun, sehingga hasil yang dicapai akan lebih baik dibandingkan sebelum musibah tsunami 26 Desember 2004.

"Pembangunan Aceh akan lebih fukos dan baik jika disertai adanya perencanaan yang matang melalui cetak biru tersebut," katanya dalam sebuah pertemuan dengan sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) di Banda Aceh, Sabtu [26/09].

Ferry Mursyidan Baldan bersama 19 anggota DPR RI yang tergabung dalam tim pemantau Undang Undang No.11/2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) juga menggelar pertemuan dengan sejumlah pejabat pemerintah di provinsi ujung paling barat di Indonesia itu.

Menurut dia, sulit melihat tingkat keberhasilan pembangunan Aceh pasca konflik bersenjata dan musibah tsunami yang telah dilakukan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) dan pemerintah tanpa adanya cetak biru.

"Pencapaian kemajuan pembangunan terhadap lima skala prioritas seperti bidang infrastruktur, pendidikan, kesehatan, pengentasan kemiskinan dan ekonomi sulit diukur tanpa adanya blue print tersebut," katanya menambahkan.

Sebagian besar wilayah pesisir pantai provinsi berpenduduk sekitar 4,6 juta jiwa tersebut luluh-lantak akibat diterjang tsunami yang mengakibatkan juga sekitar 250 ribu jiwa penduduk dilaporkan meninggal dunia dan hilang.

Karenanya, Ferry Mursyidan Baldan, menyatakan pemerintah juga perlu membuat keseragaman perencanaan pembangunan terhadap 23 kabupaten/kota di provinsi tersebut.

Lima prioritas pembangunan Aceh pasca konflik dan tsunami itu merupakan amanah UUPA, dengan harapan bisa terlaksana dan dirasakan masyarakat daerah ini, ujar politisi Partai Golkar itu.

"Saya yakin tidak akan muncul kecemburuan sosial bila berbagai program pembangunan dilakukan secara fokus sesuai kebutuhan di seluruh kabupaten/kota," katanya.

Pemerataan kesempatan sebagai amanah UUPA dengan alokasi dana lumayan besar harus dimanfaatkan secara optimal bagi kesejahteraan masyarakat Aceh dibawah kepemimpinan Gubernur Irwandi Yusuf dan Wakil Gubernur Muhammad Nazar, ujarnya.  ( ant )



Read More...

Kekerasan Terhadap Perempuan Capai 20 Ribu Kasus

http://www.tempointeraktif.com/hg/hukum/2009/09/28/brk,20090928-199773,id.html

Kekerasan Terhadap Perempuan Capai 20 Ribu Kasus

Senin, 28 September 2009 | 21:31 WIB

TEMPO Interaktif, GARUT -  Menteri Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta menyatakan kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga masih tinggi di Indonesia. Pada tahun ini, jumlah kasus yang tercatat melebihi angka 20 ribu kasus. "Kekerasan perempuan dan anak menjadi fokus kerja kami untuk menurunkannya," ujarnya di Gedung Pendopo Kabupaten Garut, Jawa Barat, Senin (28/9).

Menurutnya, salah satu faktor penyebab terjadinya kekerasan diakibatkan oleh kemiskinan. Kaum perempuan terkadang menjadi sasaran ditengah sulitnya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Karenanya, perbaikan kualitas rumah tangga harus menjadi prioritas. Sedangkan untuk mengurangi potensi kekerasan, Dia menyarankan, para kaum perempuan agar dapat bekerja membatu mencari nafkah bagi keluarganya. "Perempuan itu adalah aset. Dia juga sangat berperan dalam proses pembangunan," ujarnya.

Untuk memberdayakan kaum perempuan, pihaknya menggulirkan program pemberdayaan ekonomi. Program tersebut memberi kegiatan kreatif bagi kalangan ibu rumah tangga. Sehingga dapat mewujudkan kemandirian kaum perempuan. Program ini pun untuk kesetaraan gender.

Kepala Dinas Tenaga Kerja, Sosial dan Transmigrasi Kabupaten Garut, Elka Nurhakimah menyatakan, angka kekerasan rumah tangga di wilayahnya mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Hingga September tahun ini, belum terdapat satu pun laporan kasus kekerasan, sedangkan pada tahun 2008 tercatat sebanyak 20 kasus. "Mudah-mudahan ini pertanda baik. Namun tidak tahu kalau diluar, biasanya orang suka malu kalau melapor ke Kami," ujarnya.

Kasus kekerasan terhadap perempuan di Garut, rata-rata terjadi di keluarga ekonomi menengah ke bawah. Para korban merupakan ibu rumah tangga yang tidak memiliki aktivitas lain. untuk mengantisipasinya, kini pihaknya bersama tokoh masyarakat tengah melakukan sosialisasi anti kekerasan rumah tangga. "Kami pun melakukan advokasi, biar pelaku kekerasan jera," ujarnya.

