http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/31/04073026/investor.tidak.hadir.dalam.pertemuan.dengan.warga Investor Tidak Hadir dalam Pertemuan dengan Warga Jumat, 31 Juli 2009 | 04:07 WIB Medan, Kompas Kepala Polsek Pancur Batu Ajun Komisaris Ahmad Fauzi Karosekali mengatakan, pihaknya tidak punya kewenangan untuk memaksa perusahaan hadir dalam pertemuan itu. Pihaknya hanya bertanggung jawab pada keamanan lingkungan dan meminta para ibu tidak menghalangi pekerjaan perataan tanah karena justru akan merugikan para ibu sendiri. Sebelumnya, puluhan ibu sempat kembali menduduki tanah yang tengah diratakan mesin-mesin berat dan meminta pekerja menghentikan pekerjaan. Namun, tindakan para ibu dihalau oleh para petugas dari Brimob. Eni Tarigan, Bendahara Kelompok Tani Arih Ersada Aron Bolon, meyakini sertifikat yang ada itu diduga palsu, mengingat tidak ada penggarap lahan yang merasa sudah menyertifikatkan lahannya atau menandatangani penyertifikatan tetangga pemilik lahan. |
31 July 2009
Investor Tidak Hadir dalam Pertemuan dengan Warga
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Friday, July 31, 2009
Bangunan di Atas Drainase Dilarang
http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/31/04035012/bangunan.di.atas.drainase.dilarang Bangunan di Atas Drainase Dilarang Jumat, 31 Juli 2009 | 04:03 WIB "Larangan ini tercantum dalam Peraturan Wali Kota Nomor 9 Tahun 2009 tentang Larangan Penutupan Drainase oleh Bangunan Liar serta Ruang Manfaat Jalan. Aturan ini disahkan Penjabat Wali Kota Medan pada 13 Juli," kata Kepala Dinas Bina Marga Kota Medan Gindo Maraganti Hasibuan, Kamis (30/7), seusai sosialisasi aturan baru itu. Secara bertahap, tutur Gindo, pemerintah menyosialisasikan aturan ini. Sebagian pemilik sudah mendapat peringatan lisan. Ketentuan lebih tegas akan diberlakukan kemudian setelah cukup sosialisasi. Gindo mengatakan, pemilik bangunan liar di atas parit bisa menghadapi ketentuan pidana seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Peraturan wali kota ini juga menghubungkan larangan pendirian bangunan liar ini dengan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan. Dia berharap, penertiban bangunan liar di atas parit akan mengurangi banjir. Keberadaan bangunan liar ini, tuturnya, turut berperan dalam menyumbat aliran air. "Dengan menertibkan bangunan ini, semoga genangan di sejumlah jalan utama di Medan bisa berkurang," katanya. Penertiban ini juga terkait dengan bangunan yang memakan badan jalan. Dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 disebutkan, setiap orang yang sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan dipidana dengan pidana penjara paling lama 18 bulan atau denda paling banyak Rp 1,5 miliar. Sebelumnya, Dinas Bina Marga Medan mendata ada 153 titik kerusakan jalan yang terbentang sepanjang 1.165 kilometer. Kerusakan ini belum termasuk yang terjadi jalan nasional maupun jalan provinsi yang ada di Kota Medan. Seluruh jalan yang dikelola Kota Medan sepanjang 2.900 km. Salah satu penyebab utama kerusakan ini adalah tersumbatnya aliran drainase di banyak titik jalan utama. Di Medan terdapat 97 titik genangan di jalur utama transportasi. Penertiban ini, tutur Gindo melibatkan lintas instansi Pemkot Medan, termasuk Satuan Lalu Lintas Kepolisian Kota Besar Medan. Secara terpisah, Kepala Bagian Administrasi dan Pemerintahan Pemkot Medan Nasib mengatakan siap membantu penertiban bangunan liar di atas drainase. Ia sudah meminta 21 camat turut mengawasi daerahnya dari keberadaan bangunan liar. Nasib mengatakan, persoalan ini memang tidak mudah. Di Medan terlalu banyak berdiri bangunan liar di atas drainase. "Meski demikian, penertiban ini harus kami mulai. Hal ini harus ditangani perlahan sebelum menjadi persoalan serius," katanya. |
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Friday, July 31, 2009
Mebel SMA 4 Kembali
