-->

Headlines

The Ecosoc News Monitor

31 August 2007

Migrant Care: Ganyang Malaysia!

okezone
Jum'at, 31/08/2007 10:50 WIB

JAKARTA- Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Migrant Care berunjuk rasa di depan Kedutaan Besar (Kedubes) Malaysia, Jalan Rasuna Said, Setia Budi Jakarta Selatan. Lembaga advokasi untuk Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ini memprotes tindakan Malaysia atas perlakuan keras terhadap TKI yang mengadu nasib di negeri itu.

Selain mengecam keras kebijakan deportasi terhadap TKI, Migrant Care juga menunjukkan daftar nama tenaga kerja yang menjadi korban kekerasan di Negeri Jiran tersebut.

Sebanyak 47 nama TKI di tulis dalam kertas HVS, hingga terlihat memanjang dan di tempelkan pada pintu gerbang Kedubes Malaysia. Dalam orasinya, mereka menilai kebijakan pemerintah Malaysia tidak bisa menghargai negara Indonesia. Malaysia dinilai meremehkan TKI terutama nasib tenaga kerja yang kerap kali mendapat perlakuan tak wajar seperti kekerasan dan pelanggaran HAM.

“Malaysia pelanggar HAM, kasus ambalat, kasus pemukulan wasit,” ujar salah seorang orator seperti yang ditulis dalam poster-poster yang mereka bawa.

Dalam aksi yang mereka lakukan, Jumat (31/8/2007), para demonstran juga tak henti-hentinya berteriak lantang Ganyang Malaysia!.

Aksi ini mendapat pengawalan dari petugas keamanan dengan ketat. Petugas keamanan tampak bersiaga dan melengkapi diri dengan peralatan anti huru hara. Sejauh ini, aksi berjalan dengan damai. (lut)

Siswanto - Okezone

Read More...

30 August 2007

Jenazah [Siti Munawaroh, 21, TKI asal Ngawi] Dipulangkan .. [sakit?]

okezone
Kamis, 30/08/2007 19:50 WIB
2 Jenazah TKW Tiba di Kampung Halaman Cetak E-mail

NGAWI – Dua jenazah tenaga kerja wanita (TKW) yang meninggal saat bekerja di negeri orang, Rabu pagi dipulangkan kekampung halamannya.

Dua jenazah tersebut yakni Siti Munawaroh (21), TKW yang diduga meninggal karena serangan jantung. Dan Sumarni (23), TKW yang meninggal akibat gantung diri.

Siti Munawaroh, TKW asal Desa Randusongo, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi meninggal dunia di Arab Saudi diduga karena sakit. Namun, pihak keluarga korban meragukan keterangan tersebut, Pasalnya, sebelum kematian tidak ada pemberitahuan sama sekali dari pihak PJTKI maupun dari Pemerintah Arab Saudi.

Menurut Satiman (57), orang tua korban, mengaku semenjak berangkat ke Arab Saudi untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga Oktober 2006 lalu, korban tidak pernah berkirim surat atau kontak dengan keluarga di kampung halamannya.

Namun, Kamis pagi keluarga dikejutkan dengan kedatangan korban yang sudah menjadi jenazah. "Kami diberitahu kalau anak saya meninggal karena sakit jantung," ujar Satiman saat ditemui di rumahnya, Kamis (30/8/2007).

Meski pihak keluarga mengikhlaskan kepergian Siti munawaroh, namun pihak keluarga menuntut agar gaji korban selama 18 bulan bekerja di arab Saudi segera dibayarkan.

Pada hari bersamaan, keluarga Sumarni, TKW asal Desa Jagir, Kec Sine, Kab Ngawi, menerima jenazah Sumarni. TKW yang ditemukan tewas gantung diri saat bekerja di Malaysia, kemarin disambut jeris histeris dan isak tangis keluarganya.

Menurut Suwandi (42), paman korban, mengatakan korban sebenarnya berencana mencari rejeki ke luar negeri agar dapat menyekolahkan adiknya.

"Tapi belum genap satu bulan, dirinya sudah meninggal dengan cara seperti itu," keluhnya. (muhammad roqib/sindo/kem)

Read More...

Kedatangan Jenazah Sumarmi [TKI asal Ngawi dari Malaysia] Disambut Histeris — [gantung diri?]

Liputan6.com
30/08/2007 06:20 Kasus TKI

Ngawi: Jenazah Sumarmi, tenaga kerja Indonesia yang tewas di Malaysia tiba di rumah duka, Desa Jagir, Kecamatan Sine, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, Rabu (29/8). Jerit tangis keluarga dan kerabat menyambut kedatangan jasad korban. Bahkan, bibi dan saudara perempuan almarhumah pingsan saat melihat jenazah diturunkan dari mobil ambulans. Sementara ibunda Sumarmi, Suminah tampak lebih tabah.

Setelah disemayamkan di rumah duka kurang dari 30 menit, jenazah langsung dimakamkan di pemakaman umum desa setempat. Puluhan warga turut mengantar pemakaman almarhumah yang berangkat ke Negeri Jiran 14 Agustus silam tersebut.

Kabar kematian Sumarmi disampaikan PT Sari Pasifik Jaya, 28 Agustus lalu. Dari keterangan biro yang memberangkatkan almarhumah, Sumarmi meninggal pada 25 Agustus diduga akibat gantung diri lantaran putus cinta. Dugaan ini diperkuat dengan ditemukannya surat wasiat untuk kekasih korban di lokasi kejadian.(RMA/Dirgo Suyono)

Read More...

Malaysian legal process 'unfair to maids'

The Jakarta Post , Jakarta | Thu, 08/30/2007

Abdul Khalik, The Jakarta Post, Jakarta

It's almost four years since Nirmala Bonat escaped from her Malaysian employer, who beat and burned her on a regular basis.

Since then, Nirmala, 23, originally from West Nusa Tenggara, has waited patiently for justice to take its course. But now she says she has almost lost hope.

An official at the Indonesian Embassy in Kuala Lumpur, where Nirmala has lived since 2004, told The Jakarta Post by phone on Wednesday that the former maid had almost given up.

""It seems that the process has been deliberately slowed down by trial delays and the replacement of judges,"" Tatang B. Razak said.

""In fact, her employer has been released by the police. We face many similar cases here.""

He said that the embassy had filed many complaints with the Malaysian authorities after looking after thousands of Indonesian maids fleeing their employers because of abuse or unpaid salaries.

He said no Malaysian citizen had ever been punished for abusing an Indonesian maid.

""Nirmala's abuse is the only case that reached court. Other cases are still in the hands of the police. This shows how slow the process is if it relates to abuse of Indonesians. But if an Indonesian is alleged with a violation or a crime, the legal process takes only days to arrive at the court,"" Tatang said.

He said that the case of how Indonesian maid Rini Setyowati was brought to trial without the Indonesian Embassy being notified just a week after she was accused of stealing her employer's jewelry illustrated the unfairness.

Tatang said that he could not provide data on how many Indonesian maids had died of abuse, but Migrant Care founder Wahyu Susilo said that in 2007 alone, some 46 Indonesian maids died in Malaysia without clear explanation of their cause of death from police.

The latest case is the unclear death of a 23-year-old maid from Ngawi, Central Java, identified as Sumarmi, who was found dead in her room last Saturday.

Just a week before, another maid, identified as Kunarsih from Demak, Central Java, was found dead in her room after suffering blunt force injuries to the chest and abdomen.

Foreign Ministry director for the protection of Indonesian citizens abroad Teguh Wardoyo said that weak law enforcement on the part of Malaysia had partly caused similar abuse cases to recur as it would not create deterrents to prevent similar abuses against Indonesian citizens in the future.

""We ask Malaysia to take the cases very seriously, and demand they punish all perpetrators in abuse and murder cases,"" he told reporters after filing Indonesia's complaints with Malaysian Ambassador to Indonesia Dato' Zainal Abidin Zain on Wednesday.

Teguh urged Indonesian agencies to coordinate among themselves and their monitoring activities to make sure that all migrant workers sent to foreign countries went through the correct legal channels and had the required skills.

Zainal Abidin, meanwhile, asked Indonesia to give Malaysia a chance to prove its seriousness in handling all the cases reported to them, including the assault of Indonesia's chief karate referee, Donald Peter Luther Kolopita.

""Give us a chance. We can't guarantee that similar incidents will not take place anymore as we are dealing with human beings. But we don't have a policy to beat people. We have taken action on the four police officials, such as reducing half of their salary and suspending them. We will take further action after completion of investigation,"" he said.

Also on Wednesday, the Indonesian Foreign Ministry summoned Saudi Arabia's Ambassador Abdulrahman Mohammed Amen Alkhayyat to explain why Indonesia had not been granted consular access to two injured citizens allegedly abused by their Arab employers and why the repatriation of the bodies of two other Indonesian maids had been so slow.

Read More...

[Sumarni, 23, TKI asal Ngawi di Malaysia Meninggal karena Gantung Diri

okezone
Kamis, 30/08/2007 19:50 WIB

2 Jenazah TKW Tiba di Kampung Halaman

NGAWI – Dua jenazah tenaga kerja wanita (TKW) yang meninggal saat bekerja di negeri orang, Rabu pagi dipulangkan kekampung halamannya.

Dua jenazah tersebut yakni Siti Munawaroh (21), TKW yang diduga meninggal karena serangan jantung. Dan Sumarni (23), TKW yang meninggal akibat gantung diri.

Siti Munawaroh, TKW asal Desa Randusongo, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi meninggal dunia di Arab Saudi diduga karena sakit. Namun, pihak keluarga korban meragukan keterangan tersebut, Pasalnya, sebelum kematian tidak ada pemberitahuan sama sekali dari pihak PJTKI maupun dari Pemerintah Arab Saudi.

Menurut Satiman (57), orang tua korban, mengaku semenjak berangkat ke Arab Saudi untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga Oktober 2006 lalu, korban tidak pernah berkirim surat atau kontak dengan keluarga di kampung halamannya.

Namun, Kamis pagi keluarga dikejutkan dengan kedatangan korban yang sudah menjadi jenazah. "Kami diberitahu kalau anak saya meninggal karena sakit jantung," ujar Satiman saat ditemui di rumahnya, Kamis (30/8/2007).

Meski pihak keluarga mengikhlaskan kepergian Siti munawaroh, namun pihak keluarga menuntut agar gaji korban selama 18 bulan bekerja di arab Saudi segera dibayarkan.

Pada hari bersamaan, keluarga Sumarni, TKW asal Desa Jagir, Kec Sine, Kab Ngawi, menerima jenazah Sumarni. TKW yang ditemukan tewas gantung diri saat bekerja di Malaysia, kemarin disambut jeris histeris dan isak tangis keluarganya.

Menurut Suwandi (42), paman korban, mengatakan korban sebenarnya berencana mencari rejeki ke luar negeri agar dapat menyekolahkan adiknya.

"Tapi belum genap satu bulan, dirinya sudah meninggal dengan cara seperti itu," keluhnya. (muhammad roqib/sindo/kem)

Read More...

TKI, Akar Masalah RI-Malaysia

Radio Nederland Wereldomroep
30-08-2007

Hubungan Indonesia dan Malaysia sudah lama mengalami pasang surut. Kasus penganiayaan ketua wasit karate Indonesia memperburuk hubungan antar negara tersebut. Peristiwa itu memang bukanlah sebagai pemicu ketegangan. Sebetulnya yang menjadi akar masalah kedua negara adalah Tenaga Kerja Indonesia yang mengalami pelanggaran hak-hak asasi manusia di Malaysia. Ikuti wawancara Radio Nederland Wereldomroep dengan Yap Shie Sheng dari Suara Rakyat Malaysia, Suaram di Kuala Lumpur:

Kisah lama
Kasus itu akan kembali memperburuk hubungan antara Indonesia dan Malaysia. Karena itu bukanlah satu-satunya kasus dalam hubungan antara negara tetangga. Ada lagi kasus lainnya yang sudah lama bermasalah yaitu kasus Tenaga Kerja Indonesia. Padahal kedua negara yang berada dalam blok Asean telah mencapai suatu deklarasi tentang hak migran. Kendati demikian deklarasi itu tidak diterjemahkan ke dalam UU di Malaysia.

Sementara itu warga Malaysia sendiri juga sudah cukup muak dengan kelakuan polisi mereka. Banyak ketidakpuasan terhadap kepolisian. Kekerasan polisi terhadap wasit karate tersebut menjadi isu tersendiri dalam masyarakat Malaysia. Jadi menurut Yap Shie Sheng sendiri peristiwa penganiayaan itu justru menimbulkan simpati rakyat Malaysia. Terutama dari kalangan yang sudah dilanggar hak asasi manusianya.

Wawancara lengkap dengan Yap Shie Sheng

Ketidakadilan pada TKI

Selama ini hubungan kedua negara juga diwarnai dengan ketidak adilan terhadap perlakuan TKI. Tenaga mereka dieksploitasi. Banyak sekali kasus-kasus TKI yang dianiaya majikan. Selain itu banyak pula penindasan lainya seperti misalnya dari segi gaji, misalnya gaji yang tidak dibayar. Para TKI itu juga tidak diberikan hak yang sama dengan tenaga kerja asal Malaysia sendiri.

Kekerasan oleh majikan di Malaysia itu menurut Yap Shie Sheng disebabkan karena pemerintah Malaysia jarang sekali mengambil tindakan tegas terhadap majikan. Justru sebaliknya pemerintah Malaysia bahkan mengambil tindakan terhadap TKI sendiri. Jadi majikan sepertinya boleh melakukan apa saja sesuka hati dan tidak ada tindakan dari Kerajaan Malaysia.