SIGIT ZULMUNIR



Read More...

11,05% Masyarakat Sumut Hidup di Bawah Garis Kemiskinan

http://hariansib.com/?p=94108

11,05% Masyarakat Sumut Hidup di Bawah Garis Kemiskinan

Posted in Medan Kita by Redaksi on September 29th, 2009

Medan (SIB)
Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (Bapemas Pemdes) memperkirakan, dari sekitar 13 juta masyarakat Sumut, 11,05% atau sekitar 1.436.500 warga di antaranya berada di bawah garis kemiskinan. Bapemas bertekad untuk tahun depan akan dapat ditekan hingga 70%.
"Maaf, saya tidak ingin bermaksud takabur dan muluk-muluk. Tekad kami itu adalah proyeksi Bapemas. Dengan pelaksanaan berbagai program yang tepat, saya yakin Bapemas bisa mewujudkan visi-misi Gubsu H Syamsul Arifin SE, terutama dengan rakyat tidak miskin dan memiliki masa depan, dalam mengurangi jumlah penduduk miskin di Sumut," ujar Kepala Bapemas Pemdes, H Rusli Abdulah, saat memberikan kata sambutan dalam open house menyambut Hari Raya Idul Fitri 1430 Hijriah di Kantor Bapemas Jalan Jati Medan, Senin (28/9).
Rusli memaparkan sejumlah program untuk peningkatan kesejahteraan warga miskin tersebut, khususnya dengan jalan menggerakkan ekonomi riil berupa program kredit bergulir, program desa binaan, penguatan ketahanan ekonomi rumahtangga.
Agar program bisa berjalan baik, Rusli menyebutkan tidak ingin melupakan proses konsolidasi internal Bapemas Pemdes. Tujuannya agar seluruh tenaga produktif lembaga itu bisa solid saat menjalankan program di tahun 2010.
"Saya juga akan mengsolidasikan para kepala Bapemas Pemdes sebelumnya, agar kami bisa memeroleh input dan menentukan langkah apa yang bisa dijalankan dalam mempercepat peningkatan kesejahteraan rakyat agar tidak lapar, tidak bodoh, tidak sakit, dan memiliki masa depan," tegas Rusli Abdullah. (M3/i)



Read More...

Pascalebaran, Gepeng Banjiri Kota Bandung

http://www.republika.co.id/berita/78385/Pascalebaran_Gepeng_Banjiri_Kota_Bandung

Pascalebaran, Gepeng Banjiri Kota Bandung

By Republika Newsroom
Senin, 28 September 2009 pukul 16:13:00

BANDUNG--Pascalebaran tahun ini, Kota Bandung dan sekitarnya harus kembali terbebani penambahan jumlah ribuan gelandangan dan pengamen (gepeng). Kali ini, gepeng yang kebanyakan berasal dari daerah Pantura itu masih berusia produktif.

Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Bandung, Ferdi Ligaswara, menjelaskan, ribuan gepeng tersebut kebanyakan berasal dari Indramayu, Pekalongan, Tegal dan Brebes. Kedatangan mereka ke Kota Bandung, sambung dia, terjadi sejak pertengahan Bulan Ramadhan.

Ferdi menjelaskan, dari awal, gepeng yang tiba di Kota Bandung tersebut memang berniat akan mencari uang di jalanan. Mereka, jelas dia, kebanyakan berasal dari kelompok masyarakat yang bermental pemalas.

Dia menyatakan, Kota Bandung sebagai pusat kegiatan ekonomi di Jabar, dianggap sebagai ladang mata pencaharian. Ferdi menjelaskan, mereka tidak sadar bila kehadiran gepeng di Kota Bandung akan menambah persoalan sosial.

Hasil pemeriksaannya ke sejumlah lokasi beroperasinya gepeng, sambung Ferdi, gepeng yang baru datang itu tergiur oleh ajakan temannya yang lebih dulu menjadi gepeng. Dia mengaku kesulitan melarang kedatangan gepeng tersebut.

Mengingat, jelas Ferdi, mereka tiba di Kota Bandung seperti layaknya warga lain yang akan mencari kerja. Untuk itu, pihaknya menggelar operasi yustisi agar gepeng pendatang itu bias teridentifikasi. Kalau memang dari awal ketahuan akan menjadi gepeng, pihaknya tentu akan mengembalikannya.

Pihaknya mengaku prihatin terhadap gepeng yang mayoritas berusia produktif. Selain itu, papar dia, secara fisik, mereka masih memungkinkan untuk menjadi pekerja biasa, selain menjadi gepeng.