http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/31/04075017/mebel.sma.4.kembali Mebel SMA 4 Kembali Jumat, 31 Juli 2009 | 04:07 WIB Proses tukar guling juga untuk sementara dihentikan karena diduga banyak pelanggaran hukum dalam prosesnya. Menurut anggota Komisi A DPRD Sumut dari Fraksi PDI Perjuangan, Syamsul Hilal, pertemuan tersebut menyepakati agar proses belajar mengajar di SMA 4 Pematang Siantar tak boleh terganggu. "Untuk itu, kondisi belajar mengajar harus normal, kembali ke gedung sekolah yang lama. Mulai Jumat, seluruh perlengkapan sekolah, termasuk meubelair yang sempat dipindah ke gedung yang baru di Jalan Gunung Sibayak, harus dikembalikan ke gedung sekolah lama di Jalan Pattimura," ujar Syamsul. Pertemuan tersebut juga dihadiri Kepala Kepolisian Resor Kota Pematang Siantar Ajun Komisaris Besar Andreas Kusmaedi dan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumut Bahrumsyah. Namun, Wali Kota Pematang Siantar RE Siahaan tak menghadiri pertemuan tersebut meski dalam undangan disebut tak bisa diwakilkan. Siahaan hanya mengutus pejabat setingkat asisten. Menurut Syamsul, proses pengembalian perlengkapan sekolah akan dikawal polisi. "Polisi akan ikut mengawasi dan mengamankan pengembalian seluruh perlengkapan sekolah ke bangunan yang lama," katanya. Andreas menuturkan, sesuai kesepakatan, polisi memang akan mengamankan proses pemindahan kembali seluruh perlengkapan sekolah SMA 4 Pematang Siantar. Dia mengatakan, jika pun ada penolakan dari Wali Kota Pematang Siantar RE Siahaan terhadap proses pengembalian perlengkapan sekolah ke gedung yang lama, polisi tetap akan mengawalnya. "Kami akan mengimbau kepada Wali Kota agar patuhi saja keputusan dalam pertemuan ini," ujarnya. |
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Friday, July 31, 2009
Agustus, Razia di Kawasan Bisnis
http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/31/03400584/agustus.razia.di.kawasan.bisnis Agustus, Razia di Kawasan Bisnis Jumat, 31 Juli 2009 | 03:40 WIB Jakarta, Kompas Kepala Bidang Penegakan Hukum Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta Ridwan Panjaitan, Kamis (30/7) di Jakarta Selatan, mengatakan, aktivitas di kawasan-kawasan itu banyak yang menggunakan air dari sumur dalam secara berlebihan. Penyedotan berlebihan menyebabkan penurunan permukaan tanah di Jakarta. Dalam 17 tahun terakhir, ada beberapa lokasi yang permukaan tanahnya turun sampai 200 sentimeter. Razia itu akan didukung oleh kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman. Para pengelola bangunan yang menyedot air tanah dalam secara berlebihan akan dijerat dengan Perda Nomor 8 Tahun 2008 mengenai ketertiban umum, dengan ancaman hukuman penjara sampai enam bulan dan denda sampai Rp 180 juta. Sebelumnya, BPLHD melakukan razia sumur dalam di Kelurahan Sukabumi Selatan, yang banyak terdapat laundry. Sebanyak 65 sumur dalam sudah ditutup dan dicor dengan beton, tetapi ada tiga sumur yang dibuka paksa. Pengenaan sanksi pidana dinilai akan memberi efek jera dan menurunkan penggunaan air tanah dalam. Razia dan pengenaan sanksi pidana perlu dilakukan karena pengelola bangunan komersial sering melanggar batas penyedotan air tanah dalam, yang mencapai 100 meter kubik per hari. Selama ini pelanggaran batas penyedotan hanya dikenai denda yang nilainya masih jauh lebih rendah dari tarif air PAM Jaya. Kawasan yang akan dirazia antara lain berada di Kuningan, Sudirman, dan Mangga Dua. Kawasan perumahan elite Pondok Indah juga akan dirazia karena banyak rumah yang memiliki sumur dalam dan penggunaan air dari PAM Jaya sangat rendah. Kepala BPLHD DKI Jakarta Peni Susanti mengatakan, lokasi gedung yang akan dirazia ditentukan oleh data dari PT Aetra Air Jakarta dan PT PAM Lyonaisse Jaya, mitra PAM Jaya. Gedung yang memakai air perpipaan dalam jumlah sedikit akan menjadi sasaran utama razia. Wakil Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mukhayar setuju dengan rencana razia penggunaan air tanah dalam yang terbukti merusak lingkungan. Razia itu seharusnya dilakukan sejak dulu. Selain sanksi pidana, perusahaan yang menyedot air tanah dalam secara berlebihan juga harus dimasukkan dalam daftar hitam dan semua permintaan izin pembangunan sumur harus ditolak. |
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Friday, July 31, 2009
Bangunan Dibongkar