Read More...

29 August 2007

East Javanese worker dies mysteriously in Malaysia

The Jakarta Post

JAKARTA (Antara): An Indonesian worker has died in mysterious circumstances in her employer's home in Malaysia, non-governmental organization Migrant Care said Wednesday.

Migrant Care activist Wahyu Susilo said the East Javanese worker, Sumarmi, was found dead Saturday. Malaysian police have not yet revealed the cause of her death.

Sumarmi's remains were reportedly flown from Kuala Lumpur to Surabaya on Wednesday afternoon, before being taken to her hometown of Ngawi.

Stories abound of mistreatment and abuse suffered by Indonesian workers at the hands of their Malaysian employers.

A number of Indonesian workers have died from torture inflicted while in domestic service. (***)

Read More...

Menakertrans Cabut Izin PJTKI Pengirim TKI Korban Penyiksaan

Detik
28/08/2007 18:49 WIB

Jakarta - 3 Penyalur Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) dicabut izinnya oleh Menakertrans Erman Suparno. Ketiganya adalah penyalur TKI korban penyiksaan di Arab Saudi, yakni Siti Tarwiyah, Susmiyati, Ruminih, dan Tari binti Tarsim.

Ketiga PJTKI itu adalah perusahaan pelaksana TKI swasta (PPTKIS) Amri Margatama yang menyalurkan Siti Tarwiyah dan Ruminih, PPTKIS Alfindo Mas Buana yang menyalurkan Susmiyati, dan PPTKIS Arya Duta Bersama yang menyalurkan Tari binti Tarsim.

Pencabutan izin itu cukup spontan setelah keluarga TKI menantang Erman untuk membuktikan janjinya dalam dialog dengan keluarga keempat TKI itu kantornya, Jl
Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (28/8/2007) pukul 17.00 WIB hingga 18.00 WIB.


"Anda pegang kata-kata saya, saya cabut sekarang izin PJTKI-nya!" ujar Erman. 6 Perwakilan keluarga para TKI dan Migrant Care pun langsung bertepuk tangan
mendengar pernyataan itu.

Menurut Erman, selama tahun 2007, dia sudah mencabut izin lebih dari 100 perusahaan PJTKI. "Kalau cuma mencabut PJTKI kayak begini kok ditantang," selorohnya.
Ketiga PJTKI itu dinilai terlambat memberitahukan pemerintah tentang nasib TKI yang dikirimnya. UU 39/2004 mensyaratkan pemberitahuan itu dilakukan selambat-lambatnya 3x24 jam.

Pada Kamis 31 Agustus, Erman akan mengirim salah seorang direktur di Depnakertrans ke Arab Saudi. Tujuannya untuk mengurus kepulangan jenazah Siti Tarwiyah dan Susmiyati ...

Andi Saputra - detikcom

Read More...

Pengiriman 27 TKW Dibawah Umur Digagalkan

Okezone
Rabu, 29/08/2007 17:47 WIB
Hariyanto Kurniawan - Okezone

JAKARTA - Ditreskrimsus Polda Metro Jaya menggagalkan pengiriman 27 Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Jawa Barat, yang masih di bawah umur. Rencananya, mereka akan dikirimkan ke Arab Saudi.

Operasi pengiriman TKW illegal ini, dilakukan dengan cara memalsukan umur para calon TKW. Namun, polisi menaruh curiga dengan wajah para calon TKW yang terlihat masih dibawah umur.

"Kami menduga pihak imigrasi Tangerang yang memalsukan paspor. Karena meloloskan tanpa meneliti terlebih dahulu," kata Kasat Sumber Daya Manusia dan Lingkungan Ditreskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Bahagia Dachi di kantornya Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (29/8/2007).

Bahagia juga menambahkan, dalam kasus ini polisi sudah memeriksa AM sebagai saksi selaku Kepala Seksi Kantor Imigrasi Tangerang. Para TKW ini berasal dari PJTKI Anugrah di Tangerang.

Sementara itu, karena masih memeriksa AM sebagai saksi, polisi belum menetapkan tersangka baik dari perusahaan penyalur jasa atau dari pihak imigrasi Tangerang.

Hasil pemeriksaan polisi, sebagian besar TKW berumur sekira 14-16 tahun. Mereka sebagian besar berasal dari Karawang, Cianjur, dan Indramayu. "Padahal menurut UU 39/2004 tentang penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri usia minimal adalah 21 tahun," tandas Bahagia. (ahm)

Read More...

28 August 2007

Polisi Membebaskan TKI yang Disekap

Liputan6.com,
28/08/2007 09:13 Kasus TKI

Asahan: Polisi baru-baru ini membebaskan tiga tenaga kerja Indonesia yang sempat disekap perusahaan jasa TKI di Medan, Sumatra Utara. Junaidi, Selamat, dan Tarko dikurung setelah tertangkap basah saat akan melarikan diri. Mereka berusaha kabur karena tak tahan dengan perlakuan pengelola PJTKI.

Awalnya, ketiga warga Desa Cinta Mulia, Bengkulu, itu dijanjikan akan bekerja di sebuah kebun kelapa sawit dengan gaji Rp 2 juta per bulan. Namun kenyataannya mereka hanya digaji Rp 800 ribu setiap bulan. Nahasnya, setelah bekerja selama delapan bulan, mereka malah tidak menerima balas jasa.

Pengelola PJTKI berdalih pemotongan upah sebesar Rp 7 juta untuk biaya pengurusan paspor, ongkos perjalanan, dan biaya makan. Polisi telah menangkap dua tersangka yaitu Ramot Lindung Sitorus dan Irfan sebagai pengelola PJTKI.(YNI/Chaerul Dharma dan Cuk Arbianto)

Read More...

Sujinah, Derita TKW yang Berulang


Liputan6.com
28/08/2007 02:39 Kasus TKI

Pasuruan: Kasus penyiksaaan terhadap tenaga kerja wanita asal Indonesia yang bekerja di luar negeri terus terjadi. Seorang TKW asal Pasuruan, Jawa Timur, sering menerima perlakuan tidak senonoh dari majikannya di Kota Jedah, Arab Saudi. Hal itu pula yang membuatnya nekat melarikan diri dan menanggung cedera hingga kini.

Diceritakan Sujinah, sang majikan sering melakukan pecehan seksual dan bahkan hendak memerkosanya. Lantaran tak tahan, Sujinah melarikan diri lewat pintu jendela lantai tiga rumah majikannya menggunakan kain yang disambung. Nahas, kain tersebut putus dan Sujinah terjatuh. Dia mengalami patah tulang kaki dan punggung.

Kini, kondisi TKW warga Mlaten, Nguling, Pasuruan ini sudah mulai membaik, meski harus sering berbaring di kamarnya. Sudah sepekan Sujinah berada di rumah setelah selama dua bulan menjadi pembantu rumah tangga di luar negeri. Pihak yang memberangkatkan Sujinah dan Dinas Tenaga Kerja sampai saat ini belum memberikan bantuan apa pun.

Derita Sujinah menambah panjang rentetan derita sejumlah TKW yang bekerja di luar negeri. Beberapa waktu lalu, dua orang TKW yang bekerja di Malaysia juga mendapatkan perlakuan kasar dari majikannya dan melarikan diri dari rumah bertingkat [baca: TKI Kabur dari Lantai 22].(ADO/Dandy Arigafur)

Read More...

Gus Dur: Perbuatan Binatang Jauh Lebih Baik

Gusdur.net

Tentang Empat TKW Dianiaya di Arab Saudi

Jakarta, gusdur.net — Perlakuan tidak manusiawai kembali dialami Tenaga Kerja Wanita (TKW) Indonesia di Arab Saudi. Susmiyati, Siti Tarwiyah, Tari binti Tarsim dan Ruminih, pada 3-4 Agustus 2007, dianiaya 7 warga Arab Saudi. Susmiyati dan Siti Tarwiyah bahkan meninggal dunia seketika. Sedang Tari binti Tarsim dan Ruminih mengalami luka parah dan kini dirawat di RS Medical Complex di Riyadh.

Selama 22 hari paska kejadian, keluarga korban terus mencari keadilan. Namun hingga detik ini, baik pemerintah RI maupun keluarga majikan korban di Arab Saudi, tak memberikan jawaban apapun. Karenanya, didampingi Rieke Diah Pitaloka dan aktivis Migrant Care, mereka mengadukan masalahnya pada mantan Presiden RI KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di Gedung PBNU Jakarta, Jum’at (24/08/2007) sore.

Satu persatu keluarga korban menyampaikan harapannya kepada Ketua Dewan Syura DPP PKB itu. “Kami sangat memohon pada Gus Dur untuk melakukan terobosan ke Raja Fahd. Pemerintah Indonesia, Deplu, dan KBRI, belum memberikan jawaban yang pasti,” pinta suami almarhumah Siti Tarwiyah, Hamid (36 tahun).

“Saya tidak akan memaafkan orang yang menganiaya isteri saya sampai meninggal,” imbuh pria dari Ngawi Jawa Timur ini.

“Saya mohon, supaya jenazah kakakku dipulangkan ke Indonesia,” ujar adik kandung almarhumah Susmiyati, Supomo (26 tahun), yang asli Pati Jawa Tengah.

Sedang suami Tari binti Tarsim Deden Eka Sundar meminta bantuan Gus Dur untuk mencari keberadaan istrinya, yang kabarnya diculik dari rumah sakit tempatnya dirawat. “Saya minta pelaku dihukum setimpalnya,” ujar pria Karawang Jawa Barat ini.

Carumi (33 tahun), kakak kandung Ruminih berharap adiknya segera dipulangkan. “Saya mohon doa dan dukungan Gus Dur, mudah-mudahan masalah ini cepat selesai, sehingga adik saya segera dipulangkan ke Indonesia dengan selamat,” ujarnya lirih.

Menanggapi pengaduan itu, Gus Dur menyatakan, dirinya mendukung perjuangan mereka. “Kita juga sudah banyak berbuat, tapi diam-diam. Kalau diumumkan, Kedutaan Saudi Arabia akan marah. Tapi dengan seperti itu tetap tidak menyelesaikan masalah. Ya sudah, kita bawa ke umum saja sekarang,” imbuhnya.

Menurut Gus Dur, problem tenaga kerja di luar negri akan terus terjadi . “Wong di sini nggak ada pertumbuhan ekonomi sama sekali,” kritiknya.

Menjawab pertanyaan wartawan tentang lambannya pemerintah menagani TKI sedang masalah penculikan Raisya begitu reaktif, Gus Dur menjawab, “Presidennya penakut. Nggak berani berhadapan dengan Saudi Arabia. Dia takut reaksinya di luar negeri. Ya sudah, nggak berani ngomong,” sentilnya.

Selain itu, untuk menyelesaikan persoalan ini, juga diperlukan kepemimpinan yang jujur. “Laporan ke KBRI percuma kalau mereka nggak jujur,” katanya.

Kenapa kejadian tragis seperti ini terus berulang? “Pandangan mereka (orang Arab Saudi, red.) tentang kita, orang luar, itu rendah sekali. Saya lama tinggal di sana, sehingga tahu hal ini,” ujarnya.

Karena itu, untuk mengatasi masalaah ini, Gus Dur mengajak semua komponen bangsa peduli terhadap nasib TKI. “Mari bersama-sama memperjuangkan nasib mereka di sana. Memang untuk sementara belum berhasil, tapi harus terus dilakukan,” pesannya.

“Ini perjuangan jangka panjang. Nggak bisa selesai cepat,” sambungnya.

Gus Dur juga berharap agar keluarga korban tidak memaafkan pelakunya. Karena jika dimaafkan, pelakunya hanya dikenakan membayar diyat oleh Pemerintah Arab Saudi dan tidak dihukum mati. “Karena perbuatan binatang jauh lebih baik dari mereka,” tegasnya.

Di akhir pengaduan, mereka yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat untuk Keadilan Buruh Migran Indonesia membacakan tuntutan, baik kepada pemerintah Republik Indonesia maupun kepada pihak Pemerintah Arab Saudi.

Isi tuntutan itu:

Pertama , segera pulangkan jenazah Susmiyati dan Siti Tarwiyah disertai dengan hak-hak korban selama mereka menjadi buruh migran di Saudi Arabia.

Kedua , berikan akses kepada KBRI di Riyadh dan lawyer yang menangani kasus ini untuk mendampingi Tari selama proses memberikan keterangan sebagai saksi serta penuhi kebutuhan rehabilitasi medis dan psikis secara utuh kepada Tari dan Ruminih.

Ketiga, usut tuntas kasus penganiayaan secara keji ini dan jatuhkan hukuman yang seberat-beratnya kepada para pelaku.

Keempat , pemerintah Saudi Arabia harus meminta maaf secara resmi kepada keluarga korban serta seluruh masyarakat Indonesia atas terjadinya insiden penganiayaan secara keji tersebut.

Sedang kepada pemerintah Indonesia, mereka menuntut:

Pertama, BNP2TKI dan Depnakertrans RI harus segera mengusut dan menindak tegas PJTKI yang memberangkatkan keempat korban penyiksaan, yaitu PT Amri Margatama (Ruminih dan Siti Tarwiyah), PT Alfindo Mas Buana (Susmiyati) serta PT Arya Duta Bersama (Tari bint Tarsim).

Kedua , Deplu RI harus memanggil Duta Besar Saudi Arabia untuk RI agar bertanggungjawab secara penuh untuk menuntaskan kasus ini.[]

Read More...

Live Free or Die Hard ..