''Kami minta jangan datang ke Bandung kalau hanya akan menjadi gepeng,'' ujar Ferdi kepada wartawan, Senin (28/9). Pihaknya menyatakan, dari sekian daerah di Jabar, Kota Bandung yang kerap menjadi incaran gepeng. san/ahi

 

Read More...

Pengemis Juga Ingin Mudik...

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/17/04194536/Pengemis.Juga.Ingin.Mudik...

LEBARAN
Pengemis Juga Ingin Mudik...

Kamis, 17 September 2009 | 04:19 WIB

Jakarta mulai sepi ditinggalkan warganya mudik ke kampung halaman. Begitu juga dengan pengemis yang tinggal di "sentra pengemis" Kampung Lio, Kecamatan Beji, Depok, Jawa Barat, Selasa (15/9).

"Saya ingin mudik, tetapi belum cukup modal. Akhirnya yang pulang istri saja. Dia bawa Rp 700.000 untuk dibagi buat keponakan di Losarang," kata Marta (60), pria yang matanya cacat sebelah.

Sedianya Marta ingin mudik bersama istri untuk menengok tujuh keponakan yang mereka biayai hidupnya. Marta, yang kehilangan pekerjaan sebagai penggembala kambing, setahun terakhir menjadi pengemis di Jakarta setelah dirayu seorang teman dari Indramayu, Jawa Barat.

Saat ditemui menjelang petang, Marta baru selesai mandi seusai "bekerja" keliling kampung. Marta bersama istrinya, Talem (50), mengontrak sebuah kamar semipermanen seharga Rp 150.000 per bulan.

Meski enggan mengungkapkan berapa penghasilannya, Marta mengaku selama sebulan terakhir penghasilannya merosot.

"Sekarang, penghasilan bekerja sehari hanya sekitar Rp 20.000 saja. Paling banyak Rp 50.000 setelah keliling kampung tiga sampai empat jam," ujarnya.

Paceklik pendapatan juga diakui Atim (48), pengemis yang mengidap penyakit kusta. Atim mengaku saat ini pendapatannya turun drastis. "Biasanya bisa mendapat sekurangnya Rp 100.000. Sebetulnya kalau masih bisa macul (mencangkul), saya juga tidak mau bekerja seperti ini," kata Atim, asal Cikedung, Indramayu.

Sehari-hari, Atim mencari nafkah di sekitar Stasiun Kereta Api Universitas Indonesia hingga di bawah terowongan UI.

"Saya berangkat naik kereta dari Stasiun Depok, turun di Stasiun UI. Kalau jalan kaki sudah tidak kuat karena kondisi fisik cacat," kata Atim.

Nasori (54), juragan lapak pemulung di Kampung Lio, membenarkan keterangan Marta dan Atim. "Tahun ini tidak seperti tahun lalu. Bisnis barang bekas hingga para pengemis juga lesu. Mungkin karena perputaran uang sudah habis untuk pesta demokrasi sehingga kita-kita tidak kebagian," tuturnya.

Menurut Nasori, dalam keadaan normal, setidaknya seorang pengemis biasa menukarkan dan menitipkan uang kepadanya sekitar satu sampai dua juta rupiah per bulan. Uang itu diambil kalau mereka mau pulang kampung.

Sejahtera

Warga Depok dan Jakarta yang biasa melihat kehidupan di balik layar para pengemis menilai profesi pengemis menjanjikan kesejahteraan. Heru, seorang tukang ojek yang biasa mangkal di stasiun kereta, kerap mendapati pengemis menukar uang recehan dengan beberapa lembar uang kertas Rp 50.000 hingga Rp 100.000.

"Kalau Mas mau tunggu di dekat Stasiun UI pada jam-jam tertentu, mereka menukar uang hasil mengemis dengan uang kertas Rp 50.000 hingga Rp 100.000-an. Bahkan, saya pernah bertemu pengemis tunanetra tukar uang recehan dengan empat lembar uang kertas Rp 100.000," kata Heru seraya geleng-geleng kepala.

Samian, pengemudi taksi yang ditemui di Jakarta Selatan, juga mengaku sering melihat anak-anak jalanan yang kerap meminta uang kepada pengguna jalan sedang memainkan ponsel berfitur canggih.

Lebih seru lagi keterangan Vivi, seorang warga Menteng, Jakarta Pusat. "Tukang minta-minta yang biasa mangkal di dekat rumahku kemarin mengaku habis merenovasi rumahnya senilai Rp 70 juta," kata Vivi.

Namun, tudingan penghasilan melimpah dari mengemis ditampik Atim dan Marta. Menurut mereka, penghasilan mengemis hanya sekadar untuk menyambung hidup dan selebihnya membantu keuangan keluarga besar di kampung halaman.

"Makanya, kami tetap ingin mudik selepas Lebaran. Mudah-mudahan ada rezeki cukup untuk ongkos pulang," kata Marta yang diamini Atim.