http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/31/0324208/bangunan.dibongkar Bangunan Dibongkar Jumat, 31 Juli 2009 | 03:24 WIB "Penyegelan yang berarti penutupan usaha ini dilakukan agar pemilik kemudian mengembalikan fungsi bangunannya. Kawasan ini untuk permukiman. Di IMB-nya pun untuk rumah tinggal. Kami sudah mengirimkan dua kali surat peringatan, tetapi tidak digubris," kata Kepala Seksi Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B) Kecamatan Kebayoran Baru, Maulani Pane, Kamis. Penertiban kali ini dipimpin Kepala Seksi Penertiban Suku Dinas P2B Jakarta Selatan Sugiyarto. Segel berupa papan bercat merah dengan lambang Pemda DKI ini mencantumkan tulisan "Bangunan ini disegel. Tidak sesuai penggunaan". Penyegelan bangunan yang tidak sesuai fungsi ini berdasarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1068 Tahun 1997. Bagi pemilik atau orang lain yang merusak segel atau dengan cara lain menggagalkan penutupan dengan segel dapat terancam pidana penjara maksimal dua tahun delapan bulan. Selain menyegel bangunan di Jalan Hang Tuah Raya, Suku Dinas P2B Jakarta Selatan juga membongkar papan reklame tanpa izin di Jalan TB Simatupang. Papan reklame tanpa izin itu, adalah milik sebuah perusahaan properti dengan ukuran 5 x 10 meter. "Kalau setelah disegel tetap tidak mengembalikan bangunan ke fungsi sesuai izin, bangunan bisa dibongkar paksa," kata Sugiyarto. Di Tanah Tinggi, Johar Baru, Jakarta Pusat, pembongkaran terpaksa dilakukan karena bangunan liar tumbuh berderet di atas saluran air Jalan Baladewa dan memakan sebagian badan jalan. Akses yang terpotong bangunan liar menyebabkan kemacetan dan kekumuhan di kawasan tersebut. "Keberadaan bangunan ini mengganggu ketertiban umum, harus ditertibkan. Penertiban resmi berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum," kata Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Jakarta Pusat Idris Priyatna. Pemkot Jakarta Pusat telah memberikan surat peringatan sebelum pembongkaran, Kamis kemarin. Namun, hanya sebagian pemilik bangunan liar saja yang membongkar sendiri kios atau rumah liarnya. Dalam penertiban ini, tidak ada ganti rugi atau uang kerohiman karena pemilik bangunan melanggar peruntukan kawasan. (NEL) |
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Friday, July 31, 2009
Tangsel Salahi Prosedur
http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/31/03410974/tangsel.salahi.prosedur Tangsel Salahi Prosedur Jumat, 31 Juli 2009 | 03:41 WIB Pakar otonomi daerah, Ryaas Rasyid, menegaskan hal ini hari Kamis (30/7) di Tangerang Selatan (Tangsel). Ryaas mengomentari kebijakan Wali Kota Tangerang Selatan M Shaleh yang mulai 1 Agustus akan melakukan pungutan terhadap masyarakat Kota Tangsel. Ryaas menegaskan, sebagai daerah pemekaran baru, Kota Tangerang Selatan belum diperbolehkan melakukan pungutan sebab semua pungutan mengacu pada peraturan daerah (perda). Wakil rakyat melalui DPRD harus mengesahkan perda tersebut. "Aturan pemerintah tak bisa dikarang-karang," katanya. Menurut Ryaas, Wali Kota Tangerang Selatan tidak boleh gegabah melakukan pungutan begitu saja sebab konsekuensinya sangat besar. "Kalau tetap melakukan itu, Wali Kota dapat di-PTUN-kan karena melampaui kewenangannya," tuturnya. Pembentukan Kota Tangerang Selatan dilakukan sesuai UU Nomor 51 Tahun 2008. Untuk sementara, ditunjuk penjabat Kota Tangsel untuk membenahi kepegawaian, anggaran, dan perkantoran. Setelah masa transisi, barulah digelar pemilihan langsung kepala daerah. Secara etika pemerintahan, seharusnya pegawai dan anggaran berasal dari daerah induk sampai masa transisi usai. Ditegaskan, Bupati Tangerang selaku pemimpin daerah induk dapat memberi rekomendasi kepada Wali Kota Tangerang Selatan, tetapi hasil pungutannya pun harus diserahkan ke kas Kabupaten Tangerang. Pembagian hasil pungutan dilakukan sesuai kesepakatan. "Semuanya masih menjadi tanggung jawab kabupaten induk sampai masa transisi tuntas," ungkapnya. "Jika Wali Kota Tangsel masih punya akal sehat, seharusnya dia meninjau kebijakan itu. Kalau dia tetap melanjutkan, itu sama dengan bunuh diri," paparnya. Kasus Kota Tangsel dan Kabupaten Tangerang ini adalah kasus pertama dalam pemekaran wilayah di Indonesia. "Belum pernah terjadi kasus semacam ini. Saya pikir ada kesalahan berkomunikasi antarkedua pejabat daerah dan ini harus dicarikan solusi. Gubernur Banten sebagai perwakilan Depdagri harus turun tangan," kata Ryaas yang sudah berkomunikasi dengan Sekjen Depdagri Diah Anggraeni. Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tangerang Arief Wahyudi mengingatkan, jika Wali Kota Tangsel bersikeras melakukan pungutan, pengusaha dan warga akan kebingungan karena harus membayar IMB ke Pemkot Tangsel atau Pemkab Tangerang. Bupati Tangerang Ismet Iskandar menegaskan berkomitmen membantu Tangsel dengan menyerahkan 40 persen pendapatan asli daerah ke Tangsel. |