Hosea Handoyo
www.hshandoyo.net

(kesungguhan cerita ini didukung
oleh surat-surat perjalanan dan kontrak
yang salinannya saya dapatkan dari Wahyu)

Hari ini hari yang istimewa bagi saya. Setelah beberapa kali terekspos dalam diskusi tentang penipuan pengiriman TKI ke luar negeri, kini saatnya saya langsung berkenalan dengan salah satu korbannya. Sebut saja Wahyu, seorang pemuda dari desa Jambi, Nganjuk. Ia kini tinggal di salah satu asrama yang juga saya tinggali di Amsterdam, Belanda. Ia sedang menunggu kepulangannya ke tanah air.

Bersama dengan kawannya, Mahdi (bukan nama sebenarnya), Wahyu tiba di bandara Charles De Gaulle, Paris tanggal 15 Juli 2007. Penjemput yang dijanjikan perusahaan pengirim mereka tidak kunjung dating untuk mengantar mereka ke Belanda. Beruntung mereka sempat berkenalan dengan mahasiswa Indonesia dalam perjalanan hingga dapat dibantu mengurus perjalanan ke Belanda. Bayangkan saja dengan bahasa Inggris yang pas-pasan apalagi bahasa Perancis, mereka terkatung-katung di bandara yang super besar itu.

Perusahaan X yang mengirim kedua kawan ini sempat menghilang membawa uang Rp50 juta per orang yang mereka katakan biaya administrasi pengurusan visa, ijin kerja, kursus bahasa dan semua "tètèk bengèk" yang sungguh-sungguh bikin bengèk itu. Walaupun akhirnya bisa dilacak oleh orangtua Wahyu di Indonesia, perwakilan perusahaan ini berjanji mengembalikan setengah dari uang yang disetorkan dalam tiga bulan. Tapi janji hanyalah janji yang hingga kini tak terealisasi.

Wahyu bercerita bahwa untuk mengejar mimpinya bekerja di Eropa, dia harus mengeluarkan koceknya sebesar Rp25 juta — hasil tabungannya bekerja di Korea dan sisanya meminjam ke kanan kiri termasuk tengkulak. Dalam hal ini saya bertanya-tanya, mengapa uang sebanyak itu tidak dipakai jadi modal usaha atau investasi. Tapi jawaban yang saya terima, ‘itulah investasi yang merea usahakan.’

Mereka berharap bahwa dengan uang sebanyak itu mereka mampu membayar kembali dengan tiap Euro yang mereka hasilkan di Eropa. Sayang sekali mereka tidak memiliki bayangan seperti apa Eropa selain dari cerita yang berseliweran atau pun film-film di televisi yang sungguh menyesatkan dari kondisi sebenarnya.

Mereka juga sadar bahwa semua ini pun sebetulnya kesalahan mereka karena mereka dengan mudah asal percaya saja bahwa semua yang diurus oleh perusahaan X ini legal. Dari hasil wawancara saya dengan Wahyu, terungkap bahwa perusahaan ini mendaftarkan mereka sebagai pelaut bersertifikat (dengan paspor pelaut). Mereka akan dikirimkan ke Tahiti lewat Perancis dan kemudian mengganti visa di Perancis untuk bekerja di Belanda. Skenario ini terkesan "wah" bagi mereka yang ada di desa dan memiliki mimpi besar untuk bergaya hidup a la Jakarta.

Apalah mereka, dengan kedua orangtua sebagai buruh tani yang berpenghasilan tidak kurang Rp300 ribu sebulan. Wahyu hanya mampu bersekolah hingga SMP. Dengan latar pendidikan itulah, mereka umumnya menjadi bulan-bulanan dan ditagih "uang pelicin" untuk setiap meja di kantor-kantor tenaga kerja atau pun imigrasi untuk mengurus ijin menjadi TKI karena dianggap tidak mampu apa-apa padahal Wahyu sempat dikirim ke Korea untuk bekerja di sebuah perusahaan alumunium.

Kini, Wahyu hanya bisa bersyukur International Organization for Migration (IOM) di Amsterdam mau mengirimkan dia kembali ke Indonesia. Namun, apalah daya, ketika mau kembali ke Indonesia, paspornya hilang dan kini IOM hanya memberi waktu dua minggu untuk mengurus paspor baru yang sulitnya bukan main. Nasibnya kini terkatung-katung di Amsterdam. Uang raib, paspor raib dan biaya ke Indonesia cukuplah mahal.

Kini perawat-perawat Indonesia di Amsterdam berusaha menampung dan menolong Wahyu walaupun ia masih tidak memiliki rencana apa-apa sekembalinya ke Jawa Timur. Itu pun kalau sempat kembali. Dalam akhir wawancara dengan Wahyu, ia hanya meminta pemerintah bisa menertibkan perusahaan-perusahaan pengirim TKI yang kongkalikong dengan oknum imigrasi ataupun oknum-oknum pemerintah yang korup.

Mendengar cerita ini, teriris hati saya. Saya mungkin beruntung bisa lahir di keluarga yang cukup dan mampu bersekolah ke luar negeri tapi saya mungkin tidak memiliki semangat perjuangan yang sama seperti Wahyu yang hanya tamatan SMP. Inilah perjuangan kaum pekerja keras, calon-calon "Pahlawan Devisa" yang berjuang untuk mendapat hidup layak, tidak hanya untuk dirinya, tapi juga untuk keluarganya.

Betul-betul seperti judul film Bruce Willis yang terakhir, Die hard 4.0: Live Free or Die Hard ..**

Read More...

Perbudakan TKI Sulit Diatasi Akibat Sindikat Pejabat Negara Setempat

WASPADA Online
Selasa, 28 Agustus 2007 00:29 WIB

* Pemerintah RI Kewalahan Berikan Perlindungan

Catatan Avian E. Tumengkol

Pemerintah RI kewalahan dalam memberikan perlindungan kepada para tenaga kerja Indonesia (TKI) akibat aksi-aksi yang melanggar hak azasi manusia dan tidak manusiawi. Penganiayaan dan pembunuhan terhadap sejumlah TKI di luar negeri, khususnya di Arab Saudi dan Malaysia, bukan rahasia umum lagi. Korban cedera dan meninggal banyak berjatuhan dalam jumlah besar terhadap tenaga kerja Indonesia akibat aksi-aksi perbudakan, penyiksaan dan eksploitasi seks oleh para majikan.

Banyak yang mengalami gangguan jiwa dan mental. Apa faktor kesulitan pemerintah RI? Waspada berhasil mendapatkan informasi dari sumber yang layak dipercaya setelah melakukan analisis di lapangan.

Departemen Luar Negeri RI melalui Perwakilan RI di luar negeri - Kedutaan Besar Repubilk Indonesia (KBRI) dan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) mengalami kesulitan menghadapi permasalahan TKI di luar negeri. Maraknya kasus-kasus yang terjadi terhadap pekerja migran Indonesia membuat pemerintah RI tampak lemah dalam mengatasi permasalahan hingga para TKI yang bermasalah tidak mendapatkan perlindungan yang semestinya. Para majikan memperbudak, menganiaya, memerkosa dan bahkan membunuh sejumlah warga negara Indonesia yang dipekerjakan. Bahkan, praktik perdagangan manusia pun menjadi bagian dari beberapa kasus utama yang menimpa para TKI.

Lemahnya pemerintah RI memberikan perlindungan kepada TKI akibat dari peran dan keterlibatan pejabat pemerintah setempat yang melindungi para majikan. Walaupun para majikan berbuat kesalahan atau melanggar hukum, terutama hak azasi manusia, mereka tidak diharuskan menjalankan hukuman karena perlindungan pejabat negara setempat, banyak di antaranya justru orang tua dari para majikan. Tidak sedikit jumlah majikan yang orang tuanya seorang pejabat atau menjadi anggota keluarga dari pejabat tersebut. Lemahnya supremasi hukum yang kalah kuat dengan pejabat negara itu menjadi faktor fundamental. Sindikat terselubung mengimpor tenaga kerja Indonesia ke negaranya melibatkan pejabat setempat dan aksi mafia tersebut terjadi baik di negara setempat maupun di Indonesia.

Para diplomat Indonesia di Arab Saudi kesulitan memberikan perlindungan karena tidak adanya perangkat hukum di negara itu. Nota Kesepahaman (MoU) dengan Indonesia pun tidak ada karena pemerintah Saudi keberatan menerapkan peraturan dan rendahnya keinginan atau upaya penegakan hukum. Pemerintah Saudi sangat memihak pada warganya sendiri demi kepentingan ekonomi nasional dan tidak perduli dengan pekerja migran secara umum, tidak hanya asal Indonesia tapi seluruh dunia. Perbudakan terjadi tanpa henti di negara itu karena rendahnya demokratisasi dan mendasar pada sistem pemerintahan dictatorship.

Baru-baru ini, dua TKI meninggal dunia akibat penganiayaan oleh keluarga majikan yang beranggota 7 orang karena diduga melakukan santet. Pembunuhan itu terjadi setelah aksi penganiayaan secara brutal oleh salah satu anggota keluarga majikan yang dilaporkan mengalami gangguan jiwa. Dua lainnya dirawat secara intensif di rumah sakit karena mengalami cedera luka parah. Namun, setelah kondisi mereka membaik, kedua TKI itu dipindahkan ke penjara setempat tanpa pemberitahuan kepada KBRI Riyadh. Pihak KBRI pun diberitahu kejadian itu oleh beberapa warga Indonesia.

Sampai tanggal 26 Agustus 2007 pukul 16.55 WIB, pemerintah Saudi belum memberikan KBRI akses kepada para TKI tersebut walaupun pemerintah RI sudah melayangkan nota diplomatik sebanyak dua kali. Padahal tenaga kerja Indonesia sudah bekerja menguras energi mereka tanpa batas, melayani secara seks, fisik dan bahkan diperkosa. Para diplomat Saudi di Indonesia enggan memberikan komentar.

Keadaan yang serupa terjadi di Malaysia. Walaupun kedua pemerintah telah menandatangan MoU, tidak jarang pemerintah Malaysia mengabaikan kesepaham itu dan malah memenjarakan pekerja Indonesia walau tak bersalah karena memihak warganya sendiri. Banyak majikan yang orang tuanya menjadi pejabat pemerintah setempat atau memiliki kedekatan dengan kalangan pejabat. Ironisnya, para pejabat Malaysia dan anggota keluarganya justru terlibat dalam upaya mengeksploitasi TKI di negaranya. Mereka terang-terangan mengetahui dan paham jelas bahwa banyak majikan yang melakukan aksi perbudakan, pemerkosaan dan pembunuhan terhadap TKI.

Namun karena para majikan tersebut adalah anaknya sendiri atau saudara, justru pihak pekerja yang dihukum dan dipenjarakan. Sejumlah pejabat itu sengaja melindungi warganya. Bisnis impor TKI ke Malaysia dilakukan dalam jumlah besar melalui sindikat terselubung dengan tujuan memanfaatkan tenaga fisik TKI yang dianggap murah untuk melengkapi kebutuhan industri ekonomi dan tenaga kerja setempat. Praktik itu secara sistematis dilakukan demi kepentingan ekonomi dengan adanya lapangan pembangunan yang sangat besar.

Mereka secara sengaja diketahui sebagai pejabat di Malaysia karena merasa 'kebal hukum' hingga dapat melancarkan praktik kejam dan tidak manusiawi tersebut. Penegakkan hukum di Malaysia sulit diterapkan karena kekuasaan kalangan pejabat. Sama halnya dengan pemerintah Arab Saudi, pemerintah Indonesia sudah tegas meminta kepada Malaysia untuk menegakkan hukum secara adil terhadap para majikan yang bersalah, namun sampai sekarang tidak ada respon. Sejumlah besar kasus di antaranya kabur dari majikan namun tidak bisa pulang ke Indonesia karena tidak pegang uang karena gajinya tidak bayar. Banyak yang mengaku ditipu permainan majikan dan PJTKI (Perusahaan Jasa TKI). Baru-baru ini, seorang TKI diperkosa hingga tujuh kali, seizin istri majikan laki-laki.

Wartawan Malaysia yang baru-baru ini berkunjung ke Indonesia mengaku bahwa media di Malaysia sangat terkontrol oleh pemerintahnya, terutama berita politik. Tentu, itu dilakukan untuk menjaga citra pemerintahan Malaysia di dalam negeri, terutama di luar. Rupanya, MoU Indonesia dengan Malaysia yang ditandatangani pada bulan Mei 2006, tidak memberikan perlindungan kepada pekerja migran Indonesia dan lebih memihak Malaysia hingga membuat para TKI mudah terjerumus ke dalam situasi layaknya perbudakan.

Dalam perjanjian itu, para majikan Malaysia diperbolehkan untuk menahan pekerja, dokumen dan paspornya serta melarang atau membatasi kebebasan pekerja untuk pulang kampung. Juga, para majikan diperbolehkan memotong gaji bulanan mereka sampai 50 untuk membayar berbagai pinjaman, jika ada, dan tidak memberikan waktu istirahat. Sementara itu, Malaysia tidak memiliki UU Anti Perdagangan Manusia.

Di Indonesia, yang terjadi adalah 'permainan' dan penyimpangan yang mengakibatkan potensi masalah yang berkembang menjadi tambah kacau di luar negeri. Para calon TKI, dalam jumlah besar – mulai dari pedesaan sampai perkotaan – tidak memenuhi persyaratan administrasi dan fisik namun tetap dibantu, bahkan diloloskan oleh PJTKI (Perusahaan Jasa TKI) yang 'bermain' dengan pemerintah tingkat kabupaten, daerah dan pusat.