Keberadaan pengemis di Jakarta dan sekitarnya memang kontroversial. Toh, mereka juga manusia biasa yang tetap ingin pulang ke tempat mereka berasal, seperti jutaan warga Jakarta lainnya yang memiliki profesi terhormat.(Iwan Santosa)



Read More...

Gelandangan Serbu Kota Banjarmasin

http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2009/09/18/36646

18 September 2009 | 18:45 wib | Nasional

Gelandangan Serbu Kota Banjarmasin

Banjarmasin, CyberNesws. Gelandangan dan pengemis (Gepeng) menjelang Lebaran 1430 Hijriah namapk mulai berdatangan ke Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel).

Seperti yang dituturkan Syahran (57) seorang Gepeng di Banjarmasin, Jum'at, dia mengemis karena tidak sanggup lagi untuk bekerja apalagi sebentar lagi sudah memasuki Hari Raya Idul Fitri.

Selain itu, lanjutnya kebutuhan ekonomi sehari-hari untuk makan bersama istri yang saat ini tinggal di kawasan Jalan Anjir muara juga selalu terkendala.  Bukan itu saja, saat ditanya kenapa datang dan mengemis di Kota Banjarmasin karena ibukota Kalsel itu termasuk kota besar dan warganya enak dan tidak segan-segan untuk memberi.

Syahran juga menuturkan menjadi Gepeng di Kota Banjarmasin tidak sendiri tetapi bersama tiga tetangganya khusus hanya untuk mengemis. "Lebih baik mengemis walau hanya mendapatkan sedikit penghasilan setiap hari daripada harus bekerja yang dilarang agama," katanya.

Dalam sehari hasil mengemis bisa mendapatkan penghasilan lebih kurang Rp30.000 dan uang tersebut dikumpulkan untuk biaya hidup sehari-hari dan buat Lebaran. "Saat ditanya mengenai Satpol PP Kota Banjarmasin yang giat-giatnya melakukan operasio yustisi gepeng, ia menjawab apabila ada Satpol PP ya menghidar," lanjutnya.

Walaupun harus ditangkap paling hanya dilakukan pendataan dan apabila bukan warga Banjarmasin akan dipulangkan dan itu lebih baik gratis pulang kerumah, katanya.

Sementara itu, Kasat Pol PP Kota Banjarmasin, Nazammudin  mengatakan, pihaknya akan terus melakukan penertiban terhadap para gepeng yang datang ke Banjarmasin. Ia juga menegaskan bagi gepeng yang telah tertangkap beberapa kali diusulkan untuk dilakukan tindakkan, kalau perlu dimasukkan kepanti rehabilitasi.

Nazam menegaskan, bagi gepeng jangan pernah mengulangi perbuatannya, apabila tertangkap untuk kedua kalinya maka akan diambil tindakan tegas, lanjutnya. Untuk sementara ini belum terlihat peningkatan jumlah gepeng saat mendekati Lebaran walaupun ada kemungkinan hanya sedikit karena pihak kami setiap hari terus melakukan penertiban.

( Ant / CN08 )



Read More...

Jakarta Lengang, Pengemis Meningkat

http://berita.liputan6.com/ibukota/200909/244749/Jakarta.Lengang.Pengemis.Meningkat

Jakarta Lengang, Pengemis Meningkat  

Donvito Samartha

Suasana di Jalan Sudirman Jakarta.
19/09/2009 13:10
Liputan6.com, Jakarta: Tak seperti hari biasanya yang selalu padat kendaraan dan macet, suasana jalan-jalan utama di Ibu Kota lengang. Sebut saja, ruas Jalan Raya Thamrin dan Sudirman, Jakarta Pusat, Sabtu (19/9) siang, justru amat lengang dari hiruk pikuk mobil maupun sepeda motor yang biasa melintasi wilayah ini.

Hal yang tidak jauh berbeda juga terlihat dari pusat perniagaan serta perkantoran di Jalan Sudirman. Sebab, sebagian besar perkantoran di wilayah ini meliburkan karyawannya. Suasana berbeda terlihat di Jalan Gatot Subroto  yang terlihat cukup ramai lancar.

Sepinya beberapa ruas jalan dan pusat perniagaan serta perkantoran karena sejak Jumat kemarin para pekerja mulai libur menyambut Hari Raya Idulfitri.

Meski begitu, sepinya Jakarta tak membuat para pengemis menghentikan kegiatannya. Seperti di lampu merah Tanahabang, Jakpus. Para pengemis di kawasan ini tidak segan menghampiri pengendara kendaraan dan meminta uang. Meski telah ditertibkan, mereka tak juga jera. Bahkan, jumlahnya cenderung meningkat menjelang Lebaran. Selengkapnya simak video berikut.(BOG/AND)


Read More...