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Friday, July 31, 2009
Restoran Terancam Tol
http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/31/03304826/restoran.terancam.tol Restoran Terancam Tol Jumat, 31 Juli 2009 | 03:30 WIB "Ruas Kanci-Pejagan adalah jalur bisnis, yang selama ini menjadi tumpuan ekonomi masyarakat. Ada pedagang kaki lima, penjual oleh-oleh, sampai obyek wisata pantai," kata peneliti transportasi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno, ketika memaparkan hasil prapenelitiannya di Semarang, Kamis (30/7). Djoko menjelaskan, para pemilik usaha dan pengelola wisata merasa khawatir saat Jalan Tol Kanci-Pejagan sepanjang 37,5 kilometer itu berfungsi. "Itu tentunya akan membuat bangkrut usaha mereka," kata Djoko. Proyek Jalan Tol Kanci-Pejagan, yang dibangun PT Semesta Marga Raya, menjadi bagian dari proyek Tol Trans-Jawa. Tol Kanci-Pejagan akan menyambung ruas Tol Pejagan-Pemalang, kemudian Pemalang-Batang, serta Batang-Semarang. Kepala Dinas Bina Marga Jateng Danang Atmodjo mengatakan, seminggu sebelum Hari Raya Idul Fitri, ruas Tol Kanci-Pejagan difungsikan, terutama untuk arus kendaraan yang masuk ke Jateng. Kondisi jalan itu sudah siap meski belum 100 persen rampung. Sepanjang 15 kilometer jalan sudah dibeton sehingga kuat dilintasi kendaraan mobil. Masih terkait pembangunan Tol Trans-Jawa, sejumlah warga yang terkena proyek Jalan Tol Semarang-Solo Seksi I ruas Semarang-Ungaran, Jateng, memprotes pengosongan lahan yang akhirnya dilakukan secara paksa oleh tim pembebasan tanah. Warga menilai ganti rugi yang sudah dikonsinyasi tidak sesuai. Mereka berencana menggugat pemerintah untuk menuntut keadilan. Di Kelurahan Kalirejo, Kecamatan Ungaran Timur, Kamis kemarin, enam rumah dirobohkan tim pembebasan tanah karena batas waktu pengosongan lahan sudah berakhir. Rumah Maskoni (43) dengan luas bangunan 153 meter persegi mendapat ganti rugi Rp 288,4 juta. Padahal, saat kesepakatan awal, rumahnya dihargai Rp 389,6 juta. "Saya tidak mengerti, mengapa jumlahnya tiba-tiba berubah. Saya sudah pernah memprotes, tetapi tim mengatakan ada kesalahan pengukuran. Ketika saya minta diukur ulang, hasilnya seperti kesepakatan awal," kata Maskoni. Ketua tim pembebasan tanah, Heru Budi Prasetya, mengatakan, "Jika masyarakat ingin menggugat karena harga yang kami tawarkan tidak sesuai, silakan." |
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Friday, July 31, 2009
Pemerintah Ambil Alih Pembebasan Lahan
http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/31/03595464/pemerintah.ambil.alih.pembebasan.lahan Pemerintah Ambil Alih Pembebasan Lahan Jumat, 31 Juli 2009 | 03:59 WIB Jakarta, Kompas - Menurut Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Nurdin Manurung, di Jakarta, Kamis (30/7), dana tersebut diusulkan ditempatkan di badan layanan umum. Dijelaskan, sebagian besar proyek pembangunan tol terkendala pembebasan lahan. Lahan untuk jalan tol Trans-Jawa, misalnya, baru terealisasi 20 persen dari kebutuhan seluas 4.658 hektar. Jalan ini menghubungkan Jakarta dan Surabaya. Perhitungan awal BPJT tahun 2005, dibutuhkan Rp 3,95 triliun untuk pembebasan lahan untuk proyek 23 jalan tol. Seiring dengan laju inflasi, kini dana yang dibutuhkan menjadi sekitar Rp 6,5 triliun. "Anggaran Rp 6,5 triliun itu diharapkan dapat mengatasi kendala pembebasan lahan dan mendorong penyelesaian 23 proyek tol," ujar Nurdin. Sebagian besar proyek jalan tol yang tersendat itu, kata Nurdin, adalah proyek yang dilaksanakan sejak tahun 2006. Tahun 2007, Departemen PU mendapat dana pembebasan lahan sebesar Rp 1,4 triliun. Adapun total dana