Kasus-kasus TKI yang bermasalah berangkat dari impian sejumlah warga desa dan kota yang ingin memperbaiki nasib ekonomi keluarga. Pihak PJTKI menampung para pekerja dan menjanjikan jasanya untuk bisa mewujudkan impian mereka dengan iming-iming gaji besar dan kehidupan yang lebih baik. Pemerintah pun mendukung upaya tersebut karena terbuai dengan imbalan yang ditawarkan dan diberikan oleh PJTKI. Oleh sebab itu, terjadilah praktik gelap dan aksi penyimpangan yang memicu maraknya permasalahan hingga berjatuhan korban di luar negeri. Melalui proses itu, keselamatan dan kesejahteraan para pekerja tidak terjamin, terutama di negara-negara yang penegakkan dan supremasi hukumnya kalah kuat dengan kekuasaan pejabat pemerintah, seperti di Indonesia pada zaman Soeharto dulu.

PJTKI banyak yang beroperasi tanpa izin atau ilegal. Tapi karena 'sogokan' mereka kepada pemerintah dalam negeri lancar, terjadilah penyimpangan-penyimpangan yang, juga, bukan rahasia umum. Sulit untuk diberantas karena pejabat pemerintah gampang terbuai dengan nomimal yang ditawarkan, lagi-lagi dikarenakan alasan ekonomi, tentunya. Kini, BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI) telah dibentuk sebagai upaya memberantas penyimpangan-penyimpangan yang selama ini terjadi, tentu dengan harapan masalah penyimpangan dapat diberantas dan lebih memberikan keamanan dan legalitas bagi para pekerja migran Indonesia sekaligus memberikan penempatan yang layak kepada mereka.

Permasalahan akan tetap marak jika tidak ada aksi pemberantasan yang tegas. Norma-norma kemanusiaan menjadi isu dalam permasalahan TKI, terutama di luar negeri. Penyimpangan menjadi isu di dalam negeri, mulai dari proses administrasi keberangkatan hingga kepulangan para TKI di Indonesia. Sebelum berangkat, para calon TKI diharuskan memberikan uang untuk melancarkan keberangkatan. Setibanya di negara setempat, mereka disiksa, diperbudak, diperkosa dan dibunuh. Yang masih bernyawa, sepulangnya mereka ke Indonesia, tetap harus memberikan uang kepada petugas di bandara sebagai syarat untuk bisa 'lolos' keluar dari bandara. (aa)

Read More...

27 August 2007

Kucing-kucingan di Kuching

Gadis ini tiba di Pontianak dengan kelelahan dan kebingungan yang sangat. Dua hari dalam pelarian dari Kuching, Sarawak, Malaysia Timur, akhirnya ia tiba di Indonesia. Desa kelahiran Ngabang, Landak, Kalimantan Barat, tinggal selangkah lagi.

Satu tahun sudah Eny, sebut saja namanya demikian, meninggalkan kampung halaman untuk mengadu nasib di negeri orang. Jika bukan karena aniaya Lay Tshe Ling, majikannya, tentu dia tak serta merta mau meninggalkan negeri tumpuan harapan ribuan tenaga kerja Indonesia itu. Dia telah memilih hujan emas di negeri orang daripada hujan batu di negeri sendiri.

Namun, apa hendak dikata. Tak tahan menerima siksa, gadis 16 tahun ini kabur dari tempatnya bekerja. Ia melarikan diri dari rumah majikan di Kuching, ketika semua penghuni tidur lelap. Disibaknya jalan sepi kota asing itu. Tanpa sanak tanpa saudara. Untunglah seorang warga setempat menyelematkannya ke Konsulat Jenderal RI di sana.

Untuk kembali ke rumah bukan perkara mudah. Eny masih harus melewati gerbang batas antarnegara di Entikong. Berkat bantuan dua petugas Konjen yang akan kembali ke tanah air, perjalanan pulang menuju kebebasan menjadi lebih mudah. Tanpa pemeriksaan paspor dan dokumen lain, Eny melenggang melewati perbatasan. Kondisi itu jauh berbeda dari saat ia masuk ke Malaysia setahun lalu.

Eny terpaksa bekerja di Kuching karena himpitan ekonomi. Tawaran bekerja di kota itu dengan gaji tinggi langsung disambarnya tanpa perhitungan matang. Tekadnya membuatnya gelap mata. Berangkat bekerja ke Malaysia apa pun caranya. Kepolosan Eny dimanfaatkan agen penyalur tenaga kerja illegal. Gadis itu diseberangkan ke negara tetangga untuk bekerja, hanya menggunakan pas lintas batas.

"Kalau paspor kan hijau, tapi yang saya pakai itu merah," ujar Eny di beranda asrama penampungan korban trafficking Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan Pancur Kasih, Pontianak, Kalimantan Barat.

Mimpi bekerja dengan upah besar perlahan tenggelam bersama hari-hari suram Eny di perantauan. Ternyata gaji yang dibayarkan majikan langsung disetorkan kepada agen pengirim TKI yang dulu memberangkatkan Eny ke Malaysia. "Saya tidak tahu berapa gaji saya selama bekerja di sana. Semua dipegang agen. Nanti kalau sudah habis kontrak baru uang itu diberikan kepada saya, kata agen itu," ujarnya.

Menurut catatan International Organization for Migration (IOM), mitra kerja PEK Pancur Kasih, 530 kasus trafficking anak menimpa warga Kalimantan Barat. Lebih dari 1.677 kasus perdagangan manusia ke Malaysia menggunakan pintu masuk Entikong. Namun Kepala Kantor IOM, Fitriana Nur, meluruskan, kasus perdagangan manusia juga terjadi di dalam negeri. "Kasus trafficking tidak hanya terjadi di luar negeri, di dalam negeri pun banyak terjadi kasus trafficking," ujarnya.

Menurut Fitriana, faktor ekonomi memang menjadi pemicu utama perdagangan manusia, terutama anak-anak. Selain itu, rendahnya pendidikan masyarakat sering dimanfaatkan calo untuk menipu para korban. "Perdagangan orang baik anak maupun perempuan yang dimanfaatkan dengan maksud tertentu merupakan trafficking. Apalagi anak usia di bawah 18 tahun. Biasanya kasus ini terjadi terutama karena kondisi ekonomi."

Dalam penampungan sementara, selain menjalani terapi pemulihan mental pascatrauma penganiyayaan, Eny bersama korban trafficking lain diajarkan berbagai keterampilan dasar mengurus rumah tangga. Diharapkan melalui pembekalan kemampuan dan kesadaran soal hak-hak pekerja ini mereka tak lagi terjebak dalam perangkap perdagangan manusia.

"Saya tidak mau lagi kerja di Malaysia.Tidak enak rasanya. Semua kerjaan saya dianggap salah dan selalu diomeli serta di pukul. Bagaimana bisa kerja dengan baik dan tenang?" kata Eny. (*)

Penulis: Tony Kusmiran
Foto: Mahasiswa Indonesia menjadi korban trafficking di Malaysia (foto Kurniawan Tri Yunanto)

Read More...

26 August 2007

Luthfiah, 15, TKI asal Probolinggo, meninggal di Yordan

SIARAN PERS
LEMBAGA BANTUAN HUKUM BURUH MIGRAN (LBH-BM)
INSTITUTE FOR MIGRANT WORKER (IWORK)
26 Agustus 2007

Stop Trafiking! Berikan Perlindungan Kepada Buruh Migran dan Kesejahteraan untuk Rakyat Indonesia

Bulan Juli-Agustus ini bisa dikatakan sebagai bulan duka bagi buruh migran. Bagaimana tidak, dalam 2 bulan terakhir ini kasus penyiksaan dan kematian yang dialami oleh buruh migran meningkat tajam. Setidaknya ada 7 orang Pahlawan Devisa yang menjadi korban, bahkan meninggal dunia akibat penyiksaan dan kondisi kerja yang tidak layak. Termasuk didalamnya adalah Luthfiah, seorang buruh Migran Perempuan dibawah umur asal Dusun Karang Tengah RT 09 RW 03, Desa Tulupari, Kecamatan Tiris Kabupaten Probolinggo, dikabarkan meninggal dunia di Jordania. Berangkat sebagai Buruh migrant ke Jordania pada usia 15 tahun, diberangkatkan oleh PT Panca Banyu yang ternyata merupakan PJTKI illegal, telah bekerja selama 19 bulan. Korban yang merupakan anak semata wayang yang yatim sempat mengirimkan upah hasil kerjanya kepada keluarga, tapi setelah 3 bulan bekerja perlakuan majikan berubah drastis, mulai kasar dan tidak mau membayar upah, sebagaimana yang sempat ia ceritakan dalam surat yang dikirimkan kepada keluarga dan temannya dikampung. Saat ini Jenazah Lutfiah masih berada di Jordania dan belum ada kejelasan kapan akan dipulangkan ke Tanah air.

Jenis kasus yang menimpa Lutfiah merupakan kasus yang terjadi berulang-ulang dan memakan korban yang tidak sedikit. Kasus tersebut memenuhi unsur-unsur tindak pidana perdagangan orang / trafiking sebagaimana yang tercantum didalam undang-undang No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan tindak pidana perdagangan orang. Meskipun dengan adanya undang-undang ini terbuka peluang untuk mencegah dan memberantas terulangnya kasus trafiking seperti yang dialami oleh Luthfiah tapi ini tidak menjawab persoalan mendasar mengapa terjadi trafiking dan migrasi beresiko tinggi yakni persoalan kemiskinan dan krisis kesejahteraan yang terjadi di Negeri ini. Persoalan migrasi resiko tinggi merupakan masalah konkrit yang terjadi dipedesaan, minimnya kepemilikian tanah para petani di pedesaan, tidak adanya jaminan pemenuhan hak dasar yang layak bagi rakyat seperti pendidikan dan dan kesehatan oleh pemerintah, menyempitnya lapangan pekerjaan dan pengaruh budaya konsumerisme memaksa masyarakat khusunya dipedesaan menjadi buruh migrant. Dengan bekal informasi, pengetahuan dan keterampilan yang minim mereka berangkat dan mempertaruhkan nyawa mereka untuk cita-cita kesejahteraan bagi keluarganya.
Kenyataan yang terjadi saat ini, Pemerintah hanya memperlakukan buruh migrant sebagai “ sapi perah “, meningkatkan terus pengiriman ke luar negeri tanpa melakukan upaya peningkatan kualitas buruh migrant. Memeras tenaga buruh migrant untuk devisa sebanyak-banyaknya tanpa memberikan perlindungan yang maksimal. Kekerasan, penganiayaan dan pelanggaran HAM yang mengakibatkan penderitaan bahkan kematian para pahlawan devisa diluar negeri adalah bukti lemahnya pemerintah memberikan perlindungan kepada buruh migrant dan memperjuangkan harga diri bangsa dihadapan Negara lain.
Untuk itu kami dari Lembaga Bantuan Hukum Buruh Migrant Institute for Migrant Workers (LBH-BM IWORK) Menuntut :

  1. Pulangkan segera Jenazah lutfiah dan berikan hak-haknya sebagai buruh migrant
  2. Perlindungan dan Penghormatan secara menyeluruh dan Simultan kepada Buruh Migrant Indonesia oleh Negara
  3. Perjelas Hubungan Industrial antara Buruh Migrant dengan PPTKIS/PJTKI, PJTKA dan Majikan.
  4. Implementasikan Undang-undang Pemberantasan tindak pidana perdagangan Orang secara adil dan konsisten, Tangkap dan adili pelaku perdagangan orang.

Pulangkan Segera Jenazah Lutfiah, Berikan Hak-haknya! Tangkap dan Adili Pelaku Trafiking

Jakarta, 26 Agustus 2007


Yuni Asriyanti
Program Coordinator
IWORK Liaison Unit Jakarta

Read More...

25 August 2007

Impor Tenaga Kerja, Tak Semudah Itu...

Kompas
Sabtu, 25 Agustus 2007

Salah satu poin penting Kesepakatan Kemitraan Ekonomi (EPA) Jepang-Indonesia adalah dibukanya akses pasar kerja Jepang bagi tenaga-tenaga kerja Indonesia yang semiterampil dan berketerampilan rendah (unskilled).

Benarkah ditandatanganinya EPA membuka peluang terjadinya migrasi tenaga kerja Indonesia yang sulit mendapatkan pekerjaan di sini untuk mengisi peluang kerja di Jepang, dalam jumlah besar?

Tampaknya tidak segampang itu. Untuk bisa masuk ke pasar Jepang—meskipun sudah ada kesepakatan EPA—tenaga kerja Indonesia dan negara lain (seperti diungkapkan beberapa pejabat Jepang dalam berbagai kesempatan) tetap harus memenuhi akreditasi dan sertifikasi yang berlaku Jepang, tak cukup dengan sertifikasi negara asal. Dan yang jelas, mereka juga harus bisa berbahasa Jepang.

Selama ini, Jepang hanya membuka pintu untuk tenaga profesional dan berketerampilan tinggi. Baru kali ini Jepang lebih terbuka menyangkut impor tenaga kerja kurang terampil dan semiterampil—atas desakan Kadin Jepang atau Keidanren—kendati di dalam negeri sendiri masih terjadi kontroversi.

Jumlah pekerja asing yang dibutuhkan Jepang selama kurun 1995-2050 untuk mengatasi krisis tenaga kerja—akibat terus menurunnya tingkat kelahiran dan terus meningkatnya proporsi penduduk usia lanjut dalam 40 tahun terakhir—diperkirakan mencapai 33,5 juta orang.