Puluhan Pengemis Musiman Geruduk Lapangan Gasibu

http://regional.kompas.com/read/xml/2009/09/20/08094182/Puluhan.Pengemis.Musiman.Geruduk.Lapangan.Gasibu

Puluhan Pengemis Musiman Geruduk Lapangan Gasibu
Pengemis mulai membanjiri Masjid Istiqlal Jakarta, Selasa (30/9) malam
Minggu, 20 September 2009 | 08:09 WIB

BANDUNG, KOMPAS.com — Puluhan pengemis musiman menyerbu Lapangan Gasibu, Bandung, untuk mengais rezeki kepada warga yang melaksanakan shalat Idul Fitri 1430 Hijriah di lapangan tersebut.. Di Lapangan Gasibu, Minggu (20/9), puluhan pengemis anak-anak hingga orangtua tampak menyerbu warga seusai pelaksanaan shalat Idul Fitri.
    
Salah seorang pengemis musiman asal Kota Cianjur, Yayah (42), mengaku sengaja datang bersama anaknya, Ramlan (3), ke Lapangan Gasibu untuk mengemis. "Tiap tahun emak memang suka ke sini buat ngemis, lumayanlah buat uang jajan anak emak," ujar Yayah sambil menggendong anaknya.
    
Yayah memanfaatkan situasi Lebaran untuk mendapatkan sedekah dari orang yang melintas di kawasan Lapangan Gasibu. Ia mengaku bisa mendapatkan uang hingga Rp 150.000 dari hasil mengemis di Lapangan Gasibu, Bandung.
    
"Lumayan kalau ngemis pas Idul Fitri sama seperti ini setahun sekali, bisa dapat Rp 150.000," ujar Yayah.
    
Sama seperti Yayah, Kokom (52), warga Ciparay Kabupaten Bandung, ini mengaku memanfaatkan momentum shalat Idul Fitri di Lapangan Gasibu untuk mendapatkan sedekah.
    
Kokom datang ke Bandung bersama kedua anak balitanya yang semuanya perempuan. "Walaupun belum dapat banyak, tapi biasanya kalau ngemis pas Idul Fitri suka dapat kue atau baju bekas dari warga yang shalat di Gasibu," ujarnya.
    
Kokom berharap hasil mengemis saat Idul Fitri di Lapangan Gasibu kali ini dapat lebih baik dibandingkan tahun lalu. "Tahun lalu, bisa mendapatkan Rp 250.000 ngemis di sini (Lapangan Gasibu), mudah-mudahan hasilnya bisa sama," ujarnya.
    
Pelaksanaan shalat Idul Fitri 1430 Hijriah di Lapangan Gasibu dipimpin oleh imam KH Aef Syaefullah dan berlaku sebagai khatib yaitu Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan.



Read More...

Mereka Tetap Mengadu Nasib di Istiqlal...

http://megapolitan.kompas.com/read/xml/2009/09/20/10014741/Mereka.Tetap.Mengadu.Nasib.di.Istiqlal...

Mereka Tetap Mengadu Nasib di Istiqlal...
Minggu, 20 September 2009 | 10:01 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Kendati Pemerintah Provinsi Daerah DKI Jakarta telah mengeluarkan peraturan daerah yang melarang warga memberikan sedekah kepada pengemis, dan bahkan menindak beberapa orang yang melanggar, mereka tetap nekat mengadu nasib di Masjid Agung Istiqlal, Jakarta, Minggu (20/9).

Lihat saja. Puluhan pengemis berada di dalam dan luar kompleks masjid yang berseberangan dengan Gereja Katedral tersebut. Ratna (50), seorang pengemis asal Sukabumi, mengaku telah datang ke Masjid Istiqlal sejak pukul 05.00 pagi. Setelah mengemis lebih dari empat jam, Ratna mengaku perolehan tahun ini berkurang dibandingkan tahun lalu.

Namun, toh Ratna telah mengantisipasi hal ini. "Tahun ini, saya membawa anak saya untuk ngemis. Jadi lumayan kalau digabungin," katanya.

Sukur (55), pengemis asal Sukabumi, mengatakan, larangan mengemis tidak berpengaruh signifikan terhadap "omzet" mengemis tahunannya di Istiqlal. "Tetap banyak yang ngasih," ujar Sukur tanpa mau menyebutkan angka perolehannya.

Selain mengemis, Ratna, Sukur, dan beberapa teman mereka berencana ingin "berburu" sedekah di acara-acara open house sejumlah politisi dan pejabat. Mereka mengaku akan segera meninggalkan Ibu Kota seusai Lebaran nanti.



Read More...