yang disalurkan ke investor jalan tol untuk pembebasan lahan Rp 1,8 triliun. Namun, yang dibelanjakan baru Rp 750 miliar. Selain pembebasan lahan, kendala lain pembangunan jalan tol adalah sumber pembiayaan. Sebagian investor terbatas modalnya, sedangkan untuk mendapat kredit perbankan syaratnya sudah dilakukan pembebasan lahan. BPJT saat ini tengah mengkaji perjanjian pengusahaan jalan tol (PPJT) dan kelayakan teknis badan usaha jalan tol. Akhir 2009, pemerintah memutuskan keberlangsungan perjanjian itu. Menurut Nurdin saat ini sedang dilakukan evaluasi terhadap mekanisme tender proyek investasi jalan tol. Hal ini untuk menghindari agar pelaksanaan proyek tol tidak terkatung-katung. Salah satu cara untuk mendorong pembangunan tol adalah pemerintah mengambil alih pengadaan tanah. Sementara itu, pengadaan konstruksi melibatkan swasta dan BUMN. Menanggapi gagasan pemerintah yang melakukan pembebasan lahan, Kepala Asosiasi Tol Indonesia (ATI) Fatchur Rochman, menyatakan, hal itu akan mendorong investasi jalan tol. Pembebasan lahan oleh pemerintah, kata Fatchur, akan membuat investor proyek tol dapat berkonsentrasi pada konstruksi dan masa konsesi jalan. "Dengan demikian, pemerintah memiliki kekuatan menjatuhkan sanksi bagi investor yang proyeknya macet," ujarnya. Fatchur mengingatkan, mekanisme pembebasan lahan membutuhkan revisi UU Agraria. Yaitu, penentuan nilai tanah yang akan dibebaskan harus lebih terukur dan melalui kajian tim independen. |
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Friday, July 31, 2009
12.000 TKI Bermasalah di KBRI Timteng
http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/31/04134213/12.000.tki.bermasalah.di.kbri.timteng 12.000 TKI Bermasalah di KBRI Timteng Jumat, 31 Juli 2009 | 04:13 WIB Amman, Kompas - Mereka mengalami masalah gaji tidak dibayar, masa kontrak habis, pemalsuan umur, penganiayaan oleh majikan, sampai kehilangan daya kerja. Kepala Badan Nasional Penempatan TKI Mohammad Jumhur Hidayat di Amman, Jordania, Kamis, langsung mengadakan rapat koordinasi peningkatan kerja sama kelembagaan perlindungan TKI di Timur Tengah. Rapat selama dua hari itu diikuti pejabat dari perwakilan tetap RI di Abu Dhabi, Damaskus, Doha, Dubai, Amman, Jeddah, Kuwait, Riyadh, dan Sana'a. Jumhur menyatakan, perlindungan terhadap TKI harus dilakukan sejak dini sebelum mereka ditempatkan di luar negeri. "TKI harus dibekali dengan kemampuan self protection. Kalau ini beres, perlindungan dari pemerintah hanya bersifat tambahan," tuturnya. Di Jakarta, Direktur Eksekutif Migrant CARE Anis Hidayah mengkritik kelambanan pemerintah memperbaiki MOU pelayanan dan perlindungan TKI di Malaysia. Anis meminta, pemerintah lebih serius memperjuangkan hak TKI, antara lain memegang paspor sendiri. Kunci masalah TKI di Malaysia adalah struktur biaya yang mencapai 8.000 ringgit (Rp 24 juta). "Biaya penempatan sebanyak itu merupakan kesepakatan agen dan PPTKIS yang di-endorse Pemerintah juga diminta menerapkan moratorium dengan serius sampai Malaysia memenuhi permintaan RI. Anis Sampai saat ini belum ada pertemuan lagi sejak pertemuan bilateral pertama di kompleks pemerintahan Malaysia di Putra Jaya, Selangor, Senin (6/7). Pemerintah Malaysia hanya akan membahas empat isu berkait TKI, yakni hak libur pembantu rumah tangga sehari dalam seminggu, perlindungan asuransi, kontrak kerja, dan gaji minimal. Sebelumnya, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno mengisyaratkan akan segera memulai negosiasi. "Namanya negosiasi, jadi kita bisa memulai mana yang bisa dibahas dulu," ujar Erman. Dalam empat bulan terakhir, Malaysia sudah mendeportasi 1.972 WNI lewat Tawau ke Nunukan, Kalimantan Timur. Mereka adakalanya telantar karena tidak mempunyai ongkos kembali ke kampung. Akhirnya, mereka kembali ke Malaysia lewat "jalur tikus". |
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Friday, July 31, 2009
Label: Buruh migran
Rusunawa Diserahkan Dalam Kondisi Rusak
http://www.beritakota.co.id/berita/bodetabek/11202-rusunawa-diserahkan-dalam-kondisi-rusak.html Rusunawa Diserahkan Dalam Kondisi Rusak
|
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Friday, July 31, 2009
My Place Dibuka Tanpa Izin