Jepang juga mengalami kelangkaan tenaga kerja di sektor atau jenis pekerjaan tertentu, terutama pekerjaan kasar, kotor, dan berbahaya, karena generasi muda Jepang cenderung menghindari pekerjaan seperti ini.

Dirjen Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri (PPTKLN) Depnakertrans I Gusti Made Arka mengatakan, EPA Jepang-Indonesia merupakan tantangan sekaligus peluang untuk penempatan tenaga kerja Indonesia (TKI) ke Jepang.

Jepang bersedia menerima TKI meski dibatasi sektor yang bisa diisi saja, menurut dia, sudah sangat luar biasa. Pasalnya, usaha untuk meyakinkan Jepang agar bersedia menerima TKI sangat berliku. Sebelum ada kesepakatan, beberapa kali pihak Jepang telah meninjau sejumlah balai pelatihan tenaga kerja luar negeri, termasuk penampungan dan semua fasilitas pendukung dalam proses penempatan.

Jepang juga mengisyaratkan standar pelatihan dan keterampilan yang cukup ketat dan semua elemen terkait penempatan. "Semua aspek diminta sesuai standar Jepang seperti keterampilan dan pelatihan. Syarat ini cukup berat tetapi Indonesia saya yakin bisa," kata Arka.

"Ini kesempatan emas bagi Indonesia untuk menunjukkan ke negara lain bahwa TKI mampu bersaing di luar negeri. Kendatipun kita belum tahu berapa kuota bagi TKI untuk bisa bekerja di negeri tersebut," tambahnya.

Intinya, kata Arka, semua elemen terkait dalam proses penempatan harus menunjukkan komitmen. Tidak bisa lagi jalan sendiri-sendiri. Apalagi perlu waktu dua tahun untuk meyakinkan Jepang, sebelum penandatanganan EPA.

Namun, mengenai program-programnya, dia belum menyebutkan. Kalau Indonesia baru akan berpikir, maka Thailand dan Filipina yang sudah lebih dulu menandatangani EPA dengan Jepang sudah jauh lebih siap meraup peluang tersebut. Dibandingkan Indonesia, mereka sudah lebih banyak memanfaatkan peluang kerja di negara-negara maju untuk perawat dan tenaga perawat orangtua atau bayi.

Thailand, misalnya, bekerja sama dengan universitas-universitas terkemuka negara itu, setiap tahun melatih serta menerbitkan puluhan puluhan sertifikasi bagi tenaga terampil dan semiterampil yang memenuhi standar internasional dan negara maju. Mereka juga membantu tenaga kerjanya memperoleh akreditasi dan sertifikasi di negara tujuan. Ini yang tidak ada di Indonesia.

Sama seperti Indonesia, kedua negara yang menjadi pesaing Indonesia dalam pengiriman tenaga kerja kurang terampil atau semiterampil di berbagai negara ini juga mengincar/menginginkan Jepang membuka lebih luas pintu untuk masuknya pekerja di bidang medis dan perawat.

Pemerintah Thailand juga meminta Jepang menerima pekerja kurang terampil dari negaranya, seperti baby sitters, pembantu rumah tangga, dan pekerja kurang terampil lain, pemijat, pemotong rambut dan penata rambut, serta pekerja lain yang sudah lolos tes keterampilan terkait pekerjaan tersebut di Thailand.

Jepang mengatakan akan mau menerima para tenaga perawat dan caregivers dari kedua negara, tetapi sebelumnya harus lolos sertifikasi Jepang dulu selama periode training (tiga tahun untuk perawat dan empat tahun untuk caregivers). Sekali mereka memenuhi kualifikasi yang ditetapkan, mereka bisa memperpanjang masa tinggal di Jepang.

Meski perawat dan tenaga perawat Indonesia lebih disukai karena telaten, tanpa adanya kuota dan penyiapan secara matang oleh pemerintah, para calon tenaga kerja Indonesia jangan-jangan hanya bisa gigit jari dalam persaingan dengan pekerja Thailand, Filipina, China, atau negara lain dalam memperebutkan pasar kerja Jepang. (eta/tat)

Read More...

Ratusan TKI Dideportasi dari Malaysia

TKI yang dipulangkan dari Malaysia.

25/08/2007

Liputan6.com, Jakarta: Sebanyak 400 tenaga kerja Indonesia dipulangkan dari Malaysia melalui Pelabuhan Tanjungpriok, Jakarta Utara, Jumat (24/8). Mereka dipulangkan karena izin tinggalnya di Negeri Jiran sudah kedaluwarsa. Bahkan ada yang menggunakan paspor wisata meski di Malaysia bekerja. Akibatnya beberapa TKI sempat ditahan.

Suripah, misalnya. Dia terpaksa melahirkan anak keduanya di penjara. Meski sempat dibawa ke rumah sakit terdekat, wanita yang masih lemah bersama bayi perempuannya kembali ke penjara dua jam setelah melahirkan.

Ada juga TKI yang dipulangkan karena tidak memperpanjang visa kerjanya sehingga mereka juga ditahan sebelum dipulangkan. Menurut rencana setelah didata petugas Dinas Sosial, para TKI dipulangkan ke daerah asalnya di antaranya Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusatenggara Barat, serta Nusatenggara Timur.(JUM/Sufiani Tanjung dan Taufik Maru)

Read More...

24 August 2007

[Hapsiah, 17] TKW [asal Lombok Tengah] Korban Penganiayaan di Saudi Arabia Meninggal Dunia

KORAN ANALISA
Edisi Jumat, 24 Agustus 2007

Mataram, (Analisa) - Pegiat LSM Panca Karsa NTB, Endang Susilowati membenarkan, TKW Hapsiah (17) yang menjadi korban penganiayaan majikan di Arab Saudi, akhirnya meninggal dunia di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Praya.

"Hapsiah meninggal tadi malam setelah sempat dirawat beberapa malam setelah dirujuk ke rumah sakit, karena selama tujuh bulan dia hanya dirawat di rumah dan jenazah dikebumikan nanti siang," katanya kepada wartawan di Mataram, Kamis.

Dikatakan, PT Rabika yang mengirimkan TKW tersebut tetap dituntut pertanggunganjawab karena selain mempekerjakan anak dibawah umur juga penganiayaan yang dialami selama menjadi TKW di Arab Saud.

Hapsiah asal Desa Batujae, Kabupaten Lombok Tengah yang diberangkatkan ke Arab Saudi dua tahun lalu mengalami patah punggung dan dipulangkan dalam kondisi sakit parah.

"Kami baru menemukannya setelah yang bersangkutan dalam kondisi sangat parah dan langsung dibawa ke rumah sakit, namun jiwanya tidak tertolong," katanya.

Lebih lanjut, Endang menyatakan keprihatinannya karena setelah dipublikasikan rekan-rekan pers, barulah sejumlah petinggi di daerah itu memberi perhatian dan sempat menjenguk ke rumah sakit. Sebelumnya tidak satu pun pejabat pemerintah maupun anggota dewan yang mau memberikan memperhatikannya.

Menjawab pertanyaan, Endang menyatakan pihaknya tetap mengajukan tuntutan agar gaji sebanyak 9.000 real dan biaya-biaya lainnya diberikan. "Yang lebih penting lagi adalah tuntuan terhadap penganiayaan yang dilakukan majikan selama bekerja di Arab Saudi," katanya.

Read More...

Kaukus Parlemen: “STOP KEKERASAN TERHADAP TKW/TKI DAN TEGAKKAN HARGA DIRI BANGSA”

DPR RI
Jum’at, 24 Agustus 2007

PERS RELEASE
KAUKUS PARLEMEN UNTUK HAK AZASI MANUSIA

“STOP KEKERASAN TERHADAP TKW/TKI DAN TEGAKKAN HARGA DIRI BANGSA”


Berdasarkan laporan dari barbagai sumber, baik dari mediamassa maupun kalangan LSM, kami mendapatkan data bahwa kasus kekerasan yang menimpa TKW Indonesia di berbagai Negara tujuan mencapai angka yang sangat mengkhawatirkan. Karena itu perlu perhatian serius dari pemerintah untuk menangani masalah ini agar tidak terus bertambah. Kami mengetahui bahwa pemerintah telah berupaya melakukan respon cepat dalam penanganan kasus-kasus yang menonjol yang telah diangkat oleh media massa, namun hal itu tidak cukup.

Data Perlakuan Kekerasan yang berujung kematian atas TKW/TKI Indonesia di Luar negeri yang kami terima menunjukkan angka-angka yang sangat mengejutkan dan harus menjadi perhatian serius untuk segera membangun system perlindungan TKW/TKI di luar negeri yang komprehensif. Dalam semester pertama tahun 2007 ini saja terjadi 45 kasus kekerasan (fisik) yang dilaporkan. Arab Saudi dan Malaysia menunjukkan angka jumlah kasus yang sangat mencolok. Di Arab Saudi telah dilaporkan 21 kasus, sedangkan di Malaysia telah dilaporkan 14 kasus. Angka ini jauh di atas Negara-negara tujuan lain (AS, Bahrain, Taiwan, Kuwait, Hong Kong dan Singapura) yang rata-rata hanya di bawah 3 kasus. Sedangkan angka kematian dalam setahun terakhir mencapai 102 kasus yang dilaporkan, dengan rician sebagai berikut: Malaysia (36 kasus), Arab Saudi (18), Singapore (12), Yordania (7), Hongkong ((5), Taiwan (9), Kuwait (3), Jepang (1), tak diketahui negara tujuannya (4).

Menanggapi laporan di atas, kami Kaukus Parlemen untuk HAM menyatakan hal-hal sebagai berikut:

1. Bahwa tingginya angka kasus kekerasan TKI di Arab Saudi dalam menurut Kaukus Parlemen untuk HAM adalah suatu masalah yang serius. Di luar laporan data kekerasan dan kematian TKI, sesungguhnya kami juga banyak mendapat laporan lisan di setiap kesempatan bertemu masyarakat tentang keluarga TKI yang kehilangan kontak dengan keluarga mereka yang bekerja di Arab Saudi dalam waktu yang sudah lebih dari setahun sejak keberangkatan. Hal ini tentu menjadikan anggota keluarga TKI cemas akan keselamatan anggota keluarganya yang bekerja di Arab Saudi tersebut. Kami memandang ini adalah suatu bentuk kekerasan terhadap TKI dan hal ini menduga ini salah satu penyebab rentannya TKI kita terhadap kekerasan bentuk lain. Oleh karena itu kami menuntut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan surat protes kepada pemerintah Arab Saudi dan meminta penjelasan atas masalah ini serta menuntut keadilan bagi korban dengan hukuman seberat-beratnya bagi masing-masing pelaku penganiayaan
terhadap TKI. Selain itu pemerintah Indonesia, perlu secepat mungkin melakukan upaya-upaya pemulangan korban yang meninggal kepada keluarganya dan memenuhi hak-hak ahli waris korban.

2. Bahwa meskipun di negara-negara tujuan lain jumlah kasus kekerasan dan kematian TKI tidak setinggi di Arab Saudi dan Malaysia, Kaukus Parlemen untuk Hak Azasi Manusia memandang bahwa setiap kasus kematian TKI –walaupun 1 kasus saja- adalah masalah yang serius, karenanya harus ditangani dengan segera oleh pemerintah Indonesia dan dijadikan sebagai pijakan untuk membangun sistim perlindungan yang lebih baik bagi warganegara Indonesia yang bekerja di Luar negeri.

3. Bahwa pemerintah perlu juga mengevaluasi kinerja BNP2TKI yang diberi mandat menangani masalah-masalah yang terkait dengan nasib para TKI dan memastikan bahwa institusi negara ini tidak hanya menangani kasus-kasus yang disorot media, namun secara intensif membangun sistem perlindungan bagi TKI dengan berdasarkan kasus-kasus yang ditemui.

4. Bahwa terbatasnya jumlah persediaan lapangan pekerjaan di Indonesia telah membuat tenaga pengangguran kian meningkat. Sehingga peluang bekerja di luar negeri menjadi pilihan solusi. Dengan demikian, maka menjadi kewajiban pemerintah Indonesia untuk melindungi hak rakyatnya untuk bekerja dimanapun mereka mendapatkan pekerjaan.

5. Bahwa kami mengetahui para pencari kerja ini pada umumnya berasal dari keluarga yang kurang mampu untuk memberikan pendidikan bagi anaknya dan tidak lagi memiliki cukup lahan untuk diolah sebagai sumber penghidupan, sehingga sesungguhnya mereka tidak memiliki bekal yang cukup untuk bekerja di LN. Oleh karena itu menjadi tanggungjawab negara untuk membuat mereka yang akan bekerja ke luar negeri memiliki keterampilan, informasi tentang budaya negara tujuan dan perwakilan-perwakilan RI di negara tujuan yang harus dihubungi jika terjadi sesuatu pada diri mereka serta memiliki perlindungan yang cukup selama menjalani proses rekruitmen, selama bekerja dan dalam proses pemulangan.

6. Sebagai solusi mendasar atas masalah rendahnya kesiapan calon TKI kami memandang penting dialokasikannya anggaran pendidikan nasional 20% dari APBN dan tidak sekedar dicapai melalui cara penghitung yang baru, namun sungguh-sungguh dengan menjamin tercukupinya jumlah anggaran bagi penyelenggaraan pendidikan yang menjadi hak bagi setiap warganegara.

7. Bahwa meningkatnya perlakuan kekerasan terhadap TKW/TKI Indonesia di luar negeri adalah akibat dari lemahnya sistem perlindungan terhadap para calon TKW/TKI sejak sebelum berangkat, ketika sudah berada di negara tujuan bahkan saat pemulangan. Ini merupakan ide dasar dibentuknya UU 39/2004 yang memerintahkan pembentukan BPNP2TKI yang profesional dan amanah dalam melaksanakan UU tersebut.