Gubernur Jambi Bagi Angpau Ratusan "Gepeng"

http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2009/09/19/36729

21 September 2009 | 08:59 wib | Daerah

Gubernur Jambi Bagi Angpau Ratusan "Gepeng"

Jambi, CyberNews. Ratusan gelandangan dan pengemis (gepeng) di Kota Jambi, Minggu, mendapat "angpau" atau uang saku dari Gubernur Jambi H Zulkifli Nurdin, angpau tersebut diserahkan usai sholat Ied di Mesjid Agung Al-Falah Kota Jambi.

Sebelum pelaksanaan sholat Ied, para gepeng telah memadati pintu gerbang masjid sejak dini hari. Mereka berharap mendapatkan rezeki dari meminta-minta kepada para dermawan usai menunaikan ibadah sholat Ied.

Para gepeng yang terdiri dari berbagai usia tersebut memadati sepanjang jalan dan pelataran Mesjid Agung kebanggaan masyarakat Kota Jambi tersebut.

Usai sholat Ied, ratusan gepeng langsung memadati lokasi Gubernur Jambi keluar dari dalam masjid. Nampak mereka berebutan untuk bersalaman langsung dengan gubernur, mereka juga berharap mendapatkan pemberian.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, Gubernur Jambi Zulkifli Nurdin usai melaksanakan sholat Ied biasa memberikan angpau berupa uang kepada sejumlah gepeng yang berada di Mesjid Agung Al-Falah.

Ratusan amplop yang berisi uang sebesar Rp20 ribu dibagi-bagikan kepada ratusan gepeng yang memadati pelataran mesjid, para gepeng nampak berjejalan menanti giliran pemberian amplop oleh para ajudan gubernur.

"Jangan dilihat dari nilainya, ini hari kemenangan dimana kita semua berbagi kegembiraan khususnya dengan para kaum dhuafa," ujar Gubernur.

Melihat kegembiraan para gepeng, Zulkifli Nurdin nampak terharu, sesekali sembari menyalami para gepeng Gubernur melontarkan kata-kata selamat hari raya Idul Fitri serta memohon maaf kepada seluruh masyarakat.

Menurut Gubernur, fenomena gepeng memang menjadi dilema bagi masyarakat, meski keberadaannya dinilai mengganggu ketertiban dan kenyamanan lingkungan, namun di sisi lain sebagai umat manusia dan muslim keberadaan gepeng juga harus dihormati, mereka juga bagian dari masyarakat dan umat beragama.

( Ant / smcn )



Read More...

Diserbu Pedagang Liar, SPBU Datangkan Brimob

http://regional.kompas.com/read/xml/2009/09/23/08524029/Diserbu.Pedagang.Liar..SPBU.Datangkan.Brimob

Diserbu Pedagang Liar, SPBU Datangkan Brimob
Rabu, 23 September 2009 | 08:52 WIB

Laporan wartawan Sonora Liliek Setyowibowo

CIREBON, KOMPAS.com — Untuk mengantisipasi pedagang liar, pengemis, dan parkir liar, pihak stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU) di Km 227 ruas Tol Palikanci, Desa Situpatok, menambah petugas keamanan. Hal ini dilakukan karena pada saat terjadi arus mudik sebelum Lebaran, SPBU di seberangnya "diserbu" pedagang liar.

Menurut Dadang, Kepala Sub Bagian Lalu Lintas dan Kamtib Jasa Marga Palikanci, SPBU yang biasanya dijaga satu orang petugas keamanan, sejak tadi malam ditambah empat anggota Brimob.

Sebelumnya, petugas Jasa Marga sempat menghalau masyarakat yang akan berjualan di sekitar SPBU. Namun, petugas justru dibalas dengan lemparan batu. Menurut Dadang, posisi SPBU memang tidak berpagar, jadi langsung terhubung dengan permukiman.



Read More...

PKL Tetap Ngeyel Jualan Di Tepi Pantai

http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2009/09/27/37031

27 September 2009 | 15:21 wib | Daerah

PKL Tetap Ngeyel Jualan Di Tepi Pantai

Bantul, CyberNews. Meski dilarang jualan di pinggir pantai Parangtritis, namun tampaknya larangan itu tak berlaku bagi pedagang kaki lima (PKL). Buktinya, selama liburan lebaran ini masih banyak pedagang yang tetap jualan di tempat tersebut.

Padahal sebelumnya, Satpol PP Bantul sudah mengeluarkan larangan berjualan, namun anehnya tidak ada tindakan nyata untuk menegakkan aturan. Sehingga tak heran bila puluhan PKL berjualan di pantai tersebut.

Sesuai dengan Peraturan Bupati nomor 24 tahun 2006 tentang Penataan Kawasan Usaha Pantai Parangtritis, kawasan yang berada di sebelah selatan konblok hingga bibir pantai harus wajib kosong dan tidak boleh dipergunakan untuk kepentingan apapun.