http://www.beritakota.co.id/berita/bodetabek/11207-my-place-dibuka-tanpa-izin.html My Place Dibuka Tanpa Izin
|
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Friday, July 31, 2009
PKL Lorong 104 Tolak Relokasi
http://www.beritakota.co.id/berita/kota/11169-pkl-lorong-104-tolak-relokasi.html PKL Lorong 104 Tolak Relokasi
|
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Friday, July 31, 2009
Hunian Jadi Butik, Disegel
http://www.beritakota.co.id/berita/kota/11173-hunian-jadi-butik-disegel-.html Hunian Jadi Butik, Disegel
|
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Friday, July 31, 2009
Warung Digaruk Beko Tukang Kopi Pingsan
http://www.beritakota.co.id/berita/berita-utama/11216-warung-digaruk-beko-tukang-kopi-pingsan.html Warung Digaruk Beko Tukang Kopi Pingsan
|
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Friday, July 31, 2009
30 July 2009
Ribuan Botol Miras Disita dan Dimusnahkan
http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/30/04452270/ribuan.botol.miras.disita.dan.dimusnahkan Ribuan Botol Miras Disita dan Dimusnahkan Kamis, 30 Juli 2009 | 04:45 WIB Palembang, Kompas - Demikian disampaikan Kepala Satpol PP Kota Palembang Herman HS di Palembang, Rabu (29/7). Herman mengatakan, pihaknya telah memusnahkan lebih dari 2.000 botol miras dengan disaksikan sejumlah pejabat dari unsur muspida Kota Palembang. Botol-botol miras ini disita dari tangan pedagang yang berjualan di lapak-lapak. Dari data Satpol PP, beberapa titik kawasan perdagangan miras ilegal di Kota Palembang adalah di Simpang TVRI Kampus, Jalan Kolonel Burlian, Jalan Soekarno-Hatta, Simpang Patal Pusri, Pasar Lemabang, dan kawasan di bawah Jembatan Ampera. Sampai sekarang, Satpol PP memperkirakan ada puluhan pedagang yang masih nekat menjual minuman keras ilegal di kawasan tersebut. Sejumlah merek minuman keras yang disita petugas adalah Anggur Merah, Anggur Cap Kunsi, Vodka Mansion, Mansion House, Asoka, Newport, dan Anggur Orang Tua. Selain minuman keras dalam botol, jajaran Satpol PP juga menyita minuman keras tradisional jenis tuak dengan jumlah 96 jeriken. Ditanya target mendatang, Herman menuturkan bahwa jajaran Satpol PP akan terus melakukan penertiban. Sampai sekarang, sudah bukan rahasia umum lagi kalau pedagang-pedagang lapak masih tetap nekat menjual miras. "Sebenarnya pemerintah punya solusi agar mereka tetap bisa berdagang dengan aman, yakni jika sudah mengantungi izin resmi," katanya. Oleh karena tidak berizin, minuman keras bisa dijual dengan harga murah kepada siapa pun. Jika punya izin, tidak sembarang orang bisa membeli. |
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Thursday, July 30, 2009
DKI Minta PLN Lebih Selektif
http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/30/04242250/dki.minta.pln.lebih.selektif DKI Minta PLN Lebih Selektif Kamis, 30 Juli 2009 | 04:24 WIB "Pemprov sudah mengirimkan surat permintaan itu ke PLN," kata Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto, Rabu (29/7) di Jakarta Pusat. Permintaan itu diajukan Pemprov DKI karena banyaknya kebakaran di permukiman liar akibat hubungan pendek arus listrik. Hubungan pendek arus listrik terjadi karena instalasi listrik dalam rumah di kawasan permukiman liar banyak yang tidak sesuai standar dan dipasang secara asal-asalan. Kepala Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta Paimin Napitupulu secara terpisah menyatakan, kebakaran di perumahan ilegal dapat menghanguskan sampai ratusan rumah sekaligus. Di wilayahnya saat ini terdapat 65 kelurahan yang memiliki kawasan permukiman liar yang punya potensi kerawanan semacam itu. Berdasarkan data Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta, dari Januari sampai Juli terjadi 407 kebakaran, dengan korban meninggal mencapai 27 orang. Sebagian kebakaran itu terjadi di permukiman liar. Selain mencegah kebakaran, kata Prijanto, tidak dipasangnya listrik di permukiman ilegal juga membantu mencegah menjamurnya pembangunan rumah kumuh di kawasan itu. Tanpa infrastruktur yang memadai, orang tidak akan mau begitu saja tinggal di kawasan permukiman liar. Deputi Manajer Komunikasi PLN Regional Jakarta-Tangerang Sampurno Marnoto