8. Bahwa Pemerintah Daerah lebih proaktif untuk memfasilitasi warganya dalam mendapatkan informasi lowongan pekerjaan sehingga para pencari kerja tidak harus terjebak dalam lingkaran calo yang hanya mengambil keuntungan dari rekruitmen yang rentan kekerasan. Selain itu pemerintah daerah wajib memastikan bahwa hanya orang-orang yang cukup umur yang berangkat bekerja ke luar negeri sebab membiarkan anak-anak bekerja bertentangan dengan UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Hak Anak. Harus ada hukuman yang keras kepada pejabat setempat yang terlibat memberikan dokumen yang tidak benar yang memungkinkan PJTKI memberangkatkan anak-anak kurang dari 18 tahun bekerja ke luar negeri.

9. Bahwa Departemen Tenaga Kerja harus lebih serius dalam memonitor dan mengevaluasi kinerja PJTKI, memastikan bahwa PJTKI:
- Memberikan pelatihan ketrampilan, informasi tentang budaya negara tujuan dan perwakilan-perwakilan RI di negara tujuan yang harus dihubungi jika terjadi sesuatu pada diri mereka dengan melibatkan LSM setempat.
- Memberikan informasi kepada keluarga tentang keberadaan TKI di negara tujuan dan memonitor jika terjadi perpindahan majikan.
- Memberikan informasi kepada perwakilan RI di negara tujuan identitas TKI yang datang dan berkoordinasi dengan perwakilan RI di negara tujuan dalam memonitor keberadaan TKI.
- Bersama departemen Luar Negeri membangun sistem pelaporan hot line 24 jam bagi para TKI di perwakilan-perwakilan RI di negara tujuan TKI.

10. Bahwa Menteri Tenaga Kerja harus memastikan agar dalam tiap-tiap perjanjian bilateral dengan negara-negara tujuan, tercantum pasal-pasal yang memungkinkan pemerintah Indonesia lebih jauh memberikan perlindungan kepada TKI di negara tujuan. Salah satu bentuk perlindungan yang sangat penting/mendasar adalah memastikan para TKI dapat berkomunikasi secara reguler dengan keluarganya di Indonesia dan Perwakilan RI di negara tujuan.

11. Bahwa keterbatasan jumlah staff KBRI seringkali dijadikan alasan tidak adanya cukup perlindungan bagi TKI di luar negeri ketika mereka mendapat masalah. Kaukus Parlemen untuk Hak Azasi Manusia memandang perlu segera dibentuk atase-atase ketenagakerjaan di negara-negara tujuan TKI.

Annisah Mahfudz (FKB), Anna Muawanah (FKB), Badriyah Fayumi (FKB), Ida Fauziah (FKB), Maria Ulfah Anshor (FKB), Nursyahbani Katjasungkana (FKB), Syaidah Syakwan (FKB), Eva K Sundari (FPDIP), Ribka Tjiptaning (FPDIP), Tumbu Saraswati (FPDIP), Chairunnisa (FPG), Aisyah Hamid Baidlowi (FPG), Mariani Akib B (FPG), Marliah Amin (FPG), Nari Hardiyanti (FPG), Watti Amir (FPG), Sri Harini (FPG), Tyas Iskandar (FPG), Sudarmani Wiryatmo (FPG), Tisnawati Karna (FPG), Maryamah N B (FPG), Hayani Isman Sutoyo (FPG), Asiah Salekan (FPG), Latifah Iskandar (PAN), Kasmawati Tahir (FPBR)

Read More...

23 August 2007

RI worker missing from Saudi hospital

The Jakarta Post
August 23, 2007

JAKARTA: Migrant Care said Wednesday an Indonesian migrant worker in Saudi Arabia went missing while receiving treatment in a Riyadh hospital after allegedly being tortured by her employer.

Tari Tarsim Dasman from Karawang, West Java, was allegedly kidnapped by police officers Monday from the Medical Complex Hospital and was taken to an unknown destination for interrogation, Migrant Care said in a statement.

Nasser Al-Dandani, a lawyer for the Indonesian Embassy in Saudi Arabia for migrant worker cases, confirmed the Embassy was yet to receive information on the maid's whereabouts.

Abdullah Al Ghamdi, first secretary at the Saudi Arabian Embassy in Jakarta, told The Jakarta Post he was yet to learn of the case.

Another Indonesian maid is currently being treated at the same hospital for injuries caused by alleged torture.

Migrant Care has also asked for Saudi Arabia to repatriate the remains of Siti Tarwiyah and Susmiyati who were found dead in Alfaj, Saudi Arabia, on Aug. 3. It has been alleged the men's employer and his relatives were responsible for their deaths. -- JP

Read More...

22 August 2007

Kepiluan Yulianti, Putri TKW Asal Sukabumi. ‘Ibu Saya Lenyap di Arab 18 Tahun’

Pos Kota
21 Agustus 2007

SUKABUMI (Pos Kota) – Kerinduan Yulianti,28, pada ibunya selama 18 tahun terakhir seperti tak berkesudahan. Sejak tahun 1989, ibunya Jujuh Juhriyah, pergi menjadi TKW ke Arab Saudi, tak pernah lagi ke kampungnya di Kampung Lepa, Desa desa Kadudampit, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi.

“Waktu kecil, saya sering menangis malam malam kalau ingat ibu,” ujar Yulianti, yang pada saat ditinggalkan masih berusia 9 tahun dan kini telah menikah dan dikaruniai 3 orang anak.

Bahkan kini, ketika dirinya sudah dewasa dan menjadi ibu rumah tangga kerinduan itu seperti tak pernah hilang. Kalau melihat ketiga anaknya yang lucu-lucu kadang timbul keinginan pada dirinya melihat mereka digendong oleh neneknya yang kini entah berada di mana.

Didampingi bapaknya, Endang Priatna, Yulianti menyatakan keberangkatan ibunya untuk bekerja sebagai buruh migran di Arab Saudi pada Januari 1989, tadinya diharapkan akan mengubah hidupnya menjadi semakin baik. Tapi yang terjadi justru harus kehilangan sumber kasih sayang hingga kini.

AWALNYA KIRIM SURAT
Pada awal keberangkatannya, ibunya pernah berkirim surat yang menyatakan dirinya bekerja pada keluarga Harbi Mutlak al Habi di kota Alhasa, Arab Saudi. Tiga tahun kemudian, ibunya kembali berkirim surat dan menyatakan bahwa masa kerjanya diperpanjang dan belum mendapat izin majikan untuk pulang.

“ Terakhir ibu kontak melalui telepon pada bapak yang menyatakan akan pulang tiga hari kemudian. Tapi tunggu punya tungga ibu tak pernah kembali lagi hingga kini “, ujar Yuli dengan nada sedih.

Tahun tahun penantian Yuli pada sang ibu diisi dengan mengurus kedua adiknya, Enung Nuryani,27, dan Abdul Aziz,19, bersama sang bapak. Pahit getir kehidupan dirasakannya sejak kecil, ditambahkan lagi sekarang kepiluan merindukan ibunya.
(iyan)

Read More...

Sebulan, 15 Buruh Migran Tewas

TEMPO Interaktif
Rabu, 22 Agustus 2007 | 08:20 WIB

Solo: Migrant Care menyerukan adanya darurat kemanusiaan dan langkah luar biasa untuk menghentikan tindakan kekerasan yang menimpa buruh migran asal Indonesia.

"Dua hari sekali ada buruh migran yang meninggal, jadi perlu langkah yang luar biasa untuk segera menghentikan tindakan kekerasan yang mengakibatkan kematian buruh migrant," ujar Sekretaris Dewan Pengurus Migrant Care, Mulyadi, Rabu (22/8).

Sedikitnya, kata dia, 15 tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri baik di Asia Tenggara hingga Timur Tengah meninggal dalam sebulan terakhir. Sebagian besar kematian para pahlawan devisa ini, menurut Mulyadi, karena penganiayaan berat yang dilakukan oleh majikan atau keluarga majikan.

"Kalau di bidang kesehatan ada kejadian luar biasa karena kasus kematian akibat penyakit, di buruh migrat pun saya rasa juga sudah merupakan kejadian luar biasa dengan kematian 15 orang dalam satu bulan ini," kata dia.

Imron Rosyid

Read More...

21 August 2007

Bintarno, TKI asal Pekalongan meninggal akibat menghirup gas beracun kapal tongkang di Malaysia

MetrotTVNews.com
SEORANG TKI ASAL PEKALONGAN DIKABARKAN MENINGGAL DI MALAYSIA
21 Agustus 2007

Metrotvnews.com, Pekalongan: Kabar buruk kembali datang dari buruh migran Indonesia di luar negeri. Kali ini kabar buruk tersebut datang dari keluarga Bintarno, tenaga kerja Indonesia asal Pekalongan, Jawa Tengah. Pihak keluarga mengaku mendapat kabar bahwa Bintarno telah meninggal di Malaysia.

Menurut pihak keluarga, Bintarno dikabarkan meninggal akibat menghirup gas beracun ketika membersihkan kapal tongkang. Berita itu diterima pihak keluarga melalui telepon dari salah seorang famili yang juga bekerja di Malaysia.

Pihak keluarga mengaku telah menghubungi agen Perusahaan Jasa TKI yang berada di Malaysia, mengenai nasib Bintarno. Namun pihak agen PJTKI tersebut belum dapat memastikan keberadaan korban sekarang. Kabar terakhir yang diterima kakak korban melalui SMS, jenazah korban saat ini berada di daerah Marudi, Malaysia timur.

Pihak keluarga berharap jenazah korban bisa dipulangkan ke Tanah Air secepatnya. Mereka kebingungan karena agen PJTKI meminta pihak keluarga menyiapkan dana sebesar Rp 2,5 juta sebagai biaya pemulangan jenazah.(DEN)

Read More...

Ratusan Buruh Kepung Istana

Pos Kota
21 Agustus 2007

JAKARTA (Pos Kota) – Ratusan buruh Jabodetabek yang tergabung dalam Aliansi Buruh Menggugat (ABM), Senin (20/8), mengepung Istana Presiden. Mereka menuntut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) agar kebijakannya berpihak pada buruh dan rakyat kecil.

Sejauh ini nasib buruh baik yang lokal maupun buruh migran Indonesia yang bekerja di luar negeri membuat gerah dan kecewa ratusan pengunjukrasa tersebut. “Banyak buruh yang tewas di luar negeri tanpa status hukum jelas. Para buruh hanya dijadikan sapi perahan,” teriak Dara Intan Thalib, ketua Indonesian Migran Work Union (IMWU) untuk TKW di Hongkong.

Parahnya, para pejabat terkait percaya cerita bohong majikan di berbagai media, kalau buruh tersebut illegal. “Seharusnya para pejabat terkait melakukan investigasi fakta yang sebenarnya. Kami banyak tertindas,” teriak satu pendemo dalam orasinya.

Selain demo buruh migran Indonesia, buruh lokal juga menuntut pemerintah agar menaikan upah layak secara nasional, menghapus sistem kerja kontrak, stop PHK terhadap buruh, dan segera bentuk sistem pengawasan perburuhan yang baru.

“Kami minta kepada Mahkama Agung, agar memprioritaskan kasus buruh yang tertidas baik di dalam negeri maupun di luar negeri,”ujar Miftah, koordinator lapangan ABM.

MAHASISWA DEMO
Unjukrasa bukan dari ABM saja, dalam waktu bersamaan ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) juga demonstrasi menuntut pemerintah agar menolak bentuk kerjasa ekonomi dari luar negeri yang dinilai telah melakukan imperealisme atau penjajahan gaya baru. Akibatnya, menimbulkan ketimpangan ekonomi dan merusak sendi-sendi demokrasi Indonesia.

Selain itu, mahasiswa juga menuntut perbaikan sistem pendidikan dan sistem perekonomian. “Industri dan perekonomian Indonesia dikuasai oleh pemodal asing dan hal itulah yang membuat rakyat menjadi miskin dan tidak berdaulat,”ujar Kadir, koordinator lapangan.
(mia)

Read More...

Warga Minta Peta Tanah Direvisi

Pos Kota
21 Agustus 2007

JAKARTA (Pos Kota) – Warga di Kel. Pulogebang, Penggilingan dan Jatinegara minta peta tanahnya yang terkena proyek rel dwi ganda direvisi kembali oleh pihak Kantor Pertanahan Jaktim. Mereka mengganggap ada beberpa hal yang tidak cocok antara kenyataan di lapangan dengan gambar peta.

Permintaa tersebut dilayangkan warga ke Panitia Pengadaan Tanah (P2T) setelah sebelumnya melihat pengumuman peta gambar yang dipasang di kantor kelurahan masing-masing. “Pemasangan dilakukan selama tujuh hari, ternyata dari peta yang dipasang, kami merasa ada yang kurang sehingga minta agar direvisi kembali,” kata satu warga, Senin (20/8).

Memang pemasangan peta gambar tersebut sengaja dilakukan untuk memastikan lahan yang terkena proyek tersebut. Bagi warga yang tidak puas atau kurang yakin dengan peta tersebut terhadap tanahnya, diberikan kesempatan untuk mengajukan revisi. “Memang sih kalau direvisi lagi, pembayaran ganti ruginya bakal molor lagi dah. Tapi daripada nggak yakin dan nantinya malah nyesel, mending direvisi lagi,” kata warga lainnya.