Kenekatan pedagang PKL untuk berjualan di bibir pantai, dikarenakan ramainya pengunjung yang datang dan kebutuhan perut karena tidak maksimalnya fungsi atau keberadaan stan-stan di terminal baru. "Jika saya tidak berjualan di sini, terus saya harus makan apa? Sedangkan yang bisa saya lakukan hanya ini tidak ada yang lain. Pemerintah hanya diam saja tanpa pernah memberi solusi," kata Suyanti (38) salah seorang pedagang yang ada di tempat itu ketika ditemui Minggu (27/9).

Selama sehari jualan, Suyanti yang berjualan berbagai makanan ringan dan minuman kemasan itu mengaku mendapatkan ratusan ribu rupiah atau beberapa kali lipat bila dibandingkan dengan hari biasa.

Dia juga mengaku sebenarnya dirinya dan rekan-rekan yang lain sudah mengetahui larangan yang diumumkan oleh Satpol PP itu. "Tapi karena kebutuhan perut saya nekat saja, jika memang diusir ya kita bongkar lagi," katanya.

Hal yang sama juga dikatakan oleh Budi Wardopo (40) tahun, baginya alasan berjualan di tempat terlarang itu sama dengan pedagang yang lain. "Sebenarnya saya sudah punya stan di kawasan terminal baru. Namun karena berada di belakang, saya tidak mendapatkan pengunjung," jelasnya.

Budi mengatakan, selama ini pemerintah kurang peduli dengan keberlangsungan hidup para pedagang yang sudah memiliki stan. Sebab selain tidak ada upaya untuk memajukan, pemerintah juga tidak pernah sungguh-sungguh melarang PKL berjualan di pinggir pantai, sehingga sering kali terjadi aksi kucing-kucingan.

Sementara Kandiawan, Kepala Satpol PP Bantul ketika dikonfirmasi mengenai hal ini menjelaskan, pihaknya memberikan toleransi kepada pedagang untuk berdagang di sana selama beberapa waktu. "Selama tidak terjadi pertengkaran atau perselihan dengan pedagang di terminal, kita tidak akan mengambil tindakan," katanya menjelaskan.

Dia menyangkal selama ini pihaknya tidak pernah konsisten dalam menenggakkan peraturan. Sebab sebelumnya, Satpol PP sudah mengultimatun para pedagang untuk tidak berdagang dan membersihkan kawasan pinggir pantai.

Kandiawan juga mengatakan selama ini pihaknya melakukan pemantuan rutin guna mengawasi pedagang agar tidak berjualan. Namun kenyataan di lapangan, sejak hari H hingga Minggu, tidak satupun petugas Satpol PP yang terlihat di sana.

Sementara selama liburan lebaran ini, pusat jajanan khas tradisional Mbok Tumpuk dibanjiri pngunjung untuk membeli makanan tradisional khas Bantul dan sekitarnya. "Sejak lebaran ini, jumlah pembeli mengalami peningkatan," kata Kelik, Manager Mbok Tumpuk.

Meskipun menemui kendala dalam hal bahan baku, namun pemenuhan kebutuhan pembeli yang datang hingga Minggu (27/9) sebagai oleh-oleh tidak ada masalah. Semua bisa tercukupi dan terlayani. "Selama ini yang paling laris adalah makanan khas yaitu geplak dan peyek tumpuk. Untuk geplak, selama tiga hari terakhir kami sering mengalami keterlambatan karena tidak imbangnya permintaan dan stok barang," katanya.

Keterlambatan itu menurut Kelik dikarenakan kurangnya stok geplak matang, oleh karena itu pihaknya harus menambah pegawai untuk bisa memenuhi dan memasak geplak hingga tengah malam.

Ini belum lagi dengan sulitnya mencari bahan baku kelapa segar yang harus didatangkan langsung dari pemasok, dengan harga perbutirnya naik Rp 500 setiap harinya harus menghabiskan 6000 butir kelapa. Atau mengalami 20 kali kenaikan dibandingkan hari biasa.

Khusus geplak, Kelik menuturkan pihaknya harus menaikkan harga jual menjadi Rp 18.000 per Kg sebelumnya hanya Rp16000 karena naiknya harga gula.

Selama lebaran ini, lanjut Kelik, setiap harinya Mbok Tumpuk menghabiskan 5-6 kuintal, mengalami kenaikan hingga tiga kali lipat dibandingkan hari biasanya. "Sedangkan peyek tumpuk, peningkatannya masih dibawah geplak. Setiap harinya kami bisa menjual sebanyak 2-3 kwintal, untuk hari biasa hanya 1 kwintal. Untuk harga jualnya tidak mengalami peningkatan yaitu Rp 26.000 per Kg," katanya.