mengatakan, PLN siap membantu pemprov untuk merazia sambungan listrik ilegal. Sebelumnya, PLN sudah bekerja sama dengan Pemerintah Kota Jakarta Barat merazia sambungan liar. Jumlah sambungan ilegal yang sudah diputus mencapai 3.000 sambungan. Tim Perusahaan Listrik Negara juga memeriksa meteran dan tiang listrik. PLN mengganti meteran dan tiang listrik yang rusak dengan alat baru sehingga aliran listrik tidak membahayakan masyarakat. Akan tetapi, pemeriksaan yang dilakukan PLN hanya terbatas pada tiang listrik dan meteran. Pemeriksaan instalasi di dalam rumah merupakan tanggung jawab pemilik rumah. Manajer Bagian Distribusi PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang Widodo Budi Nugroho mengingatkan kepada warga agar mewaspadai kondisi jaringan di dalam rumahnya. "Agar aman, periksalah keadaan kabel dan jaringan di dalam rumah setiap lima tahun sekali," kata Widodo Budi Nugroho, Rabu kemarin. Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo juga mengingatkan semua pemilik rumah agar memerhatikan instalasi listrik di rumah masing-masing dan menyesuaikan dengan standar PLN. Penggunaan kabel dan stop kontak yang sembarangan, misalnya, dapat menyebabkan percikan api yang kemudian memicu terjadinya kebakaran. Widodo Budi mengakui memang ada kabel listrik bermutu bagus yang bisa tahan dipakai hingga di atas lima tahun, tetapi itu akan sangat bergantung pada kondisi rumah. Misalnya adanya gangguan tikus yang bisa saja menggigit kabel-kabel listrik, juga kondisi cuaca. Prinsipnya, kebakaran terjadi apabila ada panas, oksigen, dan barang yang mudah terbakar. "Memasuki musim kemarau ini keadaan menjadi lebih rawan terbakar," ujarnya. |
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Thursday, July 30, 2009
BLT Sebaiknya untuk Subsidi Pupuk
http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/30/0332589/kilas.daerah BLT Sebaiknya untuk Subsidi Pupuk Bantuan langsung tunai (BLT) sebaiknya dialihkan untuk memberikan subsidi pupuk kepada petani karena sering salah sasaran dan besarnya kebutuhan pupuk bersubsidi. Ketua Tim Pengawasan Distribusi Pupuk Bersubsidi DPR Arifin Djunaidi mengatakan hal itu, Rabu (29/7) di Palembang, seusai melakukan pertemuan membahas pupuk bersubsidi dengan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota se-Sumatera Selatan. Menurut Arifin, jika subsidi pupuk diberikan dalam bentuk uang tunai kepada petani, setiap rumah tangga petani mendapat Rp 700.000 per tahun. |
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Thursday, July 30, 2009
Perlu Standar Pekerja Rumah Tangga
http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/30/03542313/perlu.standar.pekerja.rumah.tangga Perlu Standar Pekerja Rumah Tangga Kamis, 30 Juli 2009 | 03:54 WIB Jakarta, Kompas Hal ini mencuat dalam konsultasi nasional penetapan standar internasional bagi pekerja rumah tangga yang diselenggarakan Organisasi Buruh Internasional (ILO) di Jakarta, Rabu (29/7). Kegiatan yang dibuka Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno dan Direktur ILO Jakarta Alan Boulton ini diikuti aktivis hukum, aktivis buruh migran, pemerintah, dan jaringan organisasi nonpemerintah dari daerah. Dari hasil studi ILO tahun 2004, ada 2.593.399 PRT di Indonesia. Sebanyak 1,4 juta orang bekerja di Pulau Jawa, dan diduga banyak di antara mereka masih di bawah umur. PRT juga masih mendominasi penempatan TKI. Dari enam juta TKI di sejumlah negara penempatan, 4,3 juta dari mereka bekerja di sektor informal dan terbanyak menjadi PRT. Erman mengatakan, pemerintah mendukung upaya menyusun standar PRT. Namun, kalangan pemangku kepentingan juga harus mempertimbangkan faktor sosiologi yang selama ini kental dalam hubungan PRT dan pemberi kerja. Ada pemberi kerja yang menyekolahkan PRT atau anak-anaknya sampai mampu bekerja di sektor formal. Pemerintah berharap ada rekomendasi memberi peluang regulasi tersendiri tentang pekerja rumah tangga, perlindungan sosial, hak asasi, dan normatif. Erman meminta ILO lebih berperan mencari solusi tentang regulasi tingkat internasional agar negara penempatan tidak memasukkan PRT dalam wilayah hukum keluarga. Menurut Alan, standar kerja bagi PRT dibutuhkan karena |