Kepala Kantor Pertanahan Jaktim Teddy Rukfiadi membenarkan adanya permintaan revisi dari warga di tiga kelurahan itu. “Kami tetap layani permintaan tersebut. Kalau memang minta direvisi soal tanahnya, memang urusannya ke Kantor Pertanahan. Jika minta revisi bangunan diserahkan ke Kantor Tata Bangunan dan Gedung (KTBG). Pokoknya instansi terkait,” jelasnya.

Untuk warga di tiga kelurahan tersebut, Teddy mengatakan pihaknya akan mengukur ulang tanah warga. “Apa pun komplain yang diajukan warga, kami layani sebatas memang masih dalam tahap kewajaran dan tidak mengada-ada,” katanya.

Dengan adanya revisi kembali, pembayaran memang diakuinya tertunda. “Kami tetap upayakan secepatnya agar pembayaran ganti rugi secepatnya dilaksanakan. Kasihan warga yang sudah lama menunggu dan bersedia dibayar sesuai ketentuan yang berlaku,” paparnya.
(Dieni)

Read More...

Kolong Tol Dibisniskan

Pos Kota
21 Agustus 2007

JAKARTA (Pos Kota) - Menjamurnya tempat tinggal di lahan kosong kosong jalan tol lantaran ada permainan oknum aparat terkait. Sebagian kolong jalan tol yang berubah menjadi permukiman, karena dibisniskan oknum bersangkutan.

Harga lahan kosong untuk sebuah lapak dijual antara Rp 2 juta sampai dengan Rp 3 juta. Karuan saja, saat keberadaan permukiman warga di kolong tol akan dibersihkan, karena dianggap berbahaya sulit bukan main.

Bukan itu saja, lahan kosong di kolong jalan tol juga banyak disewakan oleh oknum aparat. Pendek kata, kolong jalan tol adalah lahan basah untuk mempertebal kantong oknum aparat. Pasalnya, warga yang minat tinggal di sana juga seabrek-abrek.

"Sewa rumah di sini ukuran sedang rata-rata sekitar Rp 100 ribu sampai Rp 200 ribu/bulan," kata Ahmad Sanjaya, penghuni kolong tol di Penjaringan, Jakarta Utara, Senin (20/8).

Sedangkan untuk lapak berupa lahan kosong untuk penempatan barang-barang yang biasanya berukuran lebih besar harga sewanya berkisar Rp 2 juta hingga Rp 3 juta per tahun. Uang sewa dibayar kepada centeng-centeng yang ada di sekitar lokasi atas perintah oknum aparat.

Peminat yang ingin mengontrak di lokasi itu, sangat banyak. Makanya bagi mereka yang menguasai beberapa lapak atau bangunan, setiap bulannya pemasukkannya terus mengalir.

Tingginya warga meminati menghuni kawasan kolong tol lantaran fasilitas yang ada di lokasi itu cukup bagus. Aliran listrik dan air cukup terjamin, sehingga mereka tidak perlu terlalu bingung memikirkan kebutuhan hidup sehari-hari.

Sulastyo, Manajer Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang, ketika dihubungi mengaku pihaknya tidak pernah mengizinkan sambungan listrik ke kolong tol. Katanya, mereka melakukan penyambungan secara liar.

Ada sekitar 1.500 pengguna listrik kolong tol hanya 60 yang tercatat sebagai pelanggan PLN. Tentu saja kondisi ini sangat membuat rugi pihak PLN.

Sulastyo mengaku sudah beberapa kali melakukan penertiban tapi tidak lama kemudian penyambungan liar marak kembali. Hal ini antara lain akibat adanya sejumlah oknum yang membekingi penyambungan liar tersebut.

SEJAK 1998
Menjamurnya bangunan liar di kolong tol secara besar-besaran di mulai sekitar 1998, tepatnya saat Indonesia dilanda krisis moneter yang sangat parah. Saat itu dengan alasan kemanusiaan Menkimpraswil Erna Witoelar pada 2002 mengizinkan sejumlah warga untuk memanfaatkan lokasi tersebut.

Izin tinggal di lokasi itu hanya berlaku selama dua tahun. Selama waktu itu, Depkimpraswil akan membina mereka dengan bantuan LSM Palapa sehingga diharapkan setelah dua tahun mereka menjadi mandiri dan bisa tinggal di lokasi lain yang lebih layak.

Tetapi apa yang terjadi setelah dua tahun berlalu. Ternyata penghuni yang diizinkan tinggal bukan menjadi mandiri. Malah di lokasi tersebut jumlahnya semakin membludak, sehingga saat ini jumlahnya diperkirakan mencapai 3 ribu KK atau 10 ribu jiwa.

Setelah jumlah mereka semakin tidak terkendali ada kesan di masyarakat antara pihak Dep. PU dan Pemda DKI saling lempar tanggung jawab dalam menanganinya.

"Lahan itu milik Departemen PU, jadi tidak mungkin kami menggunakan anggaran untuk menanganinya," kata HM Effendi Anas, Walikota Jakarta Utara.

Tjindra Parma Wignyo Prayitno, Kepala Biro Hukum Departemen Pekerjaan Umum, mengatakan sejak dua tahun lalu pihaknya telah mencabut izin pemanfaatan kolong tol. Pencabutan oleh Menteri PU terhitung sejak Oktober 2006.

Selanjutnya penghuni diminta untuk segera meninggalkan lokasi tersebut. Pengosongan lahan akan dilakukan oleh Pemda DKI.

Para penghuninya yang ber-KTP DKI akan ditampung di sejumlah rusun sederhana sewa (Rusunawa) seperti Rusun Marunda, Tipar Cakung, Kapuk Muara, atau Parung Panjang.

Menteri PU Djoko Kirmanto menegaskan setelah dikosongkan rencananya lahan akan digunakan untuk berbagai kepentingan. Tetapi yang paling banyak adalah untuk penghijauan serta sarana bermain atau olah raga bagi warga sekitarnya.

SEWA RUSUN DISKON
Gubernur Sutiyoso mengatakan para penghuni kolong tol yang akan tinggal di rusun tarif sewanya akan didiskon sebesar 90 persen. Misalnya, sewa rusun Rp 300 ribu/bulan untuk warga biasa, tetapi bagi mereka hanya akan membayarnya Rp 30 ribu.

Khusus warga kolong tol yang menjadi korban kebakaran proses pemindahannya diserahkan kepada walikota setempat. "Nanti Walikota Jakarta Utara yang akan berkoordinasi dengan instansi terkait," kata Sutiyoso.

Sementara itu, puluhan warga kolong tol yang menjadi korban kebakaran kemarin mendatangi Kantor Walikota Jakarta Utara di Jalan Yos Sudarso. Mereka ingin menyampaikan berbagai persoalan yang masih mengganjal.

Hadi, penghuni kolong tol, menjelaskan kedatangannya ingin memastikan apakah mereka yang ber-KTP DKI benar-benar akan ditampung di rusun. Selain itu ada sejumlah warga lainnya yang minta agar pembongkaran ditunda hingga sesudah Lebaran.

Namun walikota menegaskan pembongkaran akan tetap dilakukan pada 28 Agustus 2007 mendatang dan tidak mungkin ditunda. Dia hanya meminta warga untuk bersiap-siap meninggalkan lokasi.

"Bagi yang ber-KTP DKI telah kami siapkan 1.200 unit rusun di Tipar Cakung dan Marunda," kata walikota. "Sedangkan yang ber-KTP daerah lain akan dipulangkan dengan diberi uang kerohiman".

Setelah bertemu dengan walikota, mereka langsung diberi kesempatan meninjau lokasi rusun yang dijanjikan. Dengan menggunakan bis milik kantor walikota mereka akhirnya menuju ke lokasi rusun yang dijanjikan.

SERBU KECAMATAN
Di tempat terpisah, ratusan warga kolong tol lainnya kemarin pagi sempat menyerbu Kantor Kecamatan Penjaringan. Kedatangan mereka bermaksud meminta kembali formulir pendataan warga yang sebelumnya sempat diedarkan.

"Kami takut formulir itu akan disalahgunakan oleh pihak kecamatan," kata Fadilah salah seorang warga yang mendatangi kantor kecamatan.

Semula mereka akan masuk ke kantor kecamatan untuk merebut kembali 308 formulir tersebut. Hanya saja, akibat dihalangi oleh anggota tramtib kecamatan akhirnya mereka mengurugkan niatnya.

Sebagai ungkapan rasa kecewa mereka yang tidak bisa masuk ke kantor kecamatan akhirnya melemparkan sejumlah botol air mineral ke kantor kecamatan.
(tim pk).

Read More...

Bongkar Di Kolong Layang KA!

Pos Kota
21 Agustus 2007

JAKARTA (Pos Kota)–Manajemen PT Kereta Api (KA) bersama Pemda DKI Jakarta berencana segera menggusur bangunan liar yang berada di bawah layang KA.

Kepala Daerah Operasi (Kadaops) I Judarso mengaku saat ini pihaknya masih terus berkoordinasi dengan pihak Pemda DKI. Sebab jangan sampai kasus kebakaran di bawah jalan layang tol Jembatan Tiga terulang kembali.


“Kami khawatir, jika kita biarkan, nanti seperti musibah yang terjadi di bawah jalan layang tol Pluit Jembatan Tiga,” ujar Judarso. Dia belum bisa memastikan kapan pelaksanaan pembongkaran karena masih menunggu perintah dari dari Dirjen Perkeretaapian Soemino Eko Saputro.

Dia memperkirakan jumlah bangunan liar yang menempati di bawah layang kereta lebih dari seribu gubuk. Namun titik-titik mana Judarso masih melakukan iventarisasi. “Nanti kalau pembongkaran kita bertitahu,” ujarnya.

PERINTAH
Secara terpisah, Dirjen Soemino menyatakan sudah memerintahkan kepada PT KA untuk segera membongkarnya. “Perintahnya sudah jelas. Jadi musti tunggu apa lagi,” cetusnya melalui telepon.

Ia mengingatkan pembongkaran bangunan liar itu untuk menghindari kebakaran seperti di kolong jalan tol terjadi terhadap jalan laying KA.
(dwi/agus w)

Read More...

20 August 2007

Kondisi TKI 'akan dimonitor'

BBC Indonesia
20 Agustus, 2007 - Published 12:08 GMT

Pemerintah Indonesia akan membentuk kantor pemantauan tenaga kerja di
luar negeri dalam upaya untuk mencegah perlakuan buruk yang dialami
para TKI, khususnya TKW di rumah tangga.

Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI, Jumhur Hidayat,
menjelaskan, kantor monitoring itu akan didirikan di negara-negara
penempatan, khususnya yang menjadi basis tenaga kerja rumah tangga.

Kantor-kantor itu akan memberikan laporan berkala tentang "keberadaan
TKI di rumah-rumah".

"Kalau ada problem, itu bisa diselesaikan secara dini," kata Jumhur.

"Kalau ada indikasi yang sifatnya kekerasan, itu bisa alihkan atau
ditarik," tambahnya.

Selain mendata para TKI, kantor monitor itu, menurut Jumhur Hidayat,
juga mengarah ke home visit atau kunjungan ke tempat tenaga kerja
bekerja dan memberikan konseling per telepon.

Saat ini, Jumhur mengatakan, pihaknya telah meminta perwakilan
diplomatik RI di Malaysia dan Arab Saudi untuk membicarakan rencana
tersebut.

Read More...

Fauzi Bowo Akan Tuntaskan BKT

Pos Kota
20 Agustus 2007

JAKARTA (Pos Kota) – Gubernur terpilih pada pilkada 8 Agustus, H. Fauzi Bowo, bertekad menuntaskan pembangunan Banjir Kanal Timur (BKT).

Hingga kini BKT masih berkutat dalam proses pembebasan lahan. BKT direncanakan sepanjang 23,7 KM dengan lebar 100 meter. Saat ini sekitar 80 persen lahan tersebut sudah dibebaskan.

Menurut Fauzi, BKT diperlukan untuk menuntaskan masalah banjir di Jakarta. Pada akhirnya BKT tersebut akan berhubungan dengan Banjir Kanal Barat yang sudah ada, sehingga bentuknya nanti seperti tapal kuda.

Sesuai rencana, BKT diharapkan bisa mengendalikan banjir wilayah timur Jakarta, dengan menampung aliran 5 sungai yaitu Kali Cipinang, Kali Sunter, Kali Buaran, Kali Jatikramat dan Kali Cakung.

270 KM2
BKT nantinya bisa melindungi daerah seluas 270 km2 di wilayah Timur bagian Utara DKI Jakarta, yakni kawasan industri, perdanganan, pergudangan dan permukiman.

Ia menjelaskan, bila proses pembebasan lahan rampung maka pembangunan fisik akan dimulai.

Dana yang diperlukan untuk pembangunan BKT sebesar Rp 2,1 trilyun yang ditanggung pemerinah pusat. Sedangkan untuk pembebasan lahan Rp 1,9 trilYun yang ditanggung Pemda DKI Jakarta.

Hambatan terbesar dalam pembangun banjir kanal, adalah pembebasan lahan. “Masyarakat yang dilewati proyek seharusnya merelakan tanah dibeli dengan harga berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak”, ujarnya.
(john)

Read More...

19 August 2007

Soal TKW, Indonesia Sesalkan Malaysia

Pos Kota
19 Agustus 2007

JAKARTA (Pos Kota) – Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda menyatakan pemerintah seringkali menyesalkan terjadi penganiayaan terhadap TKI (Tenaga Kerja Indonesia) di Malaysia.

“Sebab itu, pemerintah minta ketegasan dari pemerintah Malaysia agar menuntut pelaku penganiayaan dan membawa mereka ke pengadilan,” cetusnya usai mengukuhkan 76 pemuda berprestasi peserta Program Duta Belia 2007.