( Sugiarto / CN13 )



Read More...

Masih Suasana Lebaran, Satpol PP Bentrok dengan PKL

http://berita.liputan6.com/daerah/200909/245329/Masih.Suasana.Lebaran.Satpol.PP.Bentrok.dengan.PKL

Masih Suasana Lebaran, Satpol PP Bentrok dengan PKL  

Patria dan Agus Raharja

25/09/2009 19:08 Liputan6.com, Cimahi: Kendati masih dalam situasi Lebaran, petugas Satuan Polisi Pamong Praja bentrok dengan para pedagang kaki lima (PKL) di Kota Cimahi, Jawa Barat, Jumat (25/9) siang. Ini terjadi saat petugas hendak menertibkan para pedagang di Jalan Cimindi, Baros, Leuwi Gajah, dan lokasi lain.

Puluhan pedagang yang kepergok melakukan pelanggaran karena berjualan di daerah terlarang harus menerima nasib, yaitu barang dagangannya digusur dan dihancurkan. Namun, sebagian pedagang berusaha mempertahankannya. Alhasil, perang mulut dan saling dorong pun tak terhindarkan.

Petugas beralasan, penertiban ini dilakukan untuk mengantisipasi maraknya PKL yang diperkirakan semakin banyak pascalebaran.(UPI/YUS)

Read More...

Digusur Setelah Lebaran, Pedagang Koja Mengadu ke DPRD

http://megapolitan.kompas.com/read/xml/2009/09/16/15122228/Digusur.Setelah.Lebaran..Pedagang.Koja.Mengadu.ke.DPRD..

Digusur Setelah Lebaran, Pedagang Koja Mengadu ke DPRD
ilustrasi pasar
Rabu, 16 September 2009 | 15:12 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Emilius Caesar Alexey

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekitar lima ratus pedagang Lorong 104 atau Sentra Usaha Kecil Permai Koja, Jakarta Utara, berdemonstrasi di Kantor DPRD DKI Jakarta, Rabu (16/9) di Jakarta Pusat. Mereka meminta agar rencana penggusuran yang bakal dilaksanakan pascalebaran ditunda.

"Kami menuntut penghentian penggusuran pasar sebelum ada lokasi pemindahan yang disepakati pedagang. Lokasi pemindahan juga harus dapat dijangkau oleh konsumen agar kami dapat berjualan dengan baik," kata Syamsul Rizal, Ketua Pengurus Keluarga Besar Forum Komunikasi Pedagang Tradisional Sentra Usaha Kecil.

Menurut Syamsul, perwakilan pedagang sudah menanyakan kepastian rencana penggusuran pada Wali Kota Jakarta Utara Bambang Sugiyono. Mereka dipastikan akan digusur Rabu (23/9) mendatang.

Lorong 104 adalah salah satu gang di Jalan Yos Sudarso, Jakarta Utara. Musa, salah satu pedagang, mengatakan, mereka sudah berdagang di kawasan itu sejak 1960-an.

Pada tahun 2000, Pemprov DKI Jakarta membangun tenda raksasa untuk menaungi para pedagang. Pada tahun 2002, (mantan) Gubernur Sutiyoso meresmikan Lorong 104 sebagai sentra pedagang kaki lima dan dianggap sebagai katup ekonomi kota.

Terdapat sekitar 700 orang pedagang yang menempati lorong selebar enam meter dan panjang sekitar 500 meter. Lorong itu tidak dapat dilalui kendaraan bermotor karena banyaknya jumlah pedagang.

Kebijakan penggusuran diambil oleh Pemprov DKI karena Lorong 104 akan difungsikan lagi sebagai jalan. Rencananya, para pedagang akan dipindahkan ke Pasar Sindang, Pasar Kompleks, dan lokasi binaan di Lorong 103.

Para pedagang yang datang ke kantor DPRD dengan menumpang 22 unit Metro Mini itu menolak relokasi yang ditawarkan Pemerintah Kota Jakarta Utara. Menurut Syamsul, lokasi-lokasi penampungan itu sepi dan mereka bakal bangkrut jika harus berdagang di lokasi-lokasi itu.

Para pedagang diterima beberapa anggota DPRD DKI Jakarta. Ketua Fraksi PKS, Nurmansjah Lubis mengatakan, Pemprov sebenarnya sudah menyiapkan penampungan baru di Lorong 103. Namun, jumlahnya masih belum sebanding d engan jumlah pedagang.

Di sisi lain, para pedagang menolak relokasi di lokasi binaan Lorong 103 karena ukurannya dianggap terlalu sempit, 1,5 meter kali 1,5 meter. Menurut Nurmansjah, lokasi penampungan harus disiapkan secara matang sebelum penggusuran dilakukan.

 



Read More...