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Thursday, July 30, 2009
Label: Buruh migran
Sopir Protes Bus Karyawan
http://www.beritakota.co.id/berita/bodetabek/11086-sopir-protes-bus-karyawan.html Sopir Protes Bus Karyawan
|
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Thursday, July 30, 2009
Masyarakat Diimbau Larang TKW ‘Mentah‘ ke Luar Negeri
http://www.beritakota.co.id/berita/bodetabek/11094-masyarakat-diimbau-larang-tkw-mentah-ke-luar-negeri.html Masyarakat Diimbau Larang TKW 'Mentah' ke Luar Negeri
|
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Thursday, July 30, 2009
Label: Buruh migran
Reklame Liar Menjamur
http://www.beritakota.co.id/berita/kota/11069-reklame-liar-menjamur.html Reklame Liar Menjamur
|
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Thursday, July 30, 2009
Parkir Liar di Jalur Busway Segera Ditertibkan
http://www..beritakota.co.id/berita/kota/11072-parkir-liar-di-jalur-busway-segera-ditertibkan.html Parkir Liar di Jalur Busway Segera Ditertibkan
|
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Thursday, July 30, 2009
Makam Tergusur BKT Dipindah Ahli Waris
http://www.beritakota.co.id/berita/kota/11073-makam-tergusur-bkt-dipindah-ahli-waris.html Makam Tergusur BKT Dipindah Ahli Waris
|
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Thursday, July 30, 2009
40 Pemilik Bangunan Terjaring OYB
http://www.beritakota.co.id/berita/kota/11074-40-pemilik-bangunan-terjaring-oyb.html 40 Pemilik Bangunan Terjaring OYB
|
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Thursday, July 30, 2009
Bangunan Bermasalah Jangan Disambung Listrik
http://www.beritakota.co.id/berita/kota/11075-bangunan-bermasalah-jangan-disambung-listrik.html Bangunan Bermasalah Jangan Disambung Listrik
|
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Thursday, July 30, 2009
Diminta Pindah ke Pasar Pedagang Bongkar Lapak
http://www..beritakota.co.id/berita/kota/11076-diminta-pindah-ke-pasar-pedagang-bongkar-lapak.html Diminta Pindah ke Pasar Pedagang Bongkar Lapak
|
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Thursday, July 30, 2009
PKL Liar Subur Binaan Kalah Bersaing
http://www.beritakota.co.id/berita/kota/11077-pkl-liar-subur-binaan-kalah-bersaing-.html PKL Liar Subur Binaan Kalah Bersaing
|
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Thursday, July 30, 2009
Pembongkaran Gubuk di TPU Tegal Alur Ricuh
http://www.beritakota.co.id/berita/berita-utama/11067-pembongkaran-gubuk-di-tpu-tegal-alur-ricuh.html Pembongkaran Gubuk di TPU Tegal Alur Ricuh
|
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Thursday, July 30, 2009
29 July 2009
Pedagang Desak Walikota Percepat Revitalisasi Pasar
http://www.beritakota.co.id/berita/bodetabek/10739-pedagang-desak-walikota-percepat-revitalisasi-pasar.html Pedagang Desak Walikota Percepat Revitalisasi Pasar
|
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Wednesday, July 29, 2009
35 Bangunan Liar Dibongkar
http://www.beritakota.co.id/berita/bodetabek/10740-35-bangunan-liar-dibongkar.html 35 Bangunan Liar Dibongkar
|
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Wednesday, July 29, 2009
Disnaker Tindak Perusahaan Penyedia Naker ‘Outsourcing’
http://www.beritakota.co.id/berita/bodetabek/10891-disnaker-tindak-perusahaan-penyedia-naker-outsourcing.html Disnaker Tindak Perusahaan Penyedia Naker 'Outsourcing'
|
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Wednesday, July 29, 2009
Anjal di Banten 11.258 Orang
http://www.beritakota.co.id/berita/bodetabek/11029-anjal-di-banten-11258-orang-.html Anjal di Banten 11.258 Orang
|
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Wednesday, July 29, 2009
Khawatir Bentrok Penertiban Ditunda
http://www.beritakota.co.id/berita/kota/10731-khawatir-bentrok-penertiban-ditunda.html Khawatir Bentrok Penertiban Ditunda
|
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Wednesday, July 29, 2009
Sahrul Ingin Membuat Orangtuanya ‘Tersenyum’
http://www.beritakota.co.id/berita/kota/10737-sahrul-ingin-membuat-orangtuanya-tersenyum.html Sahrul Ingin Membuat Orangtuanya 'Tersenyum'
|
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Wednesday, July 29, 2009