Ia menjelaskan dengan sikap itu akan menjadi faktor penggetar bagi warga Malaysia lainnya yang mempekerjakan pembantu-pembantu dari Indonesia, agar memperlakukan pembantu-pembantu ini dengan baik.

Dijelaskannya, kasus kekerasan yang menimpa tenaga kerja wanita (TKW) di luar negeri ini memang tidak mudah diselesaikan. Namun, tidak berarti kita berhenti memberikan upaya perlindungan kepada warga.

Diakuinya, Deplu sangat sulit menjangkau para TKI yang bekerja secara individual di negeri orang yang berangkat tanpa melalui prosedur yang legal. “Di negara yang sistem hukumnya jalan, para majikan dihukum berat. Karena itu, kita minta pemerintah Malaysia agar bersikap tegas,” jelas dia.

Secara terpisah, Kepala Badan Nasional Penempatan Perlindungan TKI (BNP2TKI) M. Jumhur Hidayat mengemukakan pemerintah Indonesia berharap Undang-undang tentang Pekerja Migran Informal (pembantu rumah tangga/PRT) segera disahkan pemerintah Malaysia.

“Kita berharap UU tersebut segera disahkan. Karena dengan adanya UU tersebut, perlindungan TKI informal di Malaysia akan lebih maksimal dilakukan pemerintah Malaysia,” cetusnya.

Menurutnya, selain UU bagi tenaga kerja informal, pemerintah Malaysia juga sedang menyiapkan pusat pengaduan bagi tenaga kerja Indonesia . Dengan adanya pusat pengaduan tersebut, diharapkan kasus-kasus TKI bermasalah dapat segera tertangani.

SESALKAN BNP2TKI
Namun ternyata, kalangan pengusaha jasa TKI (PJTKI) kecewa dengan langkah-langkah BNP2TKI, yang tidak melibatkan organisasi resmi PJTKI dalam menangani permasalahan TKI di luar negeri.

Ketua Himpunan Pengusaha Jasa TKI (Himsataki) Yunus M Yamani mengatakan bagaimana penempatan dan perlindungan TKI akan beres jika BNP2TKI memandang organisasi PJTKI sebelah mata, sementara yang dilibatkan adalah organisasi-organisasi yang tidak berhubungan langsung dengan Penempatan TKI.

"Seharusnya Kepala BNP2TKI Jumhur Hidayat merangkul dan melibatkan organisasi resmi PJTKI untuk bersama-sama menangani dan membenahi penempatan dan perlindungan TKI," cetusnya.

Menurut dia, jika Kepala BNP2TKI tidak berpengalaman dalam menempatkan dan melindungi TKI, lalu organisasi yang di rangkul juga tidak berpengalaman, maka target penempatan 1 juta TKI tahun 2007 ini tidak akan tercapai.

"Pada semester satu ini saja baru 360.000 TKI yang berhasil ditempatkan," kata Yunus yang menilai jika gaya penanganan BNP2TKI tidak diubah, maka bukan mustahil penempatan TKI tahun 2008 akan melorot hingga 70 persen dari target satu juta TKI.
(tri/johara)

Read More...

18 August 2007

TKI di Bawah Umur Disiksa Majikan

Liputan6.com
18/08/2007 22:57

Lombok Tengah: Nafsah binti Silah, seorang tenaga kerja wanita asal Batu Jae, Lombok Tengah, Nusatenggara Barat menderita kelumpuhan serta terancam hilang ingatan setelah dipulangkan dari Arab Saudi. Diduga selama bekerja di negara tersebut dia sering disiksa majikannya.

Nafsah berangkat ke Arab Saudi pada 2004 untuk berkerja di Taif. Saat itu usia dia baru 15 tahun. Nafasah diberangkatkan oleh perusahaan pengerah jasa TKI, PT Sabika Arabinda, yang beralamat di Jakarta. Namun, gadis belia ini dipulangkan ke kampung halamannya pada Januari 2007 dalam kondisi mengenaskan.

Kondisi Nafsah terus melemah karena tak pernah mendapat terawatan akibat tidak memiliki dana. Sementara PT Sabika Arabindo sampai saat ini tidak pernah lagi menghubungi gadis malang ini. Berdasarkan hasil investigasi Perhimpunan Panca Karsa, sebuah LSM pendamping TKI di NTB, sejak awal 2006 hingga 2007 tercatat sedikitnya 456 TKI asal daerah ini dalam kondisi sakit dan cacat fisik akibat dianiaya majikan.

Saat ini para aktivis LSM tersebut bersama keluarga korban tengah berupaya meminta pertanggungjawaban perusahaan pengerah TKI dan pemerintah termasuk kasus pemberangkatan Nafsah yang masih dibawah umur.(Liputan 6)

Read More...

Maids cheated out of $36m a month

The Standard

Mimi Lau

Saturday, August 18, 2007

Indonesian maids working in Hong Kong are losing out on HK$36 million each month, according to a report prepared by a migrant workers rights group.

In addition, three in every five maids have to pay their entire salaries for the first seven or eight months to the agents who got them their jobs.

Asian Migrant Center executive director Rex Varona said on Friday that the reason employers and agents can get away with this systematic extortion was because of the ineffective monitoring of Hong Kong's labor laws.

In releasing the report "Underpayment 2: The Continuing Systematic Extortion of Indonesian Migrant Workers in Hong Kong," the center and the Coalition of Indonesian Migrants Workers Organization said a total of 2,097 Indonesian maids in Hong Kong were interviewed from September to December 2006 when the minimum wage for domestic helpers was HK$3,270.

Of these, 22 percent or 454 maids said they were being underpaid, with 253 getting between HK$2,000 and HK$2,499 and 130 getting less than HK$2,000 a month.

A total of 1,971 of those interviewed said they had signed receipts for their wages each month but 26 percent (512) did not receive the amount stated on the receipt.

The difference between the actual amount received and the amount printed on receipts ranged from HK$80 to HK$2,370 every month.

Varona said on average, each of these workers was missing out on HK$1,390 every month, making a total of HK$36 million each month.

The survey also found 59 percent of the maids interviewed paid their agents an average of HK$21,000 each, which means the first seven or eight months of hard-earned money went straight to agents.

One maid in every four also said she missed out on the four holidays each month.

Varona said while Hong Kong does have a minimum wage for maids and better regulations, the implementation of these laws and the penalties meted out to offenders are not as harsh as those in Singapore.

He also complained of the lack of migrant workers' representatives in formulating labor policies.

Varona said former permanent secretary for labor Matthew Cheung Kin- chung had not followed up on his 2005 promise to set up a task force to check on underpayment.

Speaking after the presentation of the report, a maid from East Java, Surati, said her employer had deducted HK$10 a day from her salary to pay for the dim sum she ate while accompanying an elderly family member.

Another migrant worker from East Java, who asked to remain anonymous, said: "I asked my employer why I have to sign a receipt for HK$3,270 when you only give me HK$1,800? My employer said it was because I am new to Hong Kong and cannot speak Cantonese well." As of February the number of Indonesian domestic helpers stood at 105,320, nearly 47 percent of the 225,000 foreign domestic workers in Hong Kong.

About 1,000 Indonesian domestic workers plan to march to the Indonesian Consulate on Sunday, Indonesia's Independence Day, to air their views.

In response, a government spokeswoman said Cheung only agreed to consider holding meetings with the nongovernmental organizations for migrant workers from time to time.

In a statement to The Standard, a spokesman said two employers of foreign domestic workers had recently been fined HK$45,000 and HK$34,000 for violating the Employment Ordinance.

It stressed these foreign domestic workers enjoyed the same rights and benefits as local employees.

It also urged them to notify the Labour Department if they felt they were being exploited.

Read More...

Bantaran Rel Dipenuhi Pedagang, Pasar Gaplok Akan Direnovasi

Pos Kota
18 Agustus 2007

SENEN (Pos Kota) – Puluhan pedagang Kaki-5 di bantaran rel kereta api kawasan Pasar Gaplok Kramat Jakpus semakin menjamur. Padahal petugas tramtib dan linmas maupun dari PT. Kereta Api Indonesia sering melakukan penertiban.

“Mereka memang susah dipindahkan jika sepanjang rel tidak dipagari,” ungkap Camat Senen, Hidayatuloh.


Ia juga mengatakan setelah ditertibkan dan aparatnya tidak lagi berjaga-jaga pedagang kembali. ”Petugas kami sangat terbatas di lapangan sehingga tidak bisa berjaga terus menerus,” jelas Camat Senen.

Untuk itu pihaknya akan bersama Sudin Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Jakpus, untuk melakukan renovasi Pasar Gaplok. Tujuannya agar para pedagang Kaki-5 yang tidak tertapung diluar bisa masuk semua. Sehingga tidak ada lagi pedagang yang berjualan di bantaran rel kereta.

“Kami juga akan melakukan renovasi pasar agar pedagang diluar bisa tertapung didalam,” papar Hidayatuloh, sambil mengatakan jika hanya melarang saja tanpa melakukan relokasi jelas kurang efektif.

Sementara itu, Ny.Suminah, 50, salah satu pedagang yang berada di bantaran rel kereta Kawasan Pasar Gaplok, mengatakan jika berdagang dikawasan ini telah 15 tahun. Namun jika disuruh dipindah kedalam Pasar Gaplok mau saja asalkan ada tempatnya.

“Jika disuruh pindah kedalam pasar mau saja asalkan disediakan tempatnya,” kata Suminah yang sudah puluhan tahun menjual singkong maupun ubi.

Diakui warga asal Brebes ini jika menggelar dagangannya disekitar bantaran rel sangat membahayakan. Namun bagaimana lagi, jika tidak berjualan tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya.”Kereta memang sering melintas namun jika tidak berjualan nanti mau makan apa keluarganya,” keluhnya, seraya mengatakan jika saat ini mau pndah kedalam Pasar Gaplok sudah tidak muat lagi.
(C1)

Read More...

Bantaran Rel Dipenuhi Pedagang, Pasar Gaplok Akan Direnovasi

Pos Kota
18 Agustus 2007

SENEN (Pos Kota) – Puluhan pedagang Kaki-5 di bantaran rel kereta api kawasan Pasar Gaplok Kramat Jakpus semakin menjamur. Padahal petugas tramtib dan linmas maupun dari PT. Kereta Api Indonesia sering melakukan penertiban.

“Mereka memang susah dipindahkan jika sepanjang rel tidak dipagari,” ungkap Camat Senen, Hidayatuloh.


Ia juga mengatakan setelah ditertibkan dan aparatnya tidak lagi berjaga-jaga pedagang kembali. ”Petugas kami sangat terbatas di lapangan sehingga tidak bisa berjaga terus menerus,” jelas Camat Senen.

Untuk itu pihaknya akan bersama Sudin Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Jakpus, untuk melakukan renovasi Pasar Gaplok. Tujuannya agar para pedagang Kaki-5 yang tidak tertapung diluar bisa masuk semua. Sehingga tidak ada lagi pedagang yang berjualan di bantaran rel kereta.

“Kami juga akan melakukan renovasi pasar agar pedagang diluar bisa tertapung didalam,” papar Hidayatuloh, sambil mengatakan jika hanya melarang saja tanpa melakukan relokasi jelas kurang efektif.

Sementara itu, Ny.Suminah, 50, salah satu pedagang yang berada di bantaran rel kereta Kawasan Pasar Gaplok, mengatakan jika berdagang dikawasan ini telah 15 tahun. Namun jika disuruh dipindah kedalam Pasar Gaplok mau saja asalkan ada tempatnya.

“Jika disuruh pindah kedalam pasar mau saja asalkan disediakan tempatnya,” kata Suminah yang sudah puluhan tahun menjual singkong maupun ubi.

Diakui warga asal Brebes ini jika menggelar dagangannya disekitar bantaran rel sangat membahayakan. Namun bagaimana lagi, jika tidak berjualan tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya.”Kereta memang sering melintas namun jika tidak berjualan nanti mau makan apa keluarganya,” keluhnya, seraya mengatakan jika saat ini mau pndah kedalam Pasar Gaplok sudah tidak muat lagi.
(C1)

Read More...

Jenazah [Kurniasih, 24] Hari Ini Pulang dari [Malaysia]

Tempo Interaktif
18 Agustus 2007

TEMPO Interaktif, Jakarta:Jenazah Kurniasih, 24 tahun, tenaga kerja asal Demak yang tewas di Malaysia, hari ini dipulangkan ke Indonesia. Jenazah akan terbang dengan pesawat Garuda nomor GA 821 dari Kuala Lumpur pukul 14.45.

Mulyadi, Sekretaris Dewan Pengurus Migrant Care mengatakan, jenazah Kurniasih akan dibawa dari Bandara Sukarno-Hatta, Jakarta, ke Bandara Adi Sumarmo, Solo. “Jenazah baru dikirim ke Demak besok pagi,” ujar Mulyadi yang mengurus kepulangan jenazah korban.

Menurut Mulayadi, keluarga Kurniasih akan menunggu di Bandara Solo sebelum mengangkut jenazah ke rumahnya di desa Bakalrejo, Kecamatan Guntur, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.

Kurniasih baru empat bulan bekerja di Malaysia. Selasa lalu, ia ditemukan tewas di kamar tidur di rumah majikannya di Pucong Perdana, Kuala Lumpur.

Sekujur tubuh korban lebam-lebam, terutama di bagian leher dan punggungnya. Hasil investigasi sementara, kemungkinan besar Kurniasih meninggal karena dianiaya. Imron Rosyid

